Kau Bukan Istana Kaca
Kau bukan rumah dan istana yang megah
Bukan pula bangunan dengan kandelir dari kaca
Kau memang tidak semewah itu
Bahkan borokmu ada dimana-mana, dindingmu mengelupas kian harinya, dan rayap-rayap menggerogoti pintunya
Lantaimu tidak terbuat dari zamrud, namun aku suka memijakinya
Jendelamu kusam dan berdebu, namun aku suka melihat darinya
Plafonmu dipenuhi jejaring laba-laba namun aku suka bermain dengannya
Akulah sang pejalan yang terlalu lama bermain didepan rumah, sampai lupa bahwa rumah itu harus kurawat dan kujaga
Namun adakah waktu? Jika senja membuatku terlelap, dan pagi membuatku memiliki hasrat untuk berlalu
Dan pada akhirnya aku bangun waktu, namun apakah cukup untukmu?
Telah kucoba untuk tidak membuat borok itu bertambah, namun kurasa aku gagal.
Dan rayap-rayap yang menari diatas pintu kayumu, pedulikah ia dengan perasaanku?
Dan laba-laba yang bernyanyi diatas jejaring mereka, pedulikah ia dengan perasaanmu?
Akulah lelaki pejalan yang terlalu lama bermain diluar pintu, dan lupa seberapa berharga rumah yang aku tempati
Namun bagaimana aku bisa pulang, jikalau ada unggun yang harus kujaga
Dan jalan-jalan menuju pelataran rumahmu, masihkah ada?
Dan pintumu yang dimakan rayap, masihkah ia terbuka? Â
Kau tidak sempurna seperti istana-istana lain, namun hanya kamulah yang aku miliki
Jendelamu meretak, dindingmu mengelupas, dan pintumu berderit keras
Namun hanya kamulah yang aku miliki
Bila bilik rumahmu tidak lagi terbuka
Maka biarkan aku terlelap diatas rumput-rumput yang embunnya belum menguap
Akan kutatap bintang-bintang dengan bohlam mataku dan akan kukatakan pada gelap yang sunyi
'Kamu selalu ada, namun aku tidak pernah ada. Apakah bilik rumahmu ditempati pejalan lain sepertiku dan merawatmu lebih baik?'
Dan tentulah bintang terdiam sebagaimana ia diam
Kemudian ceritakanlah pada pagi bagaimana semua berlalu
Dan rindu-rindu yang kita titip diantara jendela waktu, akankah ia abadi?
Dan bagaimana jika ia tidak pernah abadi?
Memang kau bukan istana kaca.
Namun hanya kamulah yang aku miliki.
Maafkan aku.
Baca Juga :Â Ingatkah Saat Engkau Menjelma Gemintang Malam Itu?
Baca Juga :Â Setitik Embun Yang Ku Punya
Baca Juga :Â Ingatkah Saat Engkau Menjelma Bunga Sore Itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H