Begitulah pagi ini dimulai, aku dengan sebuah kopi yang telah kuseruput, dengan laptop yang menyanyikan lagu-lagu Iwan Fals, dengan buku-buku berserakan diatas kasurku namun jarang aku baca.
Pagiku selalu dimulai dengan cara yang biasa, tidak ada masalah yang benar-benar berarti selain konflik diriku dengan diriku sendiri, yang mengatakan bahwa aku harus menyerah, dan kalau bisa, mati.
Ya, kerapkali ia muncul didepan diriku semabri berdiri dengan angkuh, ia kemudian akan memegang bahuku dan mendorongku ke tembok. Dan seperti biasa, matanya yang hitam akan menatap lurus kearah mataku.
"Menyerahlah!"
Aku menggeleng.
"Mengapa? Lihat dirimu, tidak ada perkembangan yang berarti, kamu hanya menjadi beban untuk keluargamu sendiri. Lihat! Kau lihat buku itu? Kemana buku itu selama ini? Bukankah buku seharusnya mengantarmu untuk membuka jendela dunia? Namun lihatlah dirimu sekarang, otakmu hanya ada pada kamar ini dan tidak pernah lebih dari itu! Kenapa kamu nggak mati saja?! Kenapa kamu harus ada, kenapa aku harus berada pada manusia lemah kayak kamu!"
Aku diam.
"NGOMONG! Kenapa kamu diam aja? Aku ada dihadapan kamu tolol! Aku ada dihadapan kamu sekarang! Lawan aku, pukul aku, kenapa?! Kamu takut? Kamu lemah, benar kan? Kamu tidak pernah benar-benar mampu untuk memilih, kamu tidak pernah benar-benar konsisten dalam melakukan sesuatu, kamu tidak ada bedanya dengan anjing yang hanya menggongong untuk mendapatkan makanan, atau mungkin kamu lebih rendah daripada itu, kamu bangsat! Kamu telah mati sebelum kamu dilahirkan" ia menghembuskan napasnya yang sepanas api ke wajahku, namun aku hanya diam. Mungkin ia benar, mungkin ia salah, aku tidak tahu. Sebab tidak ada referensi apakah dia benar atau tidak.
Namun dia begitu kuat, ia selalu muncul disaat aku berada pada tempat-tempat sepi, namun terkadang ia juga muncul disaat aku sedang bersosialisasi dengan banyak orang, ia akan berada pada pojokan atau kursi-kursi kosong, menungguku dengan tangan dagu ditopang oleh tangan kanan serta dilengkapi dengan wajah penuh kebosanan.
Sekarang ketika aku menulis ini, ia berada disampingku, ia menatap layar laptop milikku, namun ia diam, ia tidak berkomentar apapun lalu lenyap seperti embun.
Maafkan aku jika kamu harus berada dalam orang sepertiku, maafkan aku karena tidak sesuai apa yang kamu ekspektasikan, namun aku juga berusaha, walau pada akhirnya usahaku juga berakhir sia-sia.