"Itulah mengapa ikan-ikan dan penduduk sungai harus melakukan revolusi ke daratan! Kita harus tunjukkan ke mereka siapa kita! kita akan latihan! Buaya akan kita ajarkan untuk berdiri dengan dua kaki agar bisa berlari seperti manusia! Lintah akan kita ajarkan untuk bisa memanjat pohon agar menyerang manusia dari langit! Hidup ikan!"
"Webek...mengapa harus...webek...revolusi...webek!"
"Seperti kata ikan Vegetius! jika kita ingin perdamaian! Maka kita harus siap untuk berperang!"
"Webek....webek...webek...."
Percakapan itu masih kuingat sampai sekarang sehingga rasa kagumku kepada Bento sangat tinggi. Aku kerap mendengar gagasan-gagasannya, hinaan-hinaan dia kepada ikan-ikan lain yang tidak sesuai dengannya, juga tentunya mengutuk manusia yang membuang pampers-pampers bayi ke sungai dan membuatnya terkadang tidak berani keluar dari batu-batu karena takut terkena tahi.
Bento memang nyatanya menyukai kebersihan dan perfeksionis terkait makanan dan lingkungan, ia menghindari untuk memakan makanan yang kotor. Disaat lele-lele komplek berlomba-lomba untuk mendapatkan makanan dari anus bayi tersebut, juga ketika sungai sedang terlalu banyak lumut, Bento akan menyendiri. Namun kendati begitu, aku pernah bertanya mengapa ia merokok, berambut gondrong, dan berjanggut.
"Merokok artinya dewasa, berambut gondrong artinya kecintaan ikan kepada filsafat, dan berjanggut artinya bijaksana" ucapnya, menghembuskan rokoknya.
"Bagaimana mungkin gondrong artinya menjunjung tinggi filsafat?" tanya Badrun, seekor lele yang beberapa hari kemarin kehilangan setengah keluarganya akibat manusia ke sungai menggunakan alat setrum.
"Ya iyalah, dengan gondrong menandakan kita berpikir sampai tidak memperhatikan diri kita sendiri!"
"Lah! Ini kumisku panjang!" adu Badrun.
"Kumis bukan berarti kamu cerdas sepertiku! Itu artinya kamu sudah jadi om-om kampung! Kamu  juga tidak pernah membaca buku! Bacalah buku Sukrutus, dan Platipus, murid Sukritus. Kalau sudah paham, baca yang lainnya!"