Ramadhan Sebagai Cermin Sifat Manusia
Kendati kita mempercayai Ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah dan diisi dengan banyak agenda-agenda spiritualitas yang membuat kita semakin dekat dengan-Nya. Namun banyak yang juga melupakan Ramadhan sebagai simbol-simbol kesuksesan bila kita menilik dari agenda tersebut.
Sebagai umat Muslim saya kadang merasa aneh dengan kuantitas tarawih malam pertama bila dibandingkan dengan tarawih malam kelima dan seterusnya. Pada malam pertama terjadi lonjakan jamaah hingga menjadi bershaf-shaf, namun pada malam-malam berikutnya semua itu hilang entah kemana.
Namun untungnya masjid tidak pernah sepi, hanya saja kejadian ini membuat saya merenung panjang dan mulai mengaitkannya dari satu hal ke lain hal. Misalnya saja bagi sebagian orang mungkin bulan Ramadhan sama seperti memacari perempuan; mereka hanya enak untuk dimiliki dan dizinahi, sementara sisanya adalah ampas sahaja.
Namun dari perenungan-perenungan yang saya lakukan, sebenarnya Ramadhan adalah bulan reflektif untuk kita dan sebenarnya kita selama ini bisa berkaca padanya.
Ramadhan yang kita laksanakan adalah representasi dari kita sendiri dalam menjalankan sesuatu, mari kita berpikir sejenak dan mengingat bagaimana kita akan menyambut Ramadhan, apa yang kita bayangkan dan rencanakan?
Tentu kita merencanakan banyak hal, kita menjejali diri kita dengan plan disertai komitmen dan harapan akan konsistensi bisa terjadi, kita berharap bisa menamatkan Al-Qur'an 30 Juz selama Ramadhan, kita berencana shalat tarawih tanpa ada bolong sedikitpun pada bulan Ramadhan, kita berencana menjauhi segala jenis kemaksiatan pada bulan suci ini.
Namun nyatanya ada berapa yang terlaksana? Pada awal memasuki bulan Ramadhan tentu kita akan bersemangat, raga kita diisi dengan kekuatan yang entah darimana, emosi kita meledak-ledak untuk menuntaskan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya.
Namun bagaimana dengan hari kelima dan seterusnya? Semua itu terasa pudar dan ambyar.
Kadang ketika saya melihat shaf-shaf yang kosong tersebut, bayangan akan representasi bulan Ramadhan dan sifat asli manusia semakin menguak. Kadang saya berpikir pula apakah saya sama atau tidak dengan mereka, apakah sebenarnya kita terlalu banyak omong dalam melakukan sesuatu hingga energi untuk mengimplementasikannya memudar juga?