Mohon tunggu...
Mayrizva Aileen Ramaniya
Mayrizva Aileen Ramaniya Mohon Tunggu... Lainnya - SMA

Aileen

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Inklusi Kultur dalam "Negara" Bali

1 Februari 2025   10:00 Diperbarui: 31 Januari 2025   07:50 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya, budaya yang kaya, dan keramahan penduduknya, telah lama menjadi salah satu destinasi wisata terpopuler di dunia. Namun, di balik pesonanya, terdapat berbagai tantangan serius yang dihadapi oleh masyarakat lokal. Penduduk asli Bali kini berjuang untuk mempertahankan identitas mereka di tengah arus modernisasi dan pertumbuhan pariwisata yang pesat.

Salah satu masalah utamanya adalah overturisme. Jutaan turis datang ke Bali setiap tahunnya, memberikan dampak besar pada infrastruktur dan lingkungan. Pada tahun 2023, Bali mencatat kedatangan 5,27 juta wisatawan mancanegara, sebuah lonjakan signifikan dari tahun sebelumnya. Masyarakat lokal sering kali merasa terpinggirkan ketika lahan mereka digunakan untuk pembangunan hotel, vila, dan fasilitas wisata lainnya. Banyak penduduk asli yang bergantung pada pertanian kini kehilangan lahan subur mereka, yang beralih fungsi menjadi tempat komersial.

Kesibukan wisata di objek wisata menjadi gangguan bagi aktivitas harian penduduk di Bali. Terjadi gangguan di masyarakat seperti suara berisik, penumpukan, dan tingkah laku kurang sopan dari wisatawan. Itu membuat keharmonisan sosial di pulau ini terganggu oleh kesalahpahaman antara penduduk dengan wisatawan.

Alih fungsi lahan ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan lokal tetapi juga menyebabkan krisis air. Dengan meningkatnya permintaan air dari sektor pariwisata, banyak daerah di Bali mengalami kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. Keberadaan jaringan hotel mewah dikabarkan menghabiskan hingga 65% pasokan air Bali dan memperparah keadaan mencairnya es di kutub. Keadaan ini tentu saja berdampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan.

Bali berada di persimpangan antara keindahan alam dan tantangan sosial-ekonomi yang kompleks. Untuk menjaga keberlanjutan pulau ini sebagai tempat tinggal bagi penduduk aslinya, diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan pelaku industri pariwisata. Upaya melestarikan budaya, lingkungan, dan ekonomi sangat penting agar Bali tetap layak huni bagi generasi mendatang. Dengan awareness dan aksi bersama-sama, kita bisa memastikan keindahan Bali tidak saja dinikmati oleh para turis melainkan pula dihargai dengan baik oleh masyarakat asli daerah dengan penerapan manajemen pariwisata berkelanjutan serta edukasi mengenai norma setempat maupun budaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun