Mohon tunggu...
May Wagiman
May Wagiman Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Raise your words, not voice. It is rain that grows flowers, not thunder. --RUMI--

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Simak Pengalaman Bekerja Ini Sebelum Memutuskan Pindah ke Jepang

16 Juni 2024   10:33 Diperbarui: 16 Juni 2024   13:46 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembicaraan mengenai budaya kerja di Jepang sudah sering kita dengar. Banyak orang kagum dengan etos kerja masyarakat Jepang. Para pekerja Negeri Matahari Terbit ini terkenal efisien, mempunyai disiplin tinggi, tekun, dan selalu tepat waktu.

Namun, tampaknya tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa kultur kerja di Jepang sangat keras dan tidak fleksibel. Jam kerja yang panjang serta tidak seimbangnya waktu kerja dan waktu luang/pribadi hanya beberapa contoh di antaranya. Budaya kerja keras dengan waktu yang panjang ini sampai menghasilkan satu ungkapan: Karoshi

Dilansir nippon.com, Karoshi adalah ungkapan yang dipakai untuk pekerja yang meninggal karena bekerja yang berlebihan (overwork) dengan jam kerja yang sangat panjang. 

Hiroshi Ono, profesor Hitotsubashi University Business School, dalam artikelnya Japan must reform its inflexible work culture (East Asia Forum, 24 November 2022) menyebutkan bahwa durasi rata-rata jam kerja di Jepang adalah salah satu yang terpanjang di dunia.

Cerita di atas mungkin bisa membuat kita berpikir ratusan kali untuk mencoba bekerja di Jepang. Namun, tidak perlu berkecil hati dulu. Situasinya bergerak ke arah yang lebih cerah. 

Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah kultur kerja/etos kerja di Jepang yang banyak dibicarakan itu benar? Apakah sesuai dengan realitas di lapangan?

Mari kita simak pengalaman satu orang karyawan dari Indonesia di bawah ini.

Kalau dibandingkan dengan orang Indonesia, memang orang Jepang lebih disiplin. Apalagi masalah waktu. Contohnya kalau kita janjian, terus kita telat datang 10 menit. Itu berarti kita telah mencuri waktu orang itu selama 10 menit," kata Yogi Wibowanto yang saat ini tinggal dan bekerja di Jepang. 

Yogi Wibowanto bekerja di sebuah perusahaan pembuatan sabun detergen untuk konsumsi rumah tangga. Perusahaan ini berlokasi di prefektur Fukuoka. Intinya. Menepati janji, taat aturan …, di mata orang Jepang itu sudah `Atarimae` (sudah wajar/lumrah). Tidak ada toleransi,” tambahnya.

Pria asal kota Bandung ini telah menjadi karyawan di sana selama 19 tahun. Sebelum bekerja di perusahaan ini, pengalaman sebagai pemagang membantu Yogi memahami budaya kerja di perusahaan Jepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun