Kendati dalam hal ini radikalisme humanis mempertanyakan premis-premis dengan berlandaskan bahwasanya pemilik ideologi radikalisme humanis tidak akan terbelenggu oleh suatu pemikiran tertentu dan terbuka pada segala jenis pemahaman dan pertanyaan-pertanyaan kendati pertanyaan tersebut absurd.Â
Akan tetapi mau tidak mau dan percaya tidak percaya, mereka yang berlandaskan hal ini mestilah bersikap bodo amat dan menjadi seperti anjing dalam puisi Chairil Anwar; dibuang dari kumpulannya.Â
Sebab bagaimanapun, masyarakat merupakan bentukan dari tradisi dan norma-norma, juga bentukan dari lembaga yang tidak kita ketahui apakah tradisi, norma, maupun lembaga tersebut benar atau tidaknya. Masyarakat kita cenderung mengikuti tanpa pernah bertanya hal tersebut.
Pengenggaman label sebagai kaum yang terdidik yang padahal hanya 'disekolahkan' maupun pengelompokan masyarakat akibat tradisi, nilai, dan bentukan lembaga bisa membuat kita menjadi satu dengan mereka bila tidak memiliki prinsip maupun ideologi.Â
Dan maka dari itu agar kita memiliki kemampuan untuk memisahkan diri, pemikiran radikalisme humanis cocok sebagai ajang penyadaran diri kita maupun masyarakat agar tidak terbelenggu pada kepercayaan-kepercayaan yang salah, melainkan kembali kepada apa yang sejatinya benar dan paling benar diantara pilihan-pilihan kebenaran yang lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI