Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pikiran Kita Seumpama Celana Dalam

9 Desember 2020   18:25 Diperbarui: 9 Desember 2020   18:33 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kamu adalah apa yang kamu pikirkan.

Kalimat itu sudah ada sejak dahulu dan menjadi best quote para motivator di dunia. Ia telah menyatu bersama angin-angin dan terbang diantara awan-awan Columbus, bisa jadi kalimat itu telah menjelajahi alam semesta dan menjadi best quote yang sama di dunia paralel.

Tapi kalimat ini memang benar adanya. Sebab kita akan membeli Pizza jika ingin memakan Pizza, kita akan pergi ke pantai jika kita memikirkan pantai. Bahkan dalam kasus remaja, kita akan mengajak balikan mantan jika dia selalu terngiang-ngiang di dalam pikiran.

Namun tentu saja pikiran kita terbatas. Kita tidak bisa mengungkapkan kata hanya dengan pikiran kita, bahkan untuk mengungkapkan rasa cinta, lidah atau tangan kita setidaknya bergerak untuk melakukannya.

Dari garis tersebut kita bisa mengambil satu tali bahwa pikiran dan perbuatan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan bila ingin mencapai apa yang telah di ekspektasikan.

Pikiran adalah ruh dan tindakan adalah raga. Kehilangan salah satunya telah menyebabkan terbunuhnya potensi umat manusia.  

Namun tentu saja, hal itu tidak selancar mengatakannya. Manusia adalah makhluk yang penuh ekspektasi dan cenderung berimajinasi daripada menuangkan hal-hal yang mereka ekspektasikan melalui aksi. Hal semacam ini (Seperti yang kita ketahui) telah menyebabkan banyaknya umat pengangguran di dunia. Dalam buku khilafah karangan Felix Siaw, ia membeberkan fakta bahwa kurang lebih 16 juta pengangguran lahir setiap tahunnya. Bagiku itu tentu berbahaya, sebab untuk apa aku kuliah jika pada akhirnya menjadi sarjana yang tidak berguna?

Pikiran kita, baik buruknya akan membawa kita kedalam lembah kenyataan. Pikiran yang penuh keburukan akan membawa kita kedalam keburukan, dan begitulah sebaliknya.

Lalu bagaimana cara untuk menghindarinya? Bagaimana cara terhindar dari keburukan-keburukan yang ada.

Sering kudengar pertanyaan itu, sering kutanyakan pada diriku sendiri kenapa dan bagaimana. Sampai aku menemukan sebuah fakta bahwa manusia adalah makhluk yang mudah terfokuskan.

Pikiran, hanya bisa dilawan dengan pikiran. Jadi caranya hanyalah dengan menemukan apa yang membuat anda terfokuskan. Bukankah ada banyak hal yang membuat kita terfokuskan? Lagu, masalah, kasus, pertanyaan, misteri, manusia memiliki banyak hal untuk difokuskan, dan setiap manusia bisa fokus terhadap hal yang berbeda-beda.

Inti agar terhindar dari keburukan sebenarnya terletak pada waktu. Faktanya, pikiran buruk datang kepada kita ketika ada waktu kosong (dan tempat kosong) bukan? Membunuh waktu kosong dan mengisinya dengan kegiatan adalah cara terbaik untuk dilakukan.

Pikiran, sebagaimana adanya akan menentukan kita akan menjadi apa dan siapa. Seorang raja akan menjadi raja bila ia memikirkan dirinya adalah raja. Gajah yang berukuran raksasa memikirkan singa sebagai bahaya, namun singa yang kecil, memikirkan gajah sebagai buruannya.

Dan pada pada akhirnya, kita adalah apa yang kita pikirkan. Masalah adalah masalah dalam pikiran anda, namun dalam pandangan manusia lainnya, masalah bisa jadi adalah berkah. 

Dan jika kita bayangkan sejenak, pikiran tidak jauh beda seperti celana dalam: hanya anda yang mengetahui warna celana dalam yang anda gunakan, bukan saya, bukan teman ataupun kerabat anda. Ingat, hanya anda.

Lalu sekarang, siapa anda dalam pikiran anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun