Mohon tunggu...
Mba Adhe Retno
Mba Adhe Retno Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

http://retnohartati.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terima Kasih Kompasiana karena Ada Topik dan Lomba Seputar Kependudukan

12 Oktober 2014   21:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:20 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semoga, tulisan-tulisan mengenai Kependudukan di Kompasiana, bisa menjadi masukan yang berharga untuk pemerintah yang akan datang; shingga tidak mengecilkan peran BKKBN.

Selain itu, karena di negeri ini, masih banyak perempuan yang terkurung dalam urusan haid, hamil, melahirkan, menyusui, merawat anak, urus rumah, dan hal lain yang ada hubungannya dengan anak-rumah-ranjang; bahkan ketika tak punya anak, maka rela diceraikan; ketika tidak sudah tak sexi dan manis, maka rela di madu; ketika mengidap penyakit, maka harus rela menjadi isteri yang tua, dan seterusnya, dan masih banyak lagi perlakuan tak beres dari laki-laki yang merugikan  serta merendahkan harkat dan martabat perempuan; maka melalui Program KB, akan terjadi penataan dan pengaturan rentang melahirkan dan berhentu melahirkan. Sehingga, Ibu atau isteri, tetap bisa merawat dan menjaga tampilan diri, sehingga tetap manis dan cantik untuk semua.

Lebih jauh lagi, dengan adanya rencana mempunyai "anak berapa atau berapa anak" sesuai sikon sosio-ekonmoi. maka ayah dan ibu, sekira bisa menanam nilai-nilai hidup dan kehidupan sejak dini kepada mereka.

Nilai atau value adalah ukuran (pada diri seseorang) tentang sesuatu (sikap, kata, situasi, dan lain lain) yang dapat (dan selalu atau sering kali) mempengaruhi perilakunya. Nilai selalu mempunyai kaitan dengan norma atau petunjuk-petunjuk agar mempunyai hidup serta berperilaku yang baik. Norma biasanya tidak tertulis namun berlaku dan disetujui secara umum. Sedangkan hidup dan kehidupan merupakan seluruh aspek yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya; dalam hubungannya dengan sesama dan Ilahi.

Jadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan keserluruhan tampilan diri, sikap, kata, perbuatan manusia sesuai sikonnya.  Nilai-nilai hidup dan kehidupan biasanya dipengaruhi oleh masukan-masukan dari luar diri(nya) sejak kecil; antara lain agama atau ajaran-ajaran agama, norma, kebiasan yang berlaku dalam komunitas, pendidikan formal dan informal, disiplin, latihan, bimbingan orang tua maupun guru, dan interaksi sosial, [sumber].

Lalu, kapan (dan juga di mana, bagaimana, dan seterusnya) kita, ayah-ibu, mulai menanan nilai-niali hidup dan kehidupan ke/pada putera/i kita!? atau membiarkan mereka bertumbuh apa adanya, serta membiarkan dipengaruhi oleh alam serta lingkungan, tanpa intervensi apa pun. Tentu saja, kita mempunyai banyak pola dan cara untuk menanamkan nilai-nilai hidup serta kehidupan ke/pada anak-anak kita.

Memulai Sejak Dini

Menyamaikan nilai-nilai hidup dan kehidupan sejak dini, awal, …; kapan waktu danmasa yang disebut sejak dini tersebut!? Sejak dini bisa berhubungan dengan usia,2,3, 4, 5 tahun; bisa juga dihubungkan dengan ketika sikecil manis dan ganteng kita mulai memahami makna bahas atau kata-kata ibu-ayah; dalam arti ketika ia mulai bertanya mengapa (harus) begini dan begitu. Itu bukan tanda sikecil kita mulai bawel dan cerewet, namun ada kekuatan dan keinginan kuat dalam dirinya untuk mau diisi oleh banyak hal. Oleh sebab itu, kita jadikan saat yang manis tersebut sebaik dan sebijak mungkin untuk mengisi dengan banyak hal demi pertumbuhan dan perkembagannya.

Mulai dari/di Rumah.

Menanam, menyamaikan, menumbuh-kembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan pada putera/i kita, merupakan suatu keharusan, yang dimulai sejak dini di rumah. Di sini, terjadi interaksi yang (hampir menyeluruh) dan untuh; misalnya pada waktu sarapan, makan siang, maupun makan malam; ketika nonton tv, sanai, dan lain sebagainya. Di rumah, bukan berarti hanya ketika di rumah, namun bisa terjadi ketika wisata ataupun piknik (piknik nyata maupun piknik abstrak).

Setelah Anda Melakukan Piknik Abstrak.

Oleh sebab itu, kita (ayah-ibu) perlu juga piknik abstrak ke dunia mereka (sikon mereka), dalam rangka (bukan mengikuti gaya kontemporer mereka), tapi memahami apa-apa yang terjadi sekitarnya, dan (berusaha) menemukan apa yang tak dan apa yang boleh, apa yang penting, dan apa pula yang lebih penting (ini bukan masalah haram-halalnya).

Dengan itu, bisa memberikan berbagai pertimbangan ketika atau seandainya mereka melakukan hal-hal atau bertindak, yang menurut kita, sudah melewati batas kewajaran. Tanpa memahami dunia mereka, maka kita (ayah-ibu) hanya bisa melarang, melarang, dan melarang, dan itu akan berdampak pada munculnya perlawanan (yang berupa silent perlawanan, reaktif, maupun pembangkangan).

Memberi kesempatan dan peluang belajar agama.

Mungking saja ayah-ibu merupakan orang yang agamis (umata beragama yang taat dan setia) dan sangat ketat dalam/ketika menjalankan ajaran-ajaran agama; kemudian dengan atas nama orang tua, kita perintahkan agar anak-anak pun seperti kita. Oke-oke saja, karena itu adalah hak kita sebagai orang tua. Akan tetapi, kita perlu juga ingat bahwa sesuatu atau apa-apa yang merupakan (datang dan muncul dari) paksaan dan keterpaksaan (biasanya) akan menimbulkan dampak yang tidak efektif, bahkan buruk. Ada baiknya juga, kita memberi kesempatan ke/pada anak-anak untuk belajar agama dari pengurus lembaga keagamaan tau orang-orang yang memang mempunyai kualitas untuk itu.

Oleh sebab itu, [agama atau ajaran-ajaran agama, biasanya bersifat mutlak karena berdasar iman tau percaya] bisa ditanam kepada mereka (anak-anak) dengan contoh dan teladan. Bukalah alam pikiran mereka dengan hal-hal yang bersifta universal, terbuka, kasih, saling memahami dna menerima yang ada pada agama; sehingga mereka (anak-anak) bisa melihat bahwa dirinya akan ada di antara orang banyak yang berbeda agama (yang bisa saja nilai-nilai hidup dan kehidupannya berbeda dengan dirinya). Dengan itu, ketika dewasa, ia/mereka tidak menjadi manusia yang kaku, intoleran, atau bahkan menjadi radikal, dan lain sebagainya.

Norma yang berlaku dalam komunitas.

Norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas biasanya bersifatwarisan bersama; artinya semua anggota komunitas menyetujui dan mempraktekkannya. Karena merupakan warisan bersama, maka hal itu terus-menerus diturunkan kepada generasi berikut; dan bisa dipakai sebagai salah satu indentitas bersama pada komunitas tersebut; dengan demikian, sampai kapan atau dimana pun ia berada, maka selalu mempertahankan nilai-nilai tersebut.  Sayangnya, banyak orang (karena ingin disebut modern), seringkali melupakan nilai-nilai luhur (yang telah ada dan merupakan warisan) tersebut. Akibatnya, tak sedikit generasi sekarang tidak tak tahu tentang hal-hal yang merupakan unsur-unsur budaya, bahasa, sejarah, bahkan falsafah hidup orang tua, leluhur, bahkan dar suku, sub-suku mereka.

Oleh sebab itu, menanam norma-norma pada diri anak-anak, agar (nantinya) menjadi salah satu unsur di/dalam nilai-bniali hidup dan kehidupannya, juaga merupak suatu keharusan. Bagaimana jika kita pun tak tahu!? ah … ayah-ibu bisa belajar dari orang lain; gampang khan

Displin diri.

Pada umumnya disiplin dan pendisplinan (terhadap seseorang, termasuk ke/pada anak-anak) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu paksaan dan teladan. Silahkan ayah-ibu pilih dan memilih yang mana.

[caption id="" align="aligncenter" width="234" caption="http://indonesiahariinidalamkata.com/"]

flowers-day-desi-glitters-1
flowers-day-desi-glitters-1
[/caption]

Selamat Untuk Para Pemenang; mari memperbaiki kualitas ibu Hamil dan Anak, serta generasi yang akan datang melalui Program KB.

Mba Retno Hartati Hudoyo/Jakarta Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun