[caption caption="Apa itu kepemimpinan transformasional dan bagaimana mewujudkan"][/caption]
Â
Kata ’kepemimpinan’ memiliki banyak definisi atau arti, karena setiap orang memiliki perspektif yang berbeda dan kondisi yang berbeda pula. Tetapi sebagian besar sepakat bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses. Proses mempengaruhi secara sosial yang dijalankan seseorang secara sengaja kepada orang lain untuk mencapai tujuan, dan setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam melakukannya.
Kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat penting, karena keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan. Karena dengan kepemimpinan yang berkualitas sebuah organisasi akan dapat meningkatkan kinerja, pengetahuan dan bahkan kompetensi, motivasi, dan pada gilirannya kepuasan kerja. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini pada dasarnya ingin mengungkapkan arti penting kepemimpinan dan faktor-faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhinya. Bagaimana cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi disebut gaya kepemimpinan.
Â
Gaya Kepemimpinan
Kurt Lewin*) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara dan pendekatan dalam memberikan pengarahan, melaksanakan rencana dan memotivasi orang. Selanjutnya dinyatakan, bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang nampak dari seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan dalam mencapai sasaran organisasi. Knezevich*) mengartikan gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku (pattern) dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang seorang pemimpin.
Allen*) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang tepat adalah gaya yang menyatukan tiga dimensi situasional, yaitu:
- hubungan pimpinan dengan anggota, yaitu sejauh mana pimpinan dapat diterima oleh bawahannya yang diukur dari rasa hormat, keyakinan dan kepercayaan kepada pimpinan,
- struktur tugas, apakah terstruktur dengan baik, tidak terstruktur atau diantaranya, dan
- posisi kekuasaan yang berkaitan dengan keabsahan dan kekuatan.
Â
Bentuk-bentuk Gaya Kepemimpinan
Seiring dengan otonomi yang luas di perguruan tinggi dikaitkan dengan bentuk-bentuk atau gaya kepemimpinan dalam ranah pendidikan, beberapa penelitian telah dilakukan. Douglas Ihrke*) mengemukakan banyak contoh gaya kepemimpinan yang paling banyak diterapkan di organisasi perguruan tinggi yang sehat, antara lain gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional.
Â
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mentransformasi dan memotivasi pengikut yang membuat mereka mampu dan bersedia mencapai sasaran bahkan melampaui kepentingan pribadinya. Bagaimana menurut para ahli?
Konsep tentang gaya kepemimpinan transformasional dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan maupun praktek di lapangan cukup beragam. Konsep pemimpin transformatif dari beberapa ahli menyatakan bahwa seorang pemimpin transformatif memiliki kemampuan menyelami jiwa para bawahan dan karena itu dia sanggup melakukan transformasi nilai dan lainnya. Konsep tersebut dimodifikasi oleh para pengarang seperti Burns*), orang yang pertama kali mengusulkan bahwa kepemimpinan transformatif merepresentasikan transendensi kepentingan diri oleh pemimpin dan para karyawan.
Menurut Burns, para pemimpin transformatif mampu memastikan para bawahannya akan pentingnya berbagi tujuan dan nilai-nilai organisasi. Mereka juga menemukan cara-cara untuk memastikan bahwa bawahannya akan mengetahui cara mencapai tujuan-tujuan ini. Para pemimpin transformatif memotivasi bawahannya untuk melampaui kepentingan dirinya sendiri dan berupaya keras atas nama kepentingan organisasi untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi.
Â
Apakah Bill Gates seorang transformasional leader?
Apakah Mahatma Gandhi?
Apakah Saddam Husein seorang transformasional leader?
Bagaimana dengan Nelson Mandela?
Â
[caption caption="Mereka Pemimpin Transformasional?"]
Â
Para peneliti sepakat bahwa kepemimpinan transformasional terkait erat dengan etika dan moral, sehingga seorang pemimpin transformasional harus diukur seberapa jauh pemimpin tersebut memiliki karakter yang sesuai etika dan moral yang berlaku termasuk misi dan atau program yang dijalankan.
Bass*) dan koleganya mengindentifikasi empat faktor yang mewakili komponen-komponen perilaku kepemimpinan transformatif, yaitu:
- pengaruh yang diidealisasikan melalui sifat-sifat dan perilaku;
- motivasi inspirasional;
- stimulasi intelektual; dan
- perhatian yang diindividualisasikan.
Sifat-sifat pengaruh yang diidealisasikan muncul ketika para karyawan mengidentifikasi dan berusaha menandingi para pemimpinnya yang dipercaya dan dilihat sebagai orang yang memiliki misi dan visi yang dapat dicapai. Perilaku pengaruh yang diidealisasikan merujuk kepada perilaku pemimpin yang berakibat pada bawahannya untuk mengidentifikasi para pemimpinnya dan ingin berusaha sepertinya dan bahkan lebih baik.
Motivasi inspirasional berhubungan dengan pengaruh yang diidealisasikan. Ini mengimplikasikan bahwa para pemimpin memiliki cara untuk memotivasi dan menginspirasikan bawahannya dan orang-orang di sekitarnya dengan memberikan makna dan tantangan pada pekerjaannya.
Stimulasi intelektual muncul ketika para pemimpin mendorong bawahannya untuk menjadi kreatif dan inovatif dengan mempertanyakan asumsi-asumsi, mengkonstruksikan kembali permasalahan-permasalahan, dan mencari solusi dengan cara-cara yang baru.
Perhatian individual muncul ketika para pemimpin menghubungkan para pengikutnya secara personal untuk memahami tujuan-tujuan dan mengembangkan keterampilan atau keahlian. Para pemimpin memperlihatkan ciri perhatian individu masing-masing bawahan sebagai seorang individu dan memberi perhatian pada kebutuhan-kebutuhan unik, serta kemampuan yang harus dikembangkan. Mereka juga memperhatikan perkembangan individu dan pertumbuhan kebutuhan-kebutuhannya. Para pemimpin yang memperlihatkan perhatian yang diindividualisasikan adalah pelatih dan penyelia.
Secara umum pemimpin transformasional menampakkan motivasi inspiratifnya dengan cara mengartikulasikan harapan-harapan tinggi kepada para bawahannya. Mereka mengkomunikasikan isu-isu penting dengan cara sangat sederhana dan menggunakan simbol-simbol agar fokus dalam pencapaian kinerja. Mereka juga memperlihatkan determinasi-diri dan komitmen kepada pencapaian tujuan-tujuan dan menghadirkan pandangan masa depan yang optimistik dan bisa dicapai.
Â
[caption caption="How Transformational Leadership Work"]
Â
Â
Yukl*) mendefinisikan kepemimpinan transformatif sebagai proses yang mempengaruhi perubahan-perubahan utama dalam sikap-sikap dan asumsi-asumsi para anggota organisasi dan membangun komitmen untuk misi dan tujuan-tujuan organisasi. Para pemimpin transformatif "meneriakkan" gagasan-gagasan ideal yang sangat tinggi dan nilai-nilai moral kepada para pengikutnya, dan memacu untuk bekerja semaksimal mungkin dan bertindak atas nama kepentingan organisasi.
Bass dan Avolio*) menegaskan bahwa para pemimpin transformatif menginspirasikan para bawahan dengan sebuah misi yang bisa dikerjakan melalui kerja ekstra personal, lalu memotivasi para karyawannya untuk mencapai dari yang mereka pikir akan dicapai. Para pemimpin transformatif memiliki kemampuan untuk memotivasi para bawahannya untuk bersedia dengan sukarela melakukan pekerjaan melampaui harapan-harapan melalui 3 (tiga) cara yaitu:
- Pertama, menimbulkan tingkat kesadaran akan tujuan organisasi dan cara mencapainya.
- Kedua, mendorong rekan sekerja untuk menempatkan tujuan organisasi di atas kepentingannya sendiri.
- Ketiga, memuaskan dan menstimulasi kebutuhan-kebutuhan orang-orangnya ke tingkat yang lebih tinggi.
Untuk mencapai hasil-hasil ini, para pemimpin transformasional harus memiliki dan memperlihatkan empat karakteristik yakni:
- pengaruh yang diidealisasikan atau karisma,
- motivasi inspiratif dan stimulasi intelektual, dan
- perhatian individu.
Para pemimpin memperlihatkan pengaruh yang diidealisasikan atau karisma, memiliki visi, pengaruh yang kuat, dan sebuah misi. Mereka juga menanamkan kebanggaan dan kehormatan kepada bawahannya. Para karyawan memiliki tingkat kepercayaan dan rasa percaya diri yang tinggi, cenderung mengadopsi visi mereka, berusaha mengidentifikasi dengan mereka, dan mengembangkan rasa loyalitas yang kuat kepada mereka. Ketika seorang pemimpin menyarankan bawahannya untuk memberikan solusi-solusi alternatif pada masalah-masalah dan menantang asumsi yang ada maka dia telah memberikan stimulasi intelektual.
Seorang pemimpin yang kharismatik tidak mengambil otoritas dan legitimasasi kepemimpinannya dari peraturan, posisi atau tradisi, namun dari keyakinan dan kepercayaan para karyawannya. Kekuasaan bersifat personal, dapat memberi keberanian, tantangan-tantangan kepada bawahannya untuk menjadi inovatif dan kreatif dengan memberikan stimulasi intelektual.
Lebih lanjut Bass menyatakan salah satu hubungan relasional para pemimpin transformasional dan para karyawannya dikarakteristikan oleh kebanggaan dan kehormatan. Bawahan seringkali mengembangkan tingkat kepercayaan yang tinggi dan percaya diri pada pemimpin dan bangga mengidentifikasi diri mereka dan mengembangkan rasa loyalitas yang tinggi padanya. Oleh karena itu para pemimpin transformasional tidak meletakkan dirinya pada peraturan, posisi atau undang-undang untuk melegitimasi kepemimpinannya.
Mereka menentang status quo dan memberi keberanian kepada para karyawan untuk mengeksplorasi cara-cara baru dalam mencapai tujuan-tujuan dan maksud-maksud organisasi. Para bawahan di bawah kepemimpinan semacam itu tidak akan ragu-ragu memberikan gagasan-gagasan mereka, kritis dalam menyelesaikan permasalahan dan cenderung memacu proses pemikiran.
Perguruan tinggi yang identik dengan budaya akademik dan institusi para intelektual yang mewakili jenjang pendidikan tertinggi, dan tempatnya kelompok orang-orang yang berpikir, tentu sangat cocok mengembangkan gaya kepemimpinan ini, yang sekaligus dapat menjadi laboratorium budaya organisasi khususnya gaya kepemimpinan.
Â
[caption caption="Transformational Leadership Factor www.douglaswbush.com "]
Â
Kepemimpinan Transaksional
Bass*) menyebut kepemimpinan transaksional sebagai sebuah hubungan pertukaran antara pemimpin dan bawahan. Teori kepemimpinan transaksional berdasarkan pada teori pendidikan sosial dan pertukaran sosial, yakni teori yang mengakui sifat timbal-balik kepemimpinan. Teori ini juga berdasarkan pada kenyataan bahwa kepemimpinan tidak harus menetap dalam diri seorang individu atau situasi namun muncul dalam interaksi sosial antara atasan dan bawahan.
Bass dan Avolio*) menggambarkan kepemimpinan transaksional dari dua karakteristik, yaitu penggunaan hadiah-hadiah atau imbalan dan manajemen dengan pengecualian (management by exception). Mereka menjanjikan imbalan yang akan diberikan kepada bawahannya nanti jika mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati.
Bawahan akan mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah atau tugas pimpinan. Dengan membuat dan memenuhi janji-janji imbalan atau penghargaan, memberi tambahan dan kemajuan bagi para karyawan yang bekerja dengan baik, maka pemimpin transaksional juga mampu melakukan sesuatu dengan baik. Oleh karena itu Bass berpendapat bahwa seorang pemimpin transaksional dapat juga menginspirasikan tingkat keterlibatan yang layak, loyalitas, komitmen dan pekerjaan yang baik dari para bawahannya.
Komponen-komponen tipe kepemimpinan ini juga disampaikan oleh Burns yang menilai bahwa kepemimpinan transaksional sebagai sebuah pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Tetapi Burns mengartikan lebih luas mencakup komponen ’contingent reward’ yaitu kejelasan mengenai pekerjaan yang diminta untuk mendapatkan imbalan dan insentif untuk mempengaruhi motivasi.
Komponen lainnya adalah management by exception yang terdiri atas active management by exception yang muncul ketika seorang pemimpin memantau para karyawannya untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dan melakukan perbaikan. Sedangkan pasive management by exception yaitu seorang pemimpin yang hanya mengintervensi jika telah terjadi kesalahan.
Â
[caption caption="Paradigma Transformasional Vs Transaksional"]
Â
Kepemimpinan transformasional dan transaksional digambarkan sebagai para pemimpin yang secara aktif mengintervensi dan berusaha mencegah masalah-masalah. Namun terlihat cukup jelas perbedaaanya. Pemimpin transformasional sumber kekuatannya adalah kompetensi dan atau karakter yang melekat di dalam dirinya, bukan posisinya, atau jabatannya sebagaimana pemimpin transaksional. Lihat tabel di atas.
Ketika meneliti dua bentuk kepemimpinan aktif ini, ada bentuk kepemimpinan lain yang tidak masuk kedua karakteristik 2 kepemimpinan di atas, yakni kepemimpinan laissez-faire.
Â
Kepemimpinan Laissez-Faire
Deluga*) menggambarkan pemimpin laissez-faire sebagai pemimpin yang sangat pasif yang jarang mempengaruhi bawahan, membuat keputusan atau memberi petunjuk. Pemimpin semacam itu umumnya tidak mengetahui apabila dirinya belum melakukan sesuatu, menahan diri dari berpartisipasi dalam kelompok, atau membuat keputusan individu lalu memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan untuk melakukan atau melepaskan tanggung jawabnya. Dalam pengertian ini, tipe kepemimpinan yang sangat pasif ini mengindikasikan tidak adanya kepemimpinan.
Apapun bentuk atau karakteristik kepemimpinan yang ada, pada dasarnya kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi, sehingga pengikut atau bawahan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Â
Bagaimana Mewujudkan Kepemimpinan Tranformasional
Lebih praktis Kouzes & Posner*) menyatakan ada 5 Kunci Mewujudkan Kepemimpinan Transformasional.
- Challenging: Para pemimpin yang efektif adalah pelopor. Mereka terus mencari peluang baru untuk melakukan apa yang belum pernah dilakukan dan tidak puas hanya untuk mempertahankan status quo.
- Inspiring: Pemimpin transformasional bervisi masa depan dan mengartikulasikan visi misi ke para staf/pengikut. Bahkan, visi ke depan adalah satu karakter paling penting. Diawali dengan membayangkan masa depan untuk diri sendiri dan kemudian mendapatkan orang lain di sekitar Anda untuk berbagi dalam capaian Anda.
- Enabling: Keunggulan atau kapasitas individu dan organisasi akan tumbuh ketika orang melakukan sesuatu karena mereka ingin, dan bukan karena mereka harus. Ketika orang percaya bahwa mereka tidak penting, mereka merasa lemah dan tidak diperlukan. Pemimpin transformasional mencapai hal-hal besar dengan memungkinkan orang lain untuk mengambil bagian dan tanggung jawab untuk keberhasilan organisasi mereka.
- Modelling: Pemimpin transformasional menetapkan prinsip kepada pengikut (termasuk rekan-rekan, kolega, dan keluarga) bahwa tujuan organisasi harus dikejar. Mereka menciptakan standar keunggulan dan kemudian menjadi contoh bagi orang lain untuk mengikutinya.
- Encouraging: Pemimpin transformasional membantu orang lain percaya diri dengan mengakui dan menunjukkan penghargaan untuk prestasi mereka.
Â
Note:
*) Serial Tesis_Disertasi. Sedikit modifikasi tesis tahun 2003. Catatan kaki dihilangkan
**) Semoga bermanfaat untuk adik-adik/teman-teman yang sedang menyusun Tesis atau Disertasi.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H