Kantor Wilayah Agama Jawa Timur dalam menyikapi peristiwa dan tertangkapnya MSAT terduga pelaku pelecehan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren Shidhiqqiyah Jombang, dalam waktu relatif singkat menyatakan bahwa izin operasional Pondok Pesantren Majma'al Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Jombang dicabut (7/7).
Pasca pernyataan ini, paling tidak selama 4 hari berikutnya para pemangku kepentingan, terutama pengelola pesantren dan orang tua/wali santri galau dan kebingungan. Untungnya tidak lama kemudian (11/7) Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai Ad Interim Menteri Agama menyatakan bahwa pencabutan izin pesantren dibatalkan.
Terlepas dari alasan apa yang mendasari keputusan Kanwil Agama Jawa Timur untuk mencabut izin operasional Pesantren, yang pasti implikasi dari pencabutan izin operasional satuan pendidikan tidaklah sederhana. Ada sekitar 1100 santri/peserta didik yang harus dicarikan satuan pendidikan lain yang bersedia dan dapat menampung peserta didik (pindahan) ini sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikannya, bahkan kelasnya.Â
Kalaupun satuan pendidikan tempat baru tersedia, masalah belum selesai. Masalah berikutnya adalah urusan adminisitrasi/migrasi data dan bahkan lebih rumit masalah transaksi akademik peserta didik terutama yang akan lulus dan komponen pendidikan lainnya.
Sanksi dan Pembinaan
Pesantren sebagai lembaga yang berhak menyelenggarakan satuan pendidikan formal atau nonformal, sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 ataupun Undang-undang Pesantren Nomor 18 Tahun 2019, juga beberapa Peraturan Menteri Agama, sudah seharusnya mendapatkan pembinaan dari Kementerian Agama, termasuk pemberian sanksi yang merupakan bagian dari bentuk pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan tujuan agar Pesantren dimaksud dapat sehat kembali dan dapat menyelenggarakan pendidikan sesuai ketentuan.
Pembinaan apa yang sebaiknya dilakukan? Kemenag dapat melakukan langkah-langkah berikut.Â
Pertama, pemberian sanksi larangan untuk menerima peserta didik baru tahun ajaran 2022/2023, paling tidak selama satu tahun.
Kedua, tidak memberikan dana bantuan operasional minimal untuk peserta didik baru yang sekaligus sebagai penguatan penerapan langkah pembinaan Pertama.Â
Ketiga, menginvestigasi dan melakukan pembinaan kepada tenaga pendidik dan kependidikan khususnya yang terlibat. Untuk langkah ini bisa mengadopsi/memedomani Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.