Kompasiana.com - Namanya Feby Eki Prasetyo. Pria kelahiran Bandar Lampung, 23 Februari 2000 ini, di usianya yang masih muda telah mengalami jatuh bangun kehidupan. Lahir di Pulau Bacan, Fepto (Tyo), demikian panggilannya, saat ini dikenal sebagai seorang young entrepreneur, public speaker, dan startup enthusiast.
Sebagai young entrepreneur, ia tercatat sebagai founder finger payment and ring payment dan founder game application development acceleration. Melalui tangan kreatifnya, aplikasi yang diluncurkannya tersebut berhasil mendapatkan 1 juta downloader hanya dalam waktu 5 bulan.
Pemilik akun IG @mr.fepto ini mengatakan, jauh sebelum dirinya merengkuh kesuksesan, Fepto mulai mengenal dunia digital sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. "Waktu itu saya diberi 1 unit laptop oleh papa saya. Saya mulai menggunakan internet, meski awalnya hanya untuk bermain game saja," ucapnya.
Namun takdir kemudian mengharuskannya untuk bisa hidup mandiri karena keretakan rumah tangga orang tuanya. Diakuinya, itu terjadi saat ia duduk di kelas 6 SD. "Saya berpikir pokoknya saya harus bisa hidup mandiri. Ingin sekali rasanya bisa membahagiakan mama," sebutnya.
Masuk SMP ia pun mewujudkan harapannya. Fepto mulai berbisnis saldo game dan kripto. Hasilnya, dia sudah bisa mandiri dan bisa mengisi paket internet sendiri tanpa meminta ke orang tua. Berbisnis kuota ini bahkan dijalankannya hingga masuk ke bangku SMK.
Nah, di saat SMK itulah Fepto semakin mantap mengasah skill oprek-opreknya untuk diimplementasikan ke salah satu provider. Hasilnya memuaskan, sebab produknya kemudian bisa laku keras. Dalam satu bulan, ia bisa mendulang omset antara Rp30--50 juta. Bahkan, Fepto pun mampu mempekerjakan 7 karyawan. "Kebijakan 1 SIM-card 1 KTP mengubah bisnis saya. Bisnis kuota saya gulung tikar. Seluruh karyawan diberhentikan," sebut pemilik akun Facebook Febi Eky Prasetyo ini.
Pelajaran berharga pun dia petik. Fepto memulai kembali bisnisnya dari nol. Lulus sekolah, dia membangun perusahaan yang bergerak di bidang cryptocurrency. Satu tahun berjalan, hasilnya pun mulai didapat. Omsetnya bahkan telah menyentuh nominal miliaran. Namun, lagi-lagi ujian belum berakhir.
"Tiba-tiba aset Bitcoin yang saya simpan di ledger, dibawa lari dan dipindahkan. Tahun 2018 itu saya hancur lagi. Bahkan harus menanggung beban utang hingga Rp2 miliar untuk mengembalikan saldo para funding," keluhnya.