Punahnya Toko Buku: Menuju Dunia Artificial, Dapatkah Toko Buku Bertahan?
"Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi" Begitulah ucapan Tan Malaka bertahun-tahun silam dalam buku Madilognya, Â namun apakah quote ini akan relevan dengan zaman yang sekarang kita jalani?
Toko Buku Gunung Agung pada akhirnya tutup dan akan melakukan PHK massal kepada seluruh karyawannya di tahun ini, dan dalam hal ini, dunia pendidikan Indonesia sekali lagi terguncang karena rumah literasi mereka satu per satu berguguran. Lalu akankah Gramedia dan Toko Buku Airlangga akan tutup juga? Pertanyaan ini juga akan saya coba bahas dalam artikel kali ini.
Berbicara tentang Toko Buku Agung maka kita tidak akan terlepas dari bagaimana toko ini pernah menjadi legenda pada masanya. Bahkan setelah 70 tahun bertahan dan melewati zaman-zaman penuh pergolakan, tidak ada yang pernah menduga bahwa toko buku ini akan takluk jua, dan menjadi ancaman kepada toko buku yang lainnya.
Sebelum Toko Buku Agung tumbang, ada beberapa toko buku terkenal dan termasuk besar di Indonesia yang juga bertekuk lutut dihadapan waktu dan zaman, misalnya toko buku Kinokuniya yang berhenti beroperasi pada bulan April 2021, Togamas yang berhenti pada tahun 26 Juni 2022, dan toko buku Book and Beyond yang menutup gerai mereka pada bulan Mei 2023.
Jika kita menalar maka semua kehancuran toko buku ini bermuara pada hal yang sama; Covid-19. Sebab adanya wabah tersebut menyeret manusia menuju kehidupan yang baru dengan media sosial sebagai pemeran utama dan internet sebagai intinya.
Perubahan yang terjadi secara mendadak tapi masif tersebut telah membuat manusia dan seluruh industri, ekonomi, maupun pendidikan mau tidak mau melakukan adaptasi agar tidak mati. Namun sayang, selesainya virus mengintai Bumi pada akhirnya menyebabkan manusia memilih untuk hidup di zona nyaman serta tidak mau kembali kepada kehidupan sosial sebelumnya.
Nampak dunia online lebih memberikan manusia afeksi dibandingkan dunia nyata, kita semua memilih hidup pada dunia dimana kepura-puraan menjadi tradisi dibandingkan harus menghadapi hidup sebagai realita.
Akan tetapi bisnis adalah bisnis, dan kegagalan terbesar para toko buku tersebut adalah ketidakmampuan mereka beradaptasi dengan zaman. Adanya internet membuat buku lebih mudah digapai baik secara legal maupun ilegal dibandingkan dengan harus ke toko buku, sehingga hal ini kemudian menjadikan toko buku mesti menutupi biaya operasional mereka yang besar namun tidak dibarengi dengan pendapatan yang besar pula, akhirnya apa? Akhirnya, minimnya pendapatan membuat keuntungan-kerugian toko buku tersebut berat sebelah dan menghancurkan toko buku itu sendiri dalam segi finansial, hal yang pada akhirnya membuat toko buku harus mengamputasi gerai yang mereka miliki demi berjalannya industri.