Kepekaan terhadap panggilan cinta ini bisa tergambar dalam lirik lagu Selimut Tetangga (Repvblik) dibawah ini, yang sebagian liriknya saya jadikan sebagai tulisan ini.
Bersabarlah sayang aku akan pulang. Jangan dengarkan gosip murahan tentang aku. Berjanjilah sayang ku slalu setia. Meski ku tak selalu di sampingmu.
Tak usah kau menangis meratapi aku. Tak perlu kau berfikir ku meninggalkanmu.
Mana mungkin selimut tetangga. Hangati tubuhku dalam kedinginan. Malam malam panjang setiap tidurku. Selalu kesepian.
Selanjutnya, bahwa panggilan cinta tidaklah dapat dimengerti melulu sebagai ketertarikan fisik ataupun spiritual terhadap orang lain, baik karena kecantikan ataupun kebaikan hatinya. Jika panggilan cinta (love appeal) melulu dipahami sebagai ketertarikan fisik ataupun spiritual, maka jika kualitas yang menarik itu hilang, cinta juga akan hilang. Kualitas yang terpetakan ini mungkin bisa berfungsi sebagai sebuah kriteria. Namun, saya tidak mencintai kriteria, saya mencintai orang. Jika orang yang saya cintai meninggal, saya tidak dapat membuat daftar kriteria sifat-sifat dan karakter dari orang yang saya cintai, dan kemudian saya mencari orang yang dapat menyesuaikan diri dengan kriteria itu, serta saya mencintainya dan merasakan kebahagiaan lagi.
Pada akhirnya, panggilan cinta juga memiliki sifat kreatif, yakni memberikan kesadaran, bahwa kita tidak lagi sendiri. Cinta menciptakan “ke-kita-an”, yakni suatu “keberadaan bersama” yang dialami secara sangat berbeda dengan berbagai jenis ke-kita-an lainnya. “Ke-kita-an” yang terbentuk di dalam cinta hanya dapat diekspresikan sebagai suatu bentuk kepenuhan diri, atau apa yang disebut sebagai kebahagiaan. Jadi, dari uraian diatas, hakekat relasi antar manusia itu lebih dominan mana ya, kebencian ataukah cinta ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 06 Desember 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H