Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Andi dan Kerbau (Part#2 - Sawah)

9 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 9 Mei 2023   18:02 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SAWAH - PART#2

Mbah Har - Wahyu

Sawah menghijau dihiasi sungai berliku-liku. Sinar mentari cerah mempesona. Satwa unggas bernyanyi merdu. Dalam pikiran semua kan musnah bila tiada yang melestarikan. Insan dunia cintailah dan lestarikan ciptaaan Mahakuasa.

Indah sungguh indah, tak terbayangkan semua. Hadir berlumpur ucapan bahagia. Rela berpeluk keringat bergetar tak tahu apa sebabnya.

"Andi, istirahat sana!"

"Belum lelah!"  Mas

berkata masih kuat. Mencangkul tanah baru ditinggal panen kemarin. Ingin cepat menyusul di seberang sungai sana yang lebih dulu menggambar permukaan tanah lewat lukisan hijau.

Dilihat ke belakang ada sedikit ketimpangan. Timbul senyum terwujud belah. Lihat kebekuaan yang dicairkan. Lihat bagaimana semangat kadang lebih berarti daripada sekedar badan yang gede, itulah Andi kecil tunjukkan dengan ayunannya.

"Tu...teman-temanmu memanggil, susul sana!" Kata Mas

"Asyik...aku pergi dulu Mas!"

Langsung tancap, rasanya menyelinap lompat. Terjun bebas terdampar terlempar jatuh tertelungkup. Yang jelas tak mengapa, karena telah terbiasa.

Ngacir, begitulah Andi yang masih anak-anak. Bermain jadi nomer satu, sekali main lupa segalanya. Itulah anak-anak yang belum dewasa, bukan begitu?

Menyusuri jalan sempit, berlari mengejar parit-parit. Lompat ke sana, lompat ke mari diharapkan dapat menyingkat waktu dan jarak. Menelisik mengitari pematang sawah menunjuk pada satu arah.

"Aduh!"

terperosok rupanya, artinya terhambat. Tapi tak begitu berarti, cepat berangkat kembali kejar ketertinggalan. Tidak perlu takut, karena kita berdiri di rumah sendiri, di atas tanah sendiri.

"Aku datang (Je..buurrr)!"

Ngungsep di kali. Mandi bareng bersama teman-teman nikmati. Segernya air mengalir sampai jauh. Alam pedesaan, belum begitu mengenal pencermaran dan gak mau kenal pencemaran.

"Anang!" Kata Andi

Tak terasa panas, begitu redup dan sunyi. Terkirim semerbak payung memayungi, dari langit datangnya. Gerombolan daun melebat dibentangkan. Kokoh tinggi beringin "Mbah Punden". Akar menjulur kuat, dahan dan ranting cocok main ayunan...nyenengkeh!

"Enakkkee...!"

Wajah-wajah yang cerah, sama seperti hari yang cerah. Bacakan seruan sebersih hati. Yang ada hanya bermain melewatkan hari.

He'eh....koor dengan serempak. Menikmati tiupan serulung bamboo, merdu senandungkan rindu. Bertengger di dahan nyanyikan lagu-lagu kenangan, terasa burung berkicau menemani nyanyikan bait demi bait syair lagu.

Sepoi angin berhembus membius sanubari. Sejuk di pemandangan, tersenyum menyimpan. Tanpa terasa sore datangnya hari telah menjemput....

Tanda-tanda kemeriahan ada di sini, ada pula di sana. Masih ada sisa-sisa perjuangan histories melekat, yang telah lalu dalam catatan.

Bersambung........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun