Apakah kita lupa, akibat pilkada langsung banyak kabupaten kota yang "terbakar" karena tak puas dengan hasilnya. Berapa trilyun aset negeri yang hancur sia-sia karena "gengsi" kita untuk menjalankan pilkada langsung.
Besarnya pilkada langsung juga terlihat dari biaya yang harus dikeluarkan negara. Di saat APBN kita "yang lagi tidak sehat" kita masih terus "menghidupi" lembaga bentukan negara sebagai implikasi dari pilkada langsung. Lembaga seperti KPU, Bawaslu dan DKPP harus "dihidupi" tiap tahun melalui APBN, meski pekerjaan mereka sebenarnya hanya "temporer" saja. Belum lagi "sumbangsih" pemda yang harus "setor" biaya untuk menyukseskan agenda ini.Â
Semua anggaran dan "keretaka warga" ini bisa kita hilangkan dengan pilkada lewat DPRD. Hanya perlu sedikit perubahan regulasi, agar pilkada oleh DPRD lebih berkualitas dari pilkada model "tempo dulu". Bisa juga beberapa agenda pilkada langsung tetap disajikan dalam pilihan dewan. Debat publik calon kepala daerah atau pemaparan visi misi dilakukan terbuka lewat media lokal atau media lainnya.Â
Jika atas nama demokrasi dan kita berkoar pilkada oleh DPRD memasung hak rakyat, bagaimana kalau rakyat hanya disuguhkan satu calon kepala daerah saja?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H