Kita juga perlu mengetahui, bahwa keseimbangan hidup bukanlah keseimbangan matematis. Keseimbangan di dunia ini juga bukanlah suatu titik yang diam, seperti angka yang tak bernyawa, melainkan suatu gerak yang terus berubah, menari di dalam beragam ekstrem-ekstrem pilihan kehidupan. Keseimbangan di dalam hidup adalah keseimbangan yang terus berubah, mengikuti alur kehidupan yang juga senantiasa berubah. Ia mengalir gemulai di antara kepastian dan ketidakpastian, tanpa kehilangan sumbunya yang membuat ia teguh, sekaligus lentur.
Oleh karena itu, ketika keseimbangan ini merupakan suatu kesempurnaan, maka kesempurnaan inipun terus berubah, dari waktu ke waktu. Tidak ada kesempurnaan yang tidak bergerak. Sehingga, kesempurnaan itu merupakan titik kulminasi dari suatu keseimbangan antar kutub ekstrem, antara positip dan negatip. Di sinilah kita membutuhkan fleksibilitas, alias tidak kaku dalam memutuskan berbagai persoalan hidup.
Boleh jadi, kita sebagai manusia, memiliki sikap perfeksionist alias selalu mencari kesempurnaan dalam hal-hal tertentu, namun bersikap praktis pada hal-hal lainnya.  Hanya saja, ketika upaya mencari kesempurnaan ini dilakukan, tanpa memahami keseimbangan yang hidup di dalamnya, jelas kita akan mudah stress, depresi, dan perasaan takut yang berlebihan. Karena, selain keempurnaan itu terus berubah, juga hakekat hidup itu sendiri bukanlah proses ‘Mencari’ tapi proses untuk ‘Menemukan’ apa yang sempurna dalam diri kita sendiri ?! Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 24 Februari 2016.
Oleh. Dharmodumadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H