JOGJA, ANTARA AKU, KAMU, DAN CINTAÂ
(JOGJA AWAL) MBAH HAR - WAHYU
"Persiapan...persiapan...Jogja terakhir...Jogja terakhir!"
(Jogja...I am coming)
Pepatah lama bilang, tak kenal maka tak sayang. Perkenalkan namaku Swa Satria Buwana. Kenapa namaku Swa Satria Buwana? Tanya aja sendiri sama Bapakku. Yang jelas dari namamu sudah bisa ditebak aku adalah seorang laki-laki. Aku laki-laki kecil, datang dari kota kecil pula. Tebak aja dan perkiraakan saja sendiri.
Terang-terang saja aku baru lulus SMA dan hendak melanjutkan kuliah di kota pelajar ini, kota dengan segudang kampusnya, kota yang terkenal dengan wisatanya dan tentu saja dengan kota budayanya. Tujuanku sederhana, tidak muluk-muluk..lulus dan lolos atau setidaknya lulus dan lulus. Simple.
Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di sini sendiri dan seorang diri. Is oke, bukan persoalan. Sing penting yakin, dan aku yakin orang-orang jogja sesuai yang pernah aku temui dan aku dengar. Aku bertanya pasti dijawab, aku minta tolong seharusnya ditolong..itu dalilku yang menegaskan harus. Sudahlah...tenang aja ada Pak Polisi atau petugas semacamnya yang bisa menolongku jika aku tersesat. Miniman GPS dan sak keturunannya dari Mbak Google boleh juga.
Sudahlah...aku denger dari pendaki yang singgah digubugku..."Gubug Cinta" Bapakku memberi nama, jogja panas. Kotanya Panas. Mereka juga bilang, jangan pernah bilang telah datang mengunjungi Jogja, jangan pernah bilang telah menjunjung langit Jogja, jangan pernah berkata telah memijak bumi Jogja jika belum selfie di Marlboro dan Tugu. Bikin aku ketawa kecil aja...Jogja Pancen Istimewa.
"Janti Terakhir...!"
Pak Kondektur lagi...dari tadi bilang terakhir. Setiap kota yang dilalui selalui terakhir. Ngawi terakhir, Sragen terakhir, Solo Terakhir dan seterusnya Klaten warung pelem terakhir. Suka-sukalah. Yang jelas ada satu kota selain Jogja yang menarik hatiku, begitu di sebut Pak Kondektur tidurku terbangunkan. Solo, dan Terminal Tirtonadi.
Solo dan Tirtonadi...ada hawa mistik ketika bus berbelok memasuki pelataran parkir. Tentang kota Solo Hadiningrat sering aku dengar dari Bapakku ketika lagi ngopi bareng. Raut wajahku Bapak yang datar tiba-tiba bisa berubah jika ada yang menyebut kota Solo, apa saja pokoknya kata-kata Solo, apapun kalimatnya yang penting "Solo". Itu yang akan kucari nanti di kemudian hari. Ada rahasia apa tentang Solo dan Bapakku.