Mohon tunggu...
Mbah Dharmodumadi
Mbah Dharmodumadi Mohon Tunggu... Dosen - Mbah Dharmodumadi / Wira Dharmadumadi Purwalodra adalah nama pena dari Muhammad Eko Purwanto

Simbah mung arep nulis, sa' karepe simbah wae, ojo mbok protes. Sing penting, saiki wacanen ning ojo mbok lebokke ning jero dodo, yooo ?!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Rasa Sakit Melilit Hidup Kita

30 September 2017   23:02 Diperbarui: 26 Oktober 2023   11:09 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Dok. Pribadi.

Oleh. Mbah Dharmodumadi Purwalodra

Beberapa hari ini seorang teman mengadukan rasa sakit hatinya kepada saya. Ia merasa tersakiti karena temannya yang dulu ia hormati, ia segani bahkan ia sanjung-sanjung, justru membuat dirinya sakit hati. Teman saya itu, baru saja menyadari dan mengizinkan dirinya sakit hati, lantaran ucapan-ucapan yang bernada bulian dari orang lain, yang notabene temannya sendiri. Ia menyadari bahwa bulian-bulian yang selama ini ia dengar dari teman-temannya itu, justru merendahkan harga dirinya. Ia merasa, seakan-akan keberadaan ditengah-tengah mereka tidak ada gunanya.

Istilah 'buli' adalah perbuatan mengasari orang yang lemah dengan tujuan atau maksud untuk menunjukkan kekuatan masing-masing. Hal ini secara tidak langsung, menjadikan mereka yang lemah itu mematuhi atau menghormati mereka yang kuat. Ada maksud lain yang menyatakan bahawa 'buli' merupakan tingkah laku agresif  dalam bentuk fisik atau psikologis,  yang dilakukan secara berulang kali dan bertujuan mendatangkan perasaan tidak nyaman kepada orang lain.

Pada awalnya bulian yang dirasakan oleh teman saya ini, hanyalah bernada candaan belaka. Namun, lama kelamaan, bulian itu berubah menjadi pembunuhan karakter, atau dalam arti meniadakan dirinya sebagai seorang manusia yang memiliki nama baik dan harga diri di hadapan publik. Pada saat ia, teman saya itu, merasa harga diri dan nama baiknya terbunuh, iapun mengizinkan dirinya sakit hati, dan berontak untuk melawannya. Namun, apalah daya, ia tak mampu melawannya, baik dengan kata-kata bulian balasan, maupun dengan cara-cara fisik. Akhirnya, yang tersisa hanya dirinya dan sakit hati ?!!

Sebenarnya rasa sakit merupakan bagian dari hidup kita, manusia, sehari-hari. Sejak kita terlahir di dunia, kita sudah langsung berjumpa dengan rasa sakit. Ibu yang melahirkan kita pun sudah akrab dengan rasa sakit. Dan, tidak mungkin kita, manusia, mampu menghindar dari rasa sakit itu.

Ketika rasa sakit tiba, maka tubuh dan pikiran kita langsung mengalaminya secara bersamaan. Ia bisa saja melukai perasaan dan fisik, sekaligus menggetarkan pikiran. Memang sih, ketika rasa sakit datang tanpa diundang, maka cemas dan khawatir juga ikut-ikutan menerkam ?!

Begitu pula, sebenarnya yang paling ditakuti manusia sebenarnya bukanlah kematian, melainkan proses menuju kematian. Rasa sakit disini adalah suatu kepastian. Orang kehilangan kemampuan panca inderanya, dan memasuki kekosongan dengan rasa sakit. Setelah itu, lenyap dan gelap.

Dalam kajian-kajian filsafat timur, penelitian tentang sumber dari rasa sakit, dan penderitaan yang mengikutinya, menjadi tema penting. Rasa sakit itu pasti. Namun, penderitaan itu selalu bisa dihindari. Ada dua sumber dasar penderitaan, yakni : Pertama adalah seseorang tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Orang ingin kenikmatan, tetapi justru mendapatkan kesakitan. Orang ingin rejeki lancar, tetapi justru bangkrut, ketika menjalankan usahanya. Sehingga, penderitaan dan rasa sakit muncul, pada saat keinginan bertentangan dengan kenyataan.

Sumber kedua adalah sisi lain dari sumber pertama, yakni ketika seseorang mendapatkan apa yang tidak diinginkan. Orang menginginkan menjadi A, tetapi justru mendapat B. Setiap orang pasti mengalami kedua sumber ini di dalam hidupnya. Yang membedakan hanyalah sikap kita, ketika dua hal ini terjadi.

Rasa sakit dan penderitaan bukanlah sesuatu yang mutlak, dan tak dapat diatasi. Orang hanya perlu melihat hakekat dari rasa sakit itu sebagaimana adanya, tanpa memberinya label ataupun penilaian apapun. Rasa sakit selalu merupakan bagian dari hidup. Orang yang berharap terbebas dari rasa sakit berarti mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin, dan justru semakin menderita, ketika rasa sakit tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun