Dalam era globalisasi yang penuh gejolak, tradisi budaya menjadi semakin penting untuk dilestarikan sebagai bagian dari identitas suatu masyarakat. Di antara tradisi-tradisi yang masih teguh dijaga oleh masyarakat Jawa, khususnya di Kota Rembang, adalah upacara Sedekah Laut. Tradisi ini mencerminkan hubungan erat antara manusia dengan laut, serta menjadi simbol rasa syukur atas hasil melaut yang melimpah. Namun, di tengah arus modernisasi yang memengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat, tantangan bagi kelangsungan tradisi Sedekah Laut pun muncul.
Kebudayaan adalah warisan tak ternilai dari masa lalu yang membentuk identitas dan jati diri suatu masyarakat. Namun, di tengah arus globalisasi yang membawa tantangan modernitas, tradisi-tradisi kuno sering kali dihadapkan pada ujian keberlangsungan. Salah satu tradisi yang masih bertahan teguh di tengah lautan perubahan ini adalah Sedekah Laut, sebuah ritual kuno yang masih dilestarikan oleh masyarakat pesisir Rembang, Jawa Tengah. Menurut Muhammaddian (2011) dalam tesisnya berjudul "Makna Simbol dalam Upacara Sedekah Laut di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang", Sedekah Laut merupakan simbol pengharapan untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan yang lebih melimpah dan sebagai penolak bala.
Sedekah Laut bukan sekadar seremoni ritual, tetapi juga simbol rasa syukur dan permohonan atas berlimpahnya hasil laut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses kegiatan sedekah laut merupakan ritual yang di dalamnya terdapat tingkah laku religius aktif, ucapan doa-doa tertentu dan melakukan korban yang diyakini mempunyai kekuatan yang dapat menghasilkan energi baru bagi aktivitas masyarakat nelayan (Widati, 2011). Setiap tahun, masyarakat Desa Sukoharjo Rembang berkumpul untuk melaksanakan tradisi ini, membawa bersama nilai-nilai budaya dan religius yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Proses pelaksanaan Sedekah Laut mencakup berbagai kegiatan seperti malam tirakatan, arak-arakan, lomba-lomba, dan pementasan seni tradisional seperti ketoprak dan modern seperti orkes dangdut (Indrahti, 2017: 64).
Meskipun tradisi Sedekah Laut tetap teguh di hati masyarakat pesisir, namun tantangan modernitas tak dapat diabaikan. Globalisasi membawa pengaruh baru, menghadirkan pertanyaan tentang relevansi dan keberlangsungan tradisi-tradisi kuno di era yang terus berubah ini. Bagaimana Sedekah Laut Rembang menanggapi tantangan modernitas? Apa nilai budaya dan religius yang masih menjadi pilar keberlangsungan tradisi ini?
Tradisi Sedekah Laut di Rembang memiliki dimensi yang jauh lebih dalam daripada sekadar perayaan atau ritual. Tradisi ini menjadi sebuah wadah penting yang membawa berbagai nilai budaya yang fundamental bagi masyarakat Rembang. Di dalamnya terkandung pendidikan tentang pelestarian budaya, lingkungan alam, nilai-nilai kebangsaan, spiritualitas, dan etos kerja. Melalui partisipasi dalam Sedekah Laut, masyarakat Rembang tidak hanya memahami, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai ini secara langsung dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Pertama, Sedekah Laut menjadi sarana bagi masyarakat Rembang untuk memahami dan menghargai warisan budaya mereka. Dalam tradisi ini, mereka belajar untuk melestarikan praktik-praktik tradisional dan nilai-nilai yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Hal ini menjadi sebuah bentuk penghargaan terhadap akar budaya mereka sendiri, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas mereka sebagai masyarakat Rembang.
Sedekah Laut juga memberikan kesempatan bagi masyarakat Rembang untuk memahami pentingnya menjaga ekologi dan ekosistem laut. Sebagai sebuah tradisi yang berhubungan erat dengan lautan, Sedekah Laut mengajarkan pentingnya merawat dan melindungi sumber daya alam yang dimiliki oleh lingkungan mereka. Ini bukan hanya sekadar tanggung jawab, tetapi juga sebuah bentuk kearifan lokal yang menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.
Tak hanya itu, Sedekah Laut juga menjadi ajang untuk memperkuat identitas bangsa melalui nilai-nilai luhur yang ditanamkan dalam tradisi ini. Melalui kegiatan ini, masyarakat Rembang memperdalam pemahaman mereka tentang nilai-nilai seperti gotong royong, solidaritas, dan saling berbagi yang menjadi pondasi utama dari keberlangsungan budaya dan kehidupan sosial mereka.
Selain sebagai ajang untuk memperdalam pemahaman spiritual, Sedekah Laut juga membantu membentuk etos kerja yang baik di kalangan masyarakat. Dalam melaksanakan tradisi ini, mereka belajar untuk bekerja sama, disiplin, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap komunitas mereka. Ini membawa manfaat tidak hanya dalam konteks Sedekah Laut itu sendiri, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari mereka di berbagai bidang.
Dampak modernisasi terhadap tradisi Sedekah Laut di Rembang sangat signifikan, mengubah secara fundamental makna dan ekspresi tradisi tersebut. Seiring dengan berkembangnya etos materialisme, nilai-nilai budaya yang semula mengedepankan spiritualitas, solidaritas, dan kesederhanaan, kini mulai tergeser oleh orientasi pada kekayaan, popularitas, dan gaya hidup konsumtif.
Pergeseran makna dan nilai budaya menjadi salah satu dampak utama modernisasi terhadap tradisi Sedekah Laut. Masyarakat yang semula menjalankan tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap alam, kini lebih cenderung melihatnya sebagai ajang untuk menunjukkan status sosial dan mengejar kesenangan materi. Ekspresi tradisi seperti arak-arakan sesaji, pagelaran seni tradisional, dan pertunjukan musik dangdut, semakin dipengaruhi oleh unsur-unsur materialisme, kepentingan komersial, dan citra diri.