Mohon tunggu...
Mbah Dharmodumadi Purwalodra
Mbah Dharmodumadi Purwalodra Mohon Tunggu... Dosen - Mati sa'jroning urip iku kudu dilakoni, kanggo ngunduh kamulyan.

Simbah mung arep nulis, sa' karepe simbah wae, ojo mbok protes. Sing penting, saiki wacanen ning ojo mbok lebokke ning jero dodo, yooo ?!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Mutasi Jabatan, Antara Kenikmatan dan Tantangan

19 September 2018   21:06 Diperbarui: 26 Oktober 2023   11:03 1772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu, di dalam hidup ini, kita dituntut untuk terus mencari kenikmatan. Seperti, makanan yang nikmat akan membuat kita merasa segar. Tidur yang nikmat akan mengisi tenaga kita kembali. Persahabatan dan percintaan yang nikmat akan mengisi hidup kita dengan warna-warni keindahan, dan seterusnya.   

Kenikmatan, seakan merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup manusia. Karena itu, Allah Swt, mengatakan 31 kali dalam QS Arrahman, "nikmat mana lagi yang kamu dustakan," Namun kenikmatan tidak bisa berdiri sendiri. 

Sebab, manusia itu multi dimensi. Dia pertama-tama hidup berdampingan dengan orang lain, terutama dengan sanak keluarga dan orang-orang dekatnya, lalu dengan masyarakat di mana ia tinggal.

Namun, paradoksnya adalah, apabila kita hanya menjadikan kenikmatan, kesenangan dan kemewahan menjadi tujuan hidup, maka kita tidak akan mampu mengenali diri kita sendiri. Kita juga tidak mampu membedakan mana alat dan mana tujuan hidup. 

Yang jelas, ketika kita selalu mengejar kesenangan, maka tingkat kesenanganpun semakin hari semakin meningkat, begitupun kenikmatan dan kemewahan. Sehingga, pada titik tertentu kenikmatan, kesenangan dan bahkan kemewahan yang kita harapkan, tidak mungkin akan kita peroleh lagi. Ujung-ujungnya adalah penderitaan yang berkepanjangan.

Jika ada sebagian kita, beranggapan bahwa sesuatu yang mendatangkan nikmat dan kesenangan dianggap sebagai hal yang baik, sehingga layak dikejar dalam hidup. Namun, jika sesuatu yang mendatangkan rasa sakit dianggap tidak baik, sehingga pantas untuk ditolak. 

Maka sikap semacam ini bukan hal yang baru dalam filsafat hidup manusia. Karena itu, para hedonis selalu menetapkan bahwa kenikmatan dan kesenangan sebagai ukuran yang baik. Hedonisme adalah pandangan yang menempatkan kenikmatan dan kesenangan sebagai tujuan, bahkan tujuan tertinggi dari hidup manusia.

Kembali pada pokok tulisan ini, bahwa apapun yang menjadikan kita menemukan hal-hal baru, baik itu berupa nikmat ataupun bukan, perlu kita jalani dengan sungguh-sungguh. Karena setiap hari, setiap waktu, adalah hal baru dalam hidup kita. 

Dengan begitu, peluang dan kesempatan yang tersembunyi dibalik perubahan-perubahan tersebut, tidak menjadikan kita apatis dan putus asa, tetapi justru akan membawa kita pada semangat yang tertinggi dalam hidup kita! Bukan begitu? Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 19 September 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun