Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belum Ada Negara Hancur Gara-gara Lonte, tapi Banyak Negara Hancur karena "Agama"

28 November 2020   17:18 Diperbarui: 28 November 2020   17:27 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sangat menyayangkan kenapa Nikita Mirzani menyebut Habieb Rizieq Syihab sebagai seorang tukang obat, juga menyayangkan kenapa ulama sekaliber Maher suka menyebut kata-kata kasar dan semakin memperkeruh suasana. Saya pribadi jika disuruh memilih, masih  ragu apakah FPI harus dihapus atau tidak, karena di zaman yang penuh fitnah ini, serigala bisa jadi domba dan domba bisa jadi serigala.

Terkait dengan pertanyaan apakah negara bisa hancur karena lonte, jawabannya adalah: kenapa  tidak?

Pada kenyataannya lonte merusak tatanan manusia dan norma yang ada pada masyarakat. Pada skala kecil, kita bisa melihat dengan mata kepala kita sendiri bahwa tingkah laku masyarakat kita kepada lonte adalah penolakan karena merusak aturan yang ada.

Sementara di Amerika sendiri yang kita ketahui dimana letak pergaulan bebas beredar. Perempuan disana bahkan tidak ada yang mau dipanggil bitch walau mereka pernah melakukannya. Dari hal ini kita dapat mengambil asumsi bahwa lonte di skala yang kecil saja sudah merusak, apalagi jika pada skala yang lebih besar?

Saya percaya bahwa tidak satupun negara yang mau dipanggil negara lonte, atau bahasa kerennya; The Nation of Bitch. Negara punya marwah atau harga diri, dan lonte tentunya bukanlah suatu cara untuk mendapatkan harga diri.    

Namun jika anda masih tidak percaya, anda bisa membuat negara sendiri dengan lonte-lonte sebagai penduduknya. Lagipula, sinetron sebelah masih membutuhkan materi untuk adegan liang lahadnya.


Sekian dari saya dan terima kasih.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun