Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Menalar Pendidikan Ilusional, Catatan Buku Perayaan Kesadaran Karya Ivan Illich

18 Januari 2024   18:28 Diperbarui: 18 Januari 2024   18:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menalar Pendidikan Ilusional, Catatan Buku Perayaan Kesadaran karya Ivan Illich

Sabtu kemarin pada akhirnya saya bisa menyelesaikan sebuah buku yang saya pinjam di perpustakaan, karya Ivan Illich, sebuah buku yang berjudul Perayaan Kesadaran, Sebuah Panggilan untuk Revolusi Institusional.

Saya tidak pernah mengenal Ivan Illich sebelumnya selain dari kawan saya, Wahyu Trisno Aji yang sempat menyinggung namanya ketika kami sedang berdiskusi. Ivan Illich juga sempat disinggung dalam kajian Fahrudin Faiz via Youtube, akan tetapi saya tidak dapat menyelesaikan kajian tersebut sehingga saya tidak benar-benar mengetahui siapa beliau, kecuali ingatan kata Fahrudin Faiz yang mengatakan bahwa Dr. Ivan Illich kerap melakukan kritisi terhadap institusi.

Maka dari itu, buku Perayaan Kesadaran merupakan  buku pertama karya Ivan Illich yang pernah saya baca, dan bukunya sangat bagus, diawali dengan kata pengantar dari Erich Fromm tentang radikalisme humanis serta catatan Ivan Illich yang mengaku bahwa esai-esainya dan makalah-makalah dalam buku ini ditentang oleh banyak pihak, namun pada akhirnya tetap ia kumpulkan menjadi buku.

Tujuan utama ia membuat tulisan-tulisan tersebut sebenarnya sederhana, sebab ia melihat bahwasanya institusi di zamannya, baik itu gereja dan pendidikan memiliki permasalahan yang malah membuat manusia terbelenggu oleh berhala-berhala atas nama 'akal sehat' yang menuntun manusia menuju kearah yang salah dan destruktif.

Keterbelengguan itu menciptakan permasalahan yang berdampak pada masa depan, yaitu hilangnya nilai dari pendidikan itu sendiri. Ivan Illich berargumen bahwasanya mereka yang putus sekolah jauh lebih tidak depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak putus sekolah. Bahkan mereka yang putus sekolah semenjak SD misalnya, tidak akan sedepresi mereka yang putus sekolah saat SMA.

Dalam sepemahaman saya dari bacaan tersebut; hal tersebut terjadi disebabkan karena mereka yang sekolah akan membawa gelar dalam diri mereka, dan gelar tersebutlah yang membuat mereka terbelenggu. 

Dalam kehidupan kita sekarang kita akan kerap menemukan orang-orang sarjana yang tidak mau memiliki pekerjaan yang rendah sebab merasa tinggi akan gelarnya. Bahkan banyak orang yang pada akhirnya menghilangkan gelarnya, terlebih kalau pekerjaan mereka tidak sesuai dengan gelar tersebut. Lembaga pendidikan pada akhirnya tidak mencetak manusia dengan output ilmu pengetahuan, melainkan gengsi; gengsi yang kemudian menyebabkan ketimpangan sosial.

Ivan Illich mempercayai bahwasanya dunia pendidikan telah tercampur kepada industrialisasi dan pemetaan yang menghancurkan. Standarisasi pendidikan yang meletakkan lembaga-lembaga pendidikan yang satu dengan lainnya, dengan akreditasi yang berbeda-beda telah membawa manusia pada ranah keterkucilan. 

Hal tersebut dapat kita lihat dari bagaimana dunia pendidikan menggembar-gemborkan dirinya yang 'panutan' atau juga memiliki label 'unggul'. Kendati hal tersebut baik dalam satu sisi, namun di sisi lain akan membuat mental mereka yang tidak sekolah, atau bahkan mereka yang tidak mendapatkan pendidikan serupa (yang bersekolah pada lembaga pendidikan yang biasa-biasa saja) menjadi minder dan meletakkan diri mereka pada tempat yang rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun