Mohon tunggu...
Widyo
Widyo Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

ASN Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islamophobia: Antara Trumph dan Wilders

27 Agustus 2016   17:55 Diperbarui: 27 Agustus 2016   18:36 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wilder sang calon PM Belanda

Setelah agak reda dengan Donald Trump dengan anti Islamnya, kini dari belahan bumi yang lain muncul lagi tokoh kontroversial, walau stok lama, yaitu Geert Wilders, calon terkuat Perdana Menteri (Ketua Partai Kebebasan). Kita tentu masih ingat "Fitna", yang juga telah mempopulerkannya. Apabila terpilih Wilders bersumpah (zweren) - lebih tinggi dari sekadar janji (belofte) - akan menutup semua tempat ibadah atau masjid di seluruh Belanda dan melarang pembacaan Al Quran. Itulah yang disampaikan di setiap kampanyenya.

Menurutnya, Belanda wajib mencegah penyebaran pengaruh agama Islam di dalam negeri. Wilders bahkan menyamakan Al Quran, kitab suci umat Islam dengan buku 'Mein Kampf' karangan Diktator Nazi Adolf Hitler. Wilders juga akan akan menutup pintu perbatasan dan kalau bisa keluar dari Uni Eropa agar tidak perlu menerima kedatangan para imigran Muslim.

Dia juga akan menutup semua sekolah Islam dan pusat pencari suaka (asylum centers). "Hebatnya", walau sangat jelas Islamophobia akut, dia tetap diunggulkan atau berada di urutan teratas dalam setiap jajak pendapat.

Geert Wilders, seorang Katolik Roma, lahir 6 September 1963 adalah seorang politikus Belanda dan pendiri dan pemimpin Partai Kebebasan (Partij voor de Vrijheid. Wilders cepat dikenal karena kritiknya terhadap Islam. Pandangannya menjadikannya sebagai tokoh kontroversial di Belanda dan di luar negeri, dan sejak tahun 2004 ia menerima perlindungan pribadi permanen dengan bersenjata pengawal.

Karirnya dimulai sebagai penulis pidato untuk Partai (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie - VVD), dan kemudian menjabat sebagai asisten parlemen darii tahun 1990 sampai dengan 1998. Dia terpilih menjadi dewan kota Utrecht pada tahun 1996, dan kemudian ke DPR. Dengan alasan perbedaan yang tak terdamaikan alih posisi partai pada aksesi Turki ke Uni Eropa, ia meninggalkan VVD pada tahun 2004 untuk membentuk partainya sendiri, Partai untuk Kebebasan.

Kita tunggu saja, dan bagaimana sikap politik kita nanti bila Wilders benar-benar terpilih.

Stop kerja sama pendidikan dan atau beasiswa.. dll

Sumber: www.okezone.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun