Mohon tunggu...
Khoirudin
Khoirudin Mohon Tunggu... Penjahit - Orang biasa

Hanya orang biasa, tidak lebih dan tidak kurang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jika Kasus Si Romlah Terjadi di Indonesia, Bukan di Jepang

9 Oktober 2017   10:15 Diperbarui: 9 Oktober 2017   22:51 2934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pernah membaca info tentang perusahaan kereta api Jepang yang menunda penutupan jalur kereta api hanya gara-gara ada 1 anak sekolah, sebut saja namanya Romlah, yang masih menggunakan kereta tersebut.

Menurut saya, dirut kereta api Jepang sangat bodoh dan boros. Hello... hanya untuk 1 anak sekolah rela menunda sebuah proyek? Ah sangat naif. Kalau itu terjadi di sini, dan saya yang jadi pemegang kebijakan ada beberapa alternatif yang akan saya tawarkan.

  • Peduli setan

Iya peduli setan. Biarkan yang lain peduli kasus kemanusiaan di Rohingya, dalam kasus ini kita harus peduli setan alias tidak usah peduli. Jangankan yang hanya satu anak sekolah, yang banyak anak sekolah menyebrang jembatan tali melewati derasnya sungai saja kita tidak perlu kita pedulikan apalagi cuma satu. Kalau memang dia niat sekolah, dia akan cari solusinya sendiri. Pindah sekolah kek, atau apalah. Pokoknya cari solusi sendiri. Jadi rakyat harus mandiri, jangan manja. Yang boleh manja hanya wakil rakyat, bukan rakyat.

Bahkan yang sudah sekolah saja, sekolahnya kita bakar. Apalagi cuma satu anak.. peduli amat, amat saja tidak peduli.

Coba bayangkan berapa biaya yang harus kita keluarkan negara membiayai transportasi si Romlah ini. Gaji masinis, bensin kereta api (kalau pakai bensin), gaji kondektur, biaya perawatan kereta api, dan biaya-biaya lainnya. Bisa-bisa dana APBD kebupaten habis untuk biaya transportasi sekolah si Romlah.

Bayangkan pula, bagaimana perusahaan kereta api harus membuat LPJ-nya. Di negara kita, LPJ itu penting bahkan penting banget melebihi pentingnya proyek itu sendiri. Mau bagaimanapun pelaksanaan proyek tidak masalah, yang penting LPJ-nya bagus, pokoknya beres.

Kalau masih ndak percaya, tanya sama bendahara sekolah yang tiap hari harus membuat LPJ BOS. Uang sekolah bisa digunakan untuk apa saja, yang penting LPJ harus "benar". Kalau LPJ dibuat jujur, misalnya dana BOS digunakan untuk gaji guru karena itu satu-satunya sumber pemasukan sekolah. Siap-siap saja kepala sekolah dan bendahara bos masuk hotel prodeo.

Kembali ke topik. Bayangkan bagaimana sulitnya PT KAI membuat LPJ untuk antar jemput satu gelintir si Romlah ini. Jadi solusi terbaik memang peduli setan.

  • Beri uang transport bulanan

Solusi kedua adalah beri si Romlah ini uang transport bulanan. Ya mirip-mirip BLT gitu. Kapan cairnya? Siapa yang memberikan. Ah kamu itu kuno banget si. Sekarang kan jamannya kartu. Beri saja kartu transportasi siswa, yang mana kartu ini bisa untuk narik uang di ATM.

Ingat uangnya hanya boleh digunakan untuk transportasi ke sekolah saja, titik, bukan yang lain. Kalau misalnya digunakan untuk beli cilok, pulsa, kuota internet, apalagi beli beras. Penjarakan!!

Sebagai buktinya, si Romlah wajib membuat LPJ. Iya LPJ lagi. Yang mana isinya daftar nota-nota dan kuitansi naik transportasi. Mau naik odong-odong, ojek onlen, angkutan, gerobak, pesawat atau jalan kaki, silahkan, yang penting ada notanya.

Kalau si Romlah diantar pacarnya bagaimana? Ya suruh pacarnya membuat stempel, beli kuitansi di toko. Oret-oret sebentar, stempel jeglok. Beres dech. Yang penting LPJ beres.

Lalu dananya dari mana? Dari Kementerian Pendidikan apa dari Kementrian Perhubungan? Wah kalau ini belum tak pikirkan. Nanti coba pak menteri biar rembugan sama DPR. Kalau deadlock, kembali ke opsi pertama, peduli setan.

  • Belikan sepeda motor

Ini pilihan ketiga. Pilihan yang istilah penulis buku adalah beli putus. Jadi penerbit langsung membayar di muka ke penulis buku. Mau laku, mau ndak laku, mau best seller, penulis hanya dapat satu kali royalti di muka, selebihnya urusan penerbit. Jane iki ngomong omo to?

Kembali ke laptop. Kalau dibelikan sepeda motor, akan menimbulkan banyak masalah. Pertama, belum pernah ada sejarahnya, negara membelikan motor untuk siswa sekolah. Kalau sampai ini terjadi, DPR perlu membentuk angket pansus PT KAI. Kedua, si Romlah belum punya SIM. Jangankan SIM, KTP saja belum punya. Kok KTP, akta kelahiran saja mungkin belum punya, lawong ngurusnya ruwet banget. Pake dikorupsi lagi. Ketiga, motornya atas nama siapa? Romlah? Orang tuanya? Atas nama negara? Kalau atas nama negara, jadinya motor plat merah dong. Padahal PNS saja belum tentu dapat fasilitas motor. Ah ruwet pokoknya.

Kalau dibelikan sepeda ontel? Nah ini baru ide brilian. Di samping harganya murah, negara membelikan sepeda itu sedang booming. Raisa saja diberi sepeda, apalagi si Romlah, betul ndak?

Lo, jarak rumah ke sekolahnya kan jauh. Puluhan kilo. Masa mau disuruh naik sepeda ontel. Bisa gempor kaki si Romlah. Peduli setan, yang penting sepeda sudah dibelikan, urusan lain pikir sendiri. Yang penting, jangan lupa, LPJ-nya dibuat.

Nah betul kan? Masih pintar kita dibanding Jepang. Orang-orang Jepang yang katanya pintar-pintar itu ndak sampai kepikiran seperti kita. Mereka maunya yang penting semua rakyatnya sekolah. Urusan birokrasi, urusan dana, mana bisa mereka mikir.

3 alternatif itu yang akan saya ajukan ke DPR untuk mengatasi masalah si Romlah. Biar dibahas dan dibuatkan pansus. Kalau masih mentok juga, langsung saja kembali ke alternatif pertama. Peduli setan.

Sumber gambar: citylab.com
Sumber gambar: citylab.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun