Mohon tunggu...
Mazhend Hendrijanto
Mazhend Hendrijanto Mohon Tunggu... -

SangGURU yang selalu ingin menjadi GURU.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anakku, Setiap Kemenangan Butuh Kesabaran (Renungan tuk Anak Didikku)

26 September 2013   21:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:21 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13802072771847606206

Di suatu sore,  Anakku  datang kepadaku, kebetulan aku sedang membaca koran. “Ayah, ayah” kata  Anakku “Ada apa?” tanyaku “Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek, aku mau menyontek saja! aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung, aku ingin jajan terus! Aku capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati. Aku capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-temanku, sedangkan teman-temanku seenaknya saja bersikap kepada ku. Aku capek Ayah, aku capek menahan diri. Aku ingin seperti mereka. Mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis. Kemudian aku  hanya tersenyum dan mengelus kepala anakku sambil berkata ”Anakku ayo ikut Ayah, Ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu aku  menggandeng tangan  anakku. Kemudian kami menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang. Lalu anakku pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah”  Akupun hanya diam. Sampai akhirnya kami sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang. “Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sementara aku hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujarku, lalu  anakku pun ikut duduk di sampingku. ” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah…” ” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?” ” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu” ” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya Yah? Alhamdulillah” ” Nah, akhirnya kau mengerti” ” Mengerti apa? aku tidak mengerti” ” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi. Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga, dan akhirnya semuanya terbayar kan? Ada telaga yang sangat indah. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku” ” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ” ” Ayah tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat. Begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu. Tapi, ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri,, seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya. Maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang. Maka kau tau akhirnya kan?” ” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ” Akupun tersenyum sambil menatap wajah anak kesayanganku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun