Keterkucilan mental membawa kesenjangan kemanusiaan yang menuntun salah satunya berada pada tempat yang merasa superior serta tinggi, dan satunya lagi berada pada perasaan rendah dan bukan apa-apa. Kesenjangan tersebut tentu pada akhirnya menjadi belenggu yang merusak nilai dari pendidikan itu sendiri.
Adanya label pada lembaga pendidikan memiliki kecendrungan untuk membutakan akademisi terhadap 'label' tersebut, bukan kepada ilmu pengetahuan. Bahkan masyarakat akan menilai orang berdasarkan 'label' yang tertera maupun melekat, bukan kepada nilai dari orang itu sendiri. Baik kebutaan akademisi maupun masyarakat yang tidak lagi menatap pendidikan sebagai nilai atau value, akan membawa pada kehancuran.Â
Akademisi yang memiliki 'label' unggul akan memiliki gengsi yang tinggi dibandingkan dengan yang biasa-biasa saja, dan pandangan masyarakat kepada 'label' pendidikan tersebut akan membuat mereka memiliki harapan tinggi, dan ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, maka harapan tersebut menjelma cemoohan masyarakat kepada sang akademis, yang sekali lagi, menuntun kepada stress dan depresi.
Diskriminasi akan label pada lembaga pendidikan juga cenderung menuntun orang-orang menjadi orang yang sekolah (schooled), bukan terdidik  (educated). Ada perbedaan kata disana, yang tentu juga dibagi karena memiliki definisi yang berbeda. Sebab bahwasanya mereka yang sekolah, belum tentu terdidik.Â
Sekolah hanya menjadi ajang untuk membelenggu manusia dengan istilah 'cerdas' atau 'lebih pintar' dibandingkan yang lain, yang malah membuat manusia terbelenggu oleh lembaga pendidikan tersebut, sebab bagaimanapun lembaga pendidikan lah yang harus disalahkan sebab memproduksi kepastian; kepastian untuk sukses, kepastian intelektual, namun nyatanya hanya perbelengguan hati dan imajinasi.
Untuk menutup tulisan ini, kita dapat melihat bahwasanya sedari dulu kita telah sekolah selama 6 tahun saat SD, 6 tahun lagi dalam periode SMP dan SMA, dan kemudian kuliah selama 4 tahun. Akhir maupun hadiah dari sekolah tersebut adalah gelar, seolah lencana kepada dunia bahwa kita siap menjalani dunia, siap menghadapinya, walaupun pada akhirnya mereka yang sekolah dan tidak sama-sama terpontang-panting dalam kehidupan, kesusahan mencari kerja, dan merasa tidak berguna.
Buku ini sangat bagus, jika boleh menilai 4 dari 5. Banyak hal yang tidak bisa saya tulis karena banyak ide maupun gagasan yang diberikan Dr. Ivan Illich terhadap agama, pendidikan, dan kesejahteraan sosial sehingga saya sarankan untuk langsung membaca bukunya. Adapun saya membuat scope nya ke pendidikan, karena gagasannya tentang pendidikan lebih mudah masuk dan lebih-lebih, saya adalah orang pendidikan.
Sekian tulisan saya kepada buku Perayaan Kesadaran, Sebuah Panggilan Untuk Revolusi Institusional karya Ivan Illich. Adapun identitas bukunya jika anda ingin membacanya adalah sebagai berikut:
Judul   : Perayaan Kesadaran, Sebuah Panggilan Untuk Revolusi Institusional
Penulis : Ivan Illich
Penerjemah: Saut Pasaribu