Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ikan Mujair Gondrong Berjanggut

22 September 2023   22:59 Diperbarui: 22 September 2023   23:02 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir tidak ada yang tidak mengenal Bento sebab ia memiliki rambut yang gondrong, suka merokok, dan memiliki janggut yang panjang pada dagunya. Bahkan sesekali ia akan menyalakan rokok dan berdiskusi dengan ikan-ikan lainnya yang akan nampak biasa saja jika bertemu dengan dirinya.

Bento adalah ikan mujair yang suka berdiskusi dan berbicara panjang lebar terkait segala sesuatu dan mencemooh hal-hal yang tidak sesuai dengan idenya. Pada suatu hari ia muncul ke permukaan dan bercengkrama dengan kodok terkait pencemaran lingkungan. Alfred, nama kodok itu, hanya bisa menyimak sembari berbunyi 'webek-webek' dan menangkap lalat dengan lidahnya yang panjang.

"Mereka yang membuang sampah ke sungai ini pastilah anak setan dan akan abadi didalam neraka! Sialan! Aku sudah bicara dengan banyak ikan di sungai ini namun mereka tiada peduli! sudah saatnya kita melakukan pemberontakan! Kita mesti melawan manusia-manusia itu dan menunjukkan siapa kita sebenarnya! Kalau ikan-ikan itu saja mau, kita bisa berkoalisi dengan ikan-ikan piranha dan buaya. Tapi sialan! Mereka tiada peduli! benar kata ikan Rusia itu, nampaknya perikanan sudah mati, aku lebih baik pindah sungai saja!"

"Webek...tapi kamu ikan mujair....webek.....bukan ikan salmon...webek"

"Apa bedanya aku dengan ikan salmon-salmon bodoh itu? Mereka tolol! Menempuh ribuan mil hanya untuk bertelur, melawan arus hanya untuk menjadi santapan beruang hutan! Kamu pikir aku sama dengan mereka? Jauuuh! Aku adalah ikan paling cerdas di sungai ini! tidak ada yang bisa mengalahkan aku dalam berdebat!"

"Webek...kamu memang pintar...webek...tapi asap rokokmu....webek...mengganggu lalat-lalatku! Webek!"

"Itulah mengapa kamu bodoh! Pikiranmu hanya makan dan kawin saja! coba lihat sekelilingmu! Sampah! Semua akan makin buruk ketika musim penghujan datang, semua sungai menjadi coklat dan kita nggak akan bisa lihat apa-apa! Tahu artinya? Manusia sedang mengangkangi kita! mereka mengira kita tidak bisa melawan mereka!"

Baca juga: Kita Semua Hari Ini

"Webek...jaga ucapanmu...webek..."

"Mengapa? Aku benar bukan? Kamu bahkan tidak tahu lalat-lalat itu pernah hinggap di mana, bisa jadi pada racun-racun yang dilempar manusia ke sekeliling sungai ini! bau tahu! Aku bahkan kesulitan mengambil napas ke permukaan"

"Apa arti kotor...webek...atau beracun?...webek...jika semua pada akhirnya...webek... hanya bisa kita makan! Webek! Orang-orang miskin...webek...seperti kita...webek...hanya bisa menerima...webek...kenyataan!"

"Itulah mengapa ikan-ikan dan penduduk sungai harus melakukan revolusi ke daratan! Kita harus tunjukkan ke mereka siapa kita! kita akan latihan! Buaya akan kita ajarkan untuk berdiri dengan dua kaki agar bisa berlari seperti manusia! Lintah akan kita ajarkan untuk bisa memanjat pohon agar menyerang manusia dari langit! Hidup ikan!"

"Webek...mengapa harus...webek...revolusi...webek!"

"Seperti kata ikan Vegetius! jika kita ingin perdamaian! Maka kita harus siap untuk berperang!"

"Webek....webek...webek...."

Percakapan itu masih kuingat sampai sekarang sehingga rasa kagumku kepada Bento sangat tinggi. Aku kerap mendengar gagasan-gagasannya, hinaan-hinaan dia kepada ikan-ikan lain yang tidak sesuai dengannya, juga tentunya mengutuk manusia yang membuang pampers-pampers bayi ke sungai dan membuatnya terkadang tidak berani keluar dari batu-batu karena takut terkena tahi.

Bento memang nyatanya menyukai kebersihan dan perfeksionis terkait makanan dan lingkungan, ia menghindari untuk memakan makanan yang kotor. Disaat lele-lele komplek berlomba-lomba untuk mendapatkan makanan dari anus bayi tersebut, juga ketika sungai sedang terlalu banyak lumut, Bento akan menyendiri. Namun kendati begitu, aku pernah bertanya mengapa ia merokok, berambut gondrong, dan berjanggut.

"Merokok artinya dewasa, berambut gondrong artinya kecintaan ikan kepada filsafat, dan berjanggut artinya bijaksana" ucapnya, menghembuskan rokoknya.

"Bagaimana mungkin gondrong artinya menjunjung tinggi filsafat?" tanya Badrun, seekor lele yang beberapa hari kemarin kehilangan setengah keluarganya akibat manusia ke sungai menggunakan alat setrum.

"Ya iyalah, dengan gondrong menandakan kita berpikir sampai tidak memperhatikan diri kita sendiri!"

"Lah! Ini kumisku panjang!" adu Badrun.

"Kumis bukan berarti kamu cerdas sepertiku! Itu artinya kamu sudah jadi om-om kampung! Kamu  juga tidak pernah membaca buku! Bacalah buku Sukrutus, dan Platipus, murid Sukritus. Kalau sudah paham, baca yang lainnya!"

Badrun hanya diam dan aku makin terkagum dengannya. Sukrutus! Ah! Sukrutus! Ia adalah seekor ikan pada zaman Romawi yang pandai seperti Bento. Namun Bento selamat! Tidak seperti Sukrutus yang dikorbankan masyarakatnya sendiri dan dihukum mati dengan dipaksa menelan kail besi tanpa umpan. Sukrutus hilang tanpa berita, banyak orang berkata bahwa Sukrutus telah menjadi santapan dan mainan anak-anak manusia tersebut, cerita yang lebih mengerikan mengatakan bahwa Sukrutus menjadi hidangan di pinggir jalan. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Sukrutus. Hanya saja muridnya, Platipus, menulis buku dengan judul 'Terbunuhnya Sukrutus' untuk mengenang gurunya tersebut.

Perkumpulan itu bubar dan aku menemani Bento sendirian. Ia menyalakan rokok dengan korek di tangan kananya, menghembuskan asap-asap itu, menggosok rambutnya yang gondrong dan menarik janggutnya sendiri. Bento malam itu merenung dan kembali menyumpahi manusia-manusia dan ikan-ikan di sungai tersebut yang tidak mau mendengarkannya.

Pada saat ia menghembuskan asap rokok untuk keenam kalinya, tepat dibawah sinar bulan purnama yang masuk melalui permukaan air; Bento melihat seekor cacing yang terombang-ambing oleh air sungai. Bento tertawa terbahak-bahak sebab bangga ia bisa menikmati makanan kesukaannya. Sebelum penghuni sungai mengetahui, Bento bergerak dengan cepat dan melahap cacing tersebut, mengunyah dan kemudian menelannya.

Dan saat itu juga, aku tidak pernah melihat Bento kembali. Ia telah menjelma Sukrutus yang sampai sekarang keberadaannya tidak diketahui.

Jumat, 22 September 2023, 11:36.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun