Aku juga menyadari, bahwa dirimu adalah suatu realitas yang unik, yang tak dapat kukurung dalam harapan ataupun pikiran yang kumiliki. Dirimu adalah realitas yang nyata, yang tak dapat kuhindari dengan ilusi-ilusi harapan yang kumiliki tentangmu. Membayangkan bahwa dirimu bisa selalu sesuai dengan apa yang ku harapkan dan pikirkan adalah sebuah ilusi.
Mungkin, mudah bagiku untuk mencintai orang lain, selama orang lain itu tidak mengganggu hidupku, yang cukup jauh dariku, dan yang ada jarak untuk memisahkanku dengannya. Namun, itu bukanlah cinta. Itu hanya tawar menawar. Cinta yang sejati bisa terlihat, ketika aku bisa masuk ke dalam hidupmu tanpa jarak, tanpa rencana, dan kita bisa tetap saling mencintai.
Yang seringkali terjadi bahwa kedekatan kita seringkali menyesakkan. Perbedaan seringkali membuat kita selalu cemas, membuat rutinitas yang telah kita bangun menjadi hancur, dan harus terus kupikir ulang. Ketidakmampuan kita mengelola perbedaan secara tajam dalam hidup kita bisa membuat cinta berubah menjadi kebencian. Dalam arti ini, ternyata cinta dan kebencian hanyalah setipis benang. Bahkan cinta mengandaikan kemungkinan adanya kebencian di dalamnya. Tapi, sekarang bisa kutegaskan kembali, bahwa aku mampu menghapus Ketidak-Mungkinanku, Mencintaimu ?!
Mencintai bagiku adalah mencintai yang traumatis, yang tak terduga, dan yang mengancam kita dengan perbedaan yang ditawarkan. Cinta adalah komponen utama dalam pernikahan. Pernikahan yang mengharapkan adanya harmoni akan berujung pada kekecewaan yang mendalam. Justru di dalam pernikahan, kita perlu untuk siap pada yang tak terduga, tak tertebak, yang mengancam kita untuk mengubah segala hal yang kita pegang selama ini. Pernikahan adalah the real itu sendiri.
Di dalam pernikahan, mudah sekali untuk mencintai orang yang memberi kita kedamaian. Mudah sekali juga untuk mencintai orang yang memberikan kita kebahagiaan. Namun, realitas tidak seperti itu. Banyak pasangan berpisah, karena mereka tidak siap pada yang tak terduga, yang mungkin muncul di dalam hubungan mereka. Di dalam pernikahan, mencintai berarti mencintai “yang traumatis”.
Akhirnya, bukan cinta yang mengharapkan orang lain untuk bertindak sesuai keinginan kita, melainkan cinta yang berusaha untuk melampaui dirinya sendiri dengan mencintai orang lain yang seolah tak dapat kucintai. Dari titik inilah, aku berani menghapus ketidak-mungkinanku, Mencintaimu ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 16 Juli 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H