Nakalku, Karna Cerita
Sinung Nugraheini Mayori Wijaya
Mahasiswi Progdi BK, FKIP, UKSW
Nakal memanglah wajar untuk anak-anak usia dini hingga remaja akhir, tapi tidak dapat dipungkiri nakal juga bisa menjadi kebiasaan hingga anak-anak tersebut memasuki usia dewasa.Â
Kenakalan remaja berdasarkan pendapat para ahli, Menurut Kartini Kartono (2011 : 6) kenakalan remaja (Juvenile delinquency) ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial.
Menurut Sudarsono (2012) bahwa juvenile delinquence sebagai kejahatan anak dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung menjadi semacam trade-mark.Â
Sedangkan menurut Ary (2010) bahwa juvenile delinquency ialah perbuatan anak-anak yang melanggar norma sosial, norma hukum, norma kelompok, dan mengganggu ketentraman masyarakat, sehingga yang berwajib terpaksa mengambil tindakan pengamanan/penangkalan.
Berdasarkan pendapat Freud, pribadi manusia itu terbentuk dari dorongan-dorongan nafsu-nafsu. Juga dikemukakan olehnya bahwa ada 3 sistem dalam pembentukan pribadi manusia yang disebut Id, Ego, dan Superego, inilah yang menjadi prinsip kesenangan yang memiliki fungsi untuk menyalurkan enersi untuk segera meniadakan ketegangan (menuntut kepuasan).
Secara singkat, dapat kita simpulkan bahwa kenakalan yaitu perilaku remaja yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku. Banyak faktor kenakalan remaja yang dapat kita ketetahui, yang pertama faktor keluarga yang buruk, pergaulan yang buruk, bahkan dari anak itu sendiri yang tidak dapat mengengola atau mempelajari makna dan nilai-nilai kehidupan yang ia lalui.
Tidak sedikit yang menyadari bahwa kenakalan remaja bukan hanya karna tiga faktor tersebut, ada juga kenakalan yang diakibatkan karna sesuatu yang anak itu pelajari, seperti halnya tontonan, bacaan bahkan cerita yang berasal dari cerita pengalaman temannya. Banyak sekali kasus kenakalan remaja yang mungkin dicontohya dari tontonan dan bacaan yang tidak sesuai dengan batasan umur mereka.
Pengelopokan tontonan dan bacaan yang harus kita perhatikan sebelum mepertontonkannya kepada anak-anak menurut Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) dalam Pasal 33 PKPI 02 tahun 2012, siaran TV di Indonesia terbagi dalam lima klasifikasi usia penonton, yaitu :
SU (semua kalangan di atas usia 2 tahun).
P (anak usia prasekolah usia 2-6 tahun).
A (anak usia 7-12 tahun).
R (remaja usia 13-17 tahun).
D (remaja 18 tahun ke atas dan orang dewasa).
Dari situ lah kita, sebagai orang tua atau orang yang lebih tua dapat mengontrol tontonan anak-anak.Â
Dapat kita tarik kesimpulan juga, bahwa sebenarnya, bukan hanya orang tua kandung atau saudara yang dapat membimbing anak-anak remaja dalam hal apa saja yang mereka tonton maupun baca, tetapi kita sebagai orang yang sudah paham mengenai kehidupan yang sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku bisa dibilang memiliki tanggung jawab dalam membimbing anak-anak dilingkungan kita agar belajar dengan benar.
Mengapa anak-anak harus menonton film atau membaca cerita sesuai dengan kategori usia mereka?.Â
Alasan yang pertama adalah anak lebih cepat meniru dan mengaplikasikan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat, apa bila tontonan mereka dapat mengedukasi mereka dalam yang positif, maka anak mendapatkan gambaran atau ilustrasi yang baik tentang berbagai hal dan secara tidak sadar mereka mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari .
Dan sebaliknya, apa bila anak menonton dan membaca cerita yang memuat adegan kekerasan, adegan dewasa dan lain sebaginya, anak juga akan cenderung menjadi pribadi yang pemarah, dan bahkan mau mencoba-coba hal negatif yang sesuai dengan yang mereka tonton.
Berdasarkan beberapa studi yang saya baca, banyak sekali anak-anak dibawah umur yang lebih suka menonton film dengan kategori yang tidak sesuai dengan umur mereka, besar kemungkinan mereka meniru kebiasaan dan kesenangan aktor yang mereka idolakan, seperti aktor tersebut suka merokok, dan anak yang menonton film tersebut secara tidak langsung berfikiran bahwa aktor yang mereka tonton ini sangat keren, dan mereka mencoba untuk merokok karna ingin sama merasakan yang aktor mereka rasakan dan atas dasar ingin terlihat sama keren nya dengan aktor yang mereka idolakan.
Bukan hanya itu, meminum minuman alkohol, seks bebas, dan lain sebagainya, dapat dicontoh juga oleh mereka. Sebagai orang yang dapat mengontrol tontonan dan bacaan anak-anak, sebaiknya kita mencari tahu dulu film atau bacaan tersebut sesuai dengan umur anak-anak kita atau tidak, kita dapat mencarinya melalui internet, dan konten apa saja yang akan ditayangkan.
Lebih baik lagi apa bila kita dapat memberikan kesipulan yang positif berdasarkan cerita tersebut kepada anak-anak, sehingga anak-anak dapat mengambil nilai-nilai dalam film atau bacaan tersebut dan secara naluri ingin mengikuti hal-hal yang baik berdasarkan tontonan mereka.Â
Serta mengedukasi apa bila ada hal yang seharusnya tidak mereka tiru, contoh kecilnya seperti yang dilakukan aktor tersebut yaitu berbohong, kita juga tau bahwa berbohong itu tidak baik apabila merugikan orang lain atau diri sendiri, maka anak harus kita beritahu bahwa kebohongan yang dilakukan oleh salah satu aktor yang mereka sukai adalah salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H