Mohon tunggu...
MAZROATUN NASIKHAH
MAZROATUN NASIKHAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ney

Semangat selalu nih akuu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Jual Beli Borongan

10 Juni 2023   21:33 Diperbarui: 10 Juni 2023   21:37 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HUKUM JUAL BELI BORONGAN DALAM ISLAM

 

Muamalah secara Bahasa yaitu hubungan antar manusia, sedangan muamalah menurut istilah yaitu aturan dari Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya dengan cara yang baik dan halal. Jual Beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang atau benda yang mempunyai nilai yang terjadi antara dua orang atau lebih. Dengan ketentuan yang sudah dibenarka oleh syara' atau memenuhi persyaratan, rukun dan lain sebagainya yang berkaitan dengan jual beli, maka apabila syarat dan rukun tersebut tidak terpenuhi maka jual beli tersebut tidak sah.

Islam memberikan anjuran untuk melaksanakan jual beli agar manusia bisa saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan menghindara tolong menolong dalam berbuat keburukan. Anjuran tersebut juga tercantum dalam AL-Qur'an surah An-Nisa' ayat 29';

Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. an-Nisa: 29)

Penjelasan ayat tersebut adalah larangan memakan harta yang diperoleh dengan cara yang batil dan memperbolehkan melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan syarat saling ridho antara kedua belah pihak dan menerapkan prinsip-prinsip yang detatpkan oleh agama islam, prinsip dasar dalam jual beli yang ditetapkan oleh ajaran islam sama denan prinsip dasar menurut norma-norma islam yaitu kejujuran. Jual beli dalam pandangan islam ada tiga macam yaitu: 1) jual beli barang yang jelas (kelihatan barangnya), maksudnya kelihatan yaitu ketika proses transaksi jual beli dilaksanakan barang tersebut ada di depan mata. 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya, contoh jual beli online shop, meskipun barangnya tidak didepan mata namun ciri-cirinya dijelaskan bahkan ada beberapa akun yang mencamtumkan foto produk tersebut. 3) jual beli benda yang tidak ada, jual beli yang barangnya belum ada atau sifatnya belum ada seperti membeli kacang dalam tanah, membeli ikan dalam kolam belum jelas, dalam hukum Islam tidak diperbolehkan. Kecuali bagi orangorang tertentu yang mempunyai keahlian dalam menaksir, maka diperbolehkan.

Artinya: "Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu: Sesungguhnya Nabi telah melarang dari jual beli gharar (penipuan)." (Syekh Jalaluddin al-Mahally, Al-Mahally 'ala Minhji al Thlibn, Kediri: Pesantren Petuk.)

Gharar adalah salah satu bentuk transaksi jual beli yang didalamnya ada unsur ketidakpastian, seperti contoh membeli seekor burung yang ada diangkasa padahal belum tentu penjualnya bisa menangkap burung tersebut atau tidak. Nah bagaimana dengan permasalahan jual beli Borongan atau tumpukan? Jual beri barang Borongan atau tumpukan adalah jual beli buah yang masih ada dipohonnya dan belum dipetik atau jual beli barang yang masih bentuk tumpukkan, bahkan barang yang ada ditumpukkan juga belum diketaui kadarnya. Dalam fiqih islam istilah jual beli Borongan disebut dengan bai'u shabratin atau bai'u jazafin.

Dalam kitab Al-Majmu', dijelaskan pandangan tentang jual beli Borongan dari Imam Rafi'I dan Imam Nawawi;

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Artinya: "Pengembangan Masalah. Andaikan ada sebuah tumpukan barang di atas suatu tempat di bumi yang mana tempat tersebut ada bagian yang tinggi dan ada bagian yang turun dari permukaan (tidak rata), kemudian pembeli menawarkan tumpukan sebagaimana adanya tersebut, atau ada seseorang yang menawarkan bubur samin atau sejenisnya, sementara permukaannya ada bagian yang tipis dan ada pula bagian yang tebal, maka ada tiga kemungkinan hukum yang berlaku: (1) Pendapat yang paling shahih adalah pernyataan sahnya jual beli menyerupai jual beli barang ghaib dengan alasan tidak tercapainya pengetahuan dengan tepat. (2) Kepastian sahnya akad. (3) Kepastian batalnya akad. Pendapat ini merupakan pendapat yang lemah. Imam Al Rafii mengatakan: pendapat ketiga adalah pendapat yang lemah jika dibangsakan kepada pelaku berupa ahli tahqiq (ahli tebas). Alasan kita menyatakan sah adalah pada waktu khiyar, di sana terdapat upaya untuk memprediksi kadar tumpukan, atau dengan jalan memasukkan tangan ke dalam tumpukan tersebut untuk mengetahui kondisi tumpukan bagian bawahnya. Alasan kita menyatakan batal adalah apabila seorang hamba menjual suatu barang tumpukan, sementara pembeli mengira bahwa tumpukan tersebut berada di bumi yang rata, padahal ternyata di bawahnya terdapat bagian yang menonjol."

Jika dilihat dari pendapat Imam Nahrawi diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli tebasan itu diperbolehkan apabila memenuhi syarat seperti:

  • Takaran dan Harga sudah ditentukan diawal
  • Kondisi barang diketahui calon pembeli
  • Orang yang melakukan jual beli Borongan sudah terbiasa sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan atau kerugian yang terjadi pada proses transaksi
  • Karena kemungkinan benar atau salahnya pediksi terhadap barang dagangan maka jual beli Borongan juga disebut dengan jual beli barang ghaib.

Kesimpulan

Jika dilihat dari pendapat Imam Nawawi bahwa jual beli barang Borongan itu diperbolehkan jika barang dagangan diperlihatkan saat proses transaksi. Sehingga kondisi barang dapat diprediksi secara tidak langsung. Begitu juga dengan pendapat imam malik, Imam Malik memperbolehkan jual beli (ghaib) apabila masih aman, pendapat ini mengacu pada kebiasaan atau tradisi penduduk Madinah yang sering kali melakukan praktek jual beli yang serupa. Satu lagi pendapat dari Imam Abu Hanifah yang juga memperbolehkan praktek jual beli (ghaib) dengan syarat adanya kebebasan khiyar, yaitu jika proses transaksi jual beli barang sudah ada dihadapan pembei dan pembeli berhak menntukan apakah dia setuju dengan barang tersebut dan juga berhak membatalkan transaksi tersebut karena barang yang tidak sesuai, maka dengan begitu transaksi bisa dilanjutkan dan ada keridhoan dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli (ghaib). Pendapat terkahir dari Imam Syafi'I yang memperbolehkan jual beli tersebut dengan syarat barang yang sudah disifati namun tidak boleh untuk barang yang belum disifati...

Wallahu a'lam bi as-shawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun