Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Idul Fitri 1441 H baru saja berlalu beberapa hari, suasananya belum masih terasa; ketika bertemu teman secara fisik dan virtual, ucapan "Mohon Maaf Lahir Bathin" yang pertama disampaikan, mungkin akan terus terjadi hingga beberapa minggu ke depan.
Itulah kita; itulah orang Indonesia, termasuk anda dan saya, selalu menggunakan momen dan suasana Hari Raya Keagamaan agar terjadi rekonsiliasi, pemulihan hubungan, Â kembali berdamai dan membangun perdamaian dengan sesama. Wajar, dan memang harus seperti itu.
Namun, selanjutanya, apa yang harus terjadi setelah hari-hari suasana Idul Fitri tersebut? Ya, setelah kehangatan berlebaran, juga sekaligus menghilangnya suasana pemulihan hubungan tersebut? Seharusnya tidak terjadi. Â Artinya, rekonsiliasi, pemulihan hubungan, Â berdamai dan membangun perdamaian dengan sesama tidak stop dan berhenti pada momen Idul Fitri, tapi terus menerus berlanjut; berlanjut bukan saja pada masa hari-hari raya, namun sepanjang hidup dan kehidupan.
Dengan demikian, misalnya pada konteks aktivitas di tempat kerja, yang seringkali penuh dengan intrik, beda pendapat, persaingan, dan sejenisnya, maka pemulihan hubungan ketika Idul Fitri, juga harus terjadi; dalam artian harus terjadi pemulihan hubungan dengan sesama rekan kerja. Atau, misalnya pada konteks interaksi antar anggota keluarga, pemulihan hubungan pada waktu Idul Fitri harus juga berlanjut terus dan menjadi gaya hidup baru.
Jadi, jika pada hari ini kita, anda dan saya, kembali ke/dalam aktivitas keseharian, seperti hari-hari sebelum Idul Fitri, maka kemenangan dan kekuatan yang didapat saat Puasa, yang berlanjut pada sukacita dan perdamaain saat Lebaran, patut mewarnai hidup dan kehidupan kita; ada warna-warni baru yang ditampilkan oleh anda dan saya ke/pada semua orang.
RETNO HARTATI - INDONESIA HARI INI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H