Mohon tunggu...
Ayuningtias
Ayuningtias Mohon Tunggu... Psikolog - Clinical Psychologist

Clinical Psychologist @Siloam Hospitals Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memang Kenapa Kalau Anak Saya Terlambat Bicara? Anak Tetangga Saya Juga Kok!

30 Agustus 2020   18:50 Diperbarui: 30 Agustus 2020   18:48 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Percakapan di sebuah WhastApp Group

A : Mau nanya ni,  anakku, sudah 2 tahun lebih kok belum mulai ngomong ya? Bicaranya seperti bahasa planet gitu, dipanggil juga suka ngga mau noleh. Tapi kata semuanya nggapapa, soalnya anak tetangga juga banyak yg 3 tahun baru mulai bawel

B : Lahhh tenang aja, ngga papa, anakku dulu juga 3 tahun lebih baru bicara, sekarang bawelnya minta ampun.

C : Iya lah, santai aja, baru juga 2 tahun lebih, anak sekarang biasa kok, memang telat ngomong wajar, malah biasa disebut sindrom anak kota loh itu.... Wajar aja, ngga usah lah kita panik dan ikut apa yang  namanya terapi-terapi wicara dan lain-lain. Diemin aja nanti juga kalau sudah waktunya, ngomong-ngomong sendiri kok. Santai...

Kasus di atas merupakan salah satu contoh, bahwa keterlambatan bicara saat ini seringkali dianggap sebagai hal yang "wajar" dan "biasa" terjadi di perkotaan, bahkan mendapatkan label fenomena "sindrom anak kota". Beberapa klien yang saya ditemui, juga banyak bercerita bahwa pada awalnya mereka sama sekali tidak terpikirkan untuk membawa anak mereka yang mengalami keterlambatan bicara untuk menemui profesional karena orang lain di sekitar mereka menganggap di masa sekarang, terlambat bicara wajar terjadi pada anak. Hal tersebut juga disebabkan karena banyak anak-anak di sekeliling mereka, misalnya anak tetangga, anak saudara, dan sebagainya juga banyak yang belum dapat berbicara sesuai dengan usianya.

Orang tua seringkali lengah dan  tidak membandingkan perkembangan bahasa anak sesuai norma usianya, tetapi membandingkan perkembangan anak (tidak hanya perkembangan bahasa sebenarnya) dengan orang lain di sekitar mereka. Biasanya justru yang mengalami kepanikan adalah generasi kakek dan nenek anak tersebut, karena mereka merasa ada yang salah ketika cucunya belum mampu berbicara pada waktunya. 

Menurut kewajaran sesuai dengan norma yang ada, ledakan bahasa pada  anak timbul pada usia 18-24bulan, dimana pada usia tersebut anak-anak mulai dapat merangkai dua kata sederhana, misalnya makan nasi, minum susu. Diharapkan pada saat mencapai usia 2 tahun maka 50% pembicaraannya dapat dipahami oleh orang lain.   

Menurut pengalaman praktek saya, keterlambatan bicara merupakan kasus yang 5 tahun belakangan  ini menjadi salah satu "tren baru". Dalam praktek saya cukup sering menerima keluhan keterlambatan bicara pada anak, yang sayangnya atau seringnya, saya temui sudah cukup terlambat ketika anak dibawa menemui profesional. Fenomena ini ketika saya berdiskusi dengan rekan-rekan psikolog lain, mau pun profesional lain seperti dokter anak atau psikiater ternyata juga di "iyakan" oleh mereka, bahwa kasus keterlambatan bicara meningkat cukup drastis akhir-akhir ini terutama di perkotaan.

Penyebab utama yang sering sekali saya temui dalam praktek saya adalah keterlambatan bicara karena faktor kurangnya stimulasi dari orang tua atau dari pengasuhnya, dimana sebenarnya keterlambatan bicara erat kaitannya dengan faktor fisik dan lingkungan. Syamsuardi (2015). Ada juga keterlambatan bicara yang merupakan symptom atau gejala dari gangguan tertentu pada anak, misalnya Autism Spectrum Disorder (ASD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), atau keterlambatan bicara karena memang ada faktor penghambat secara fisiknya (Tirosh, 1998).

Pemberian screen time yang berlebihan kepada anak sejak dini ternyata menyebabkan komunikasi anak hanya bersifat satu arah saja sehingga anak gagal untuk dapat berbicara tepat waktu. Ada juga keterlambatan bicara yang disebabkan karena penggunaan lebih dari satu bahasa dalam keseharian anak (bilingual bahkan kadang tringual atau lebih). Jadi anak yang baru mulai belajar bahasa mengalami kebingungan karena secara sekaligus dikenalkan dengan berbagai macam bahasa baru.

Pada tahun 1999, The  American Academy of Pediatrics (AAP, 1999)  mengeluarkan pernyataan tentang penggunaan screen time pada anak, dengan  tujuan untuk mengedukasi orang tua tentang efek dari penggunaan media dari sisi waktu dan konten media yang diberikan pada anak. Salah satu pernyataan yang di garis bawahi adalah bahwa dokter anak perlu untuk mengedukasi orang tua untuk menghindarkan anak di bawah usia 2 tahun untuk menonton televisi.

 Namun, dalam guidelines terbaru yang dikeluarkan oleh The American Academics of Pediatrics (AAP) , mereka tidak lagi membuat batasan untuk usia awal memperkenalkan screen time pada anak dan waktu penggunaannya, mengingat tidak dapat dihindari dengan perkembangan teknologi yang pesat ini, mau tidak mau anak-anak tumbuh dalam era digital yang berkembang pesat. Namun, mereka tetap mengingat bahwa harus tetap ada batasan dan pengawasan dari orang tua dalam memberikan screen time pada anak.

Di Indonesia sendiri, menurut sebuah penelitian yang dilakukan di salah satu klinik anak dan Rumah Sakit di Jakarta (Tan, S., et al., 2019) ditemukan bahwa faktor resiko keterlambatan bicara pada anak usia 1-2 tahun adalah :

  1. Adanya keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar.
  2. Terjadi pada anak yang mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) kurang dari 6 bulan.
  3. Pengguaan screen time atau media elektronik lebih dari 2 jam sehari pada anak.
  4. Interaksi sosial yang buruk atau kurang terhadap anak.

Penelitian ini juga mengatakan bahwa keterlambatan bicara adalah keterlambatan perkembangan yang paling sering terjadi pada anak.

Oleh sebab itu para orang tua, saya mengajak kita semua untuk lebih aware atau sadar bahwasanya keterlambatan bicara tidak boleh kita sepelekan. Semakin lambat kita mencari pertolongan atau mengetahui penyebab keterlambatan bicara pada anak dan mendapatkan intervensinya (ingat ya, intervensi bentuknya tidak selalu berupa terapi) maka akan semakin sulit juga penanganan dan diprediksi akan semakin lambat pula progress yang dapat dicapai oleh anak.

Segera bawalah anak anda menemui profesional seperti psikolog dan dokter anak ketika mereka mengalami keterlambatan berbicara agar dapat dibantu untuk dicari penyebab dan solusinya. Ingat bahwa masa depan anak anda, berada di tangan anda, bukan di tangan tetangga atau orang lain yang berkomentar bahwa keterlambatan bicara hanyalah "sindrom anak kota".

Daftar Referensi 

American Academy of Pediatrics Council on Communications and Media (2011). Media Use by Children Younger Than 2 Years. Pediatrics,128(5), 1040-1045.

Syamsuardi (2015) Speech Delay and Its Affecting Factors (Case Study in a Child with Initial Aq). Journal of Education and Practice www.iiste.org ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online) Vol.6, No.32, 2015

Tan, S., et al. Risk Factors of for delayed speech in children age 1-2 years. Paediatrica Indonesia Vol 59 No.2 (2019) : March 2019

Tirosh, M. & Cohen, A. (1998). Language Deficit With Attention-Deficit Disorder: A Prevalent Comorbidity (J Child Neurol 1998;13:493-497).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun