Dua jam, terkadang tiga jam di perpus. Seperempat jam atau setengah jam sekali berlayar mencari-cari situs, klik sekali lagi -- dan lagi....aku mencoba!
Satu minggu sudah aku merasa belum menemukan jawabnya. Lantas aku kembali ke tempatku yang semula. Bertanya pada orang yang sama. Mengetuk rumahnya, dan sekali lagi disajikan air putih dan pohong goreng...sama dengan kemarin, tetapi beda gelas dan piringnya.
Kenapa ada gelas dan piring yang aku ingat? Nanti akan sama-sama tahu jawabnya. Karena jangankan gelas dan piring, aku ingat pula baju dan warna sarung dikenakan orang tersebut. Lantas apakah semua orang demikian? Tentu tidak, tentu tidak setajam pusaran otak kiriku, pula mungkin ada yang lebih tajam dari aku.
Dan kemudian aku disuruh pulang, seminggu kemudian baru boleh kembali. Kembali, kembali apabila belum menemukan jawaban. Tetapi jangan kembali bila menemukan apa yang dicari ('hidup terus berjalan'), lebih dari itu masukkan dalam bilik kalbu untuk terangi sudut gelap hati.
Aku nurut aja tanpa bisa bilang apa-apa, aku pula tak hendak berlama-lama menunggu datang gelap -- mumpung masih terang -- sama dengan si empu orang tersebut ucapkan di telingaku.
Dan seketika itu juga aku pergi, ke pantai...menyusuri pantai. Ada pasir tentu saja, ada nyiur melambai di terpa sepoi. Dan di sana aku duduk sendiri menyaksikan dari kejauhan keramaian kota Jakarta. Kelap-kelip yang berganti, baik warna, baik pula sorotnya yang tak sama tajam, tak sama pula menyilaukan.
Dan karena aku tak merasa dingin, aku lepaskan jaket penyamak tubuhku. Aku gunakan sebagai bantal untuk merebahkan kepalaku. Sembari bergumul dengan pasir, aku tatap langit kebetulan cerah membawa derap kaki kedekatan dengan bintang.
Lama aku tak berkedip. Aku pikir lebih terang dan aku saksikan pula tidak menyilaukan. Makin lama aku tatap, jelas dia tersenyum padaku dengan kerlingan sepasang matanya masing-masing, persis gambar di sudut tembok luar rumahku (kemarin sore aku hapus, ganggu pemandangan)...sama jenakanya dengan bibir merekah merah.
Dua hari berlalu, berikutnya hari ke-tiga dan seminggu...aku balik ke tempat si empu tersebut. Dan si empu tersebut datang dengan apa yang aku sebutkan tempo hari. Dan menyuruhku pulang kembali setelah segelas kopi dan sepiring pohong goreng disajikan. Adakah yang salah? Pikirku dalam perjalanan pulang.
"Adakah yang salah?" aku berteriak keras-keras dari baliknya kelambu menutup mulutku (aku tak mau didengar orang lain).
****