Mohon tunggu...
Mayori Wijaya
Mayori Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perencanaan Pendidikan dalam Pembangunan Daerah

28 Juni 2022   10:23 Diperbarui: 28 Juni 2022   10:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Sinung Nugraheini Mayori Wijaya

Mhs FKIP- UKSW Salatiga

 

Eksplosi anak usia sekolah yang ingin memperoleh pendidikan lewat bangku sekolah pada awal-awal kemerdekaan Indonesia menghadirkan masalah tersendiri bagi pemerintah pada waktu itu.  

Kita kenal ada undang-undang pendidikan, yakni UU.NO.4 Tahun 1950 Juncto  No.12 Tahun 1954 yang berlaku hingga tahun 1989. Kemudian muncul UU.NO.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang saat ini sedang diupayakan perbaikannya. 

Disamping itu ada PP.NO.65 Tahun 1951 yang mengatur penyelenggaraan sekolah dasar. Dimana penyelenggaraan SD diserahkan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di daerah. Hal itu dilakukan lantaran Departemen Pendidikan dan Pengajaran pada waktu itu belum memiliki birokrasi hingga ke daerah-daerah.  

Walau jaman telah berubah, masa pemerintahan telah berubah dari era orde lama ke era orde  baru terus ke era reformasi, nampaknya PP 65 Tahun 1951 mengandung mantera yang sangat ampuh, sehingga siapapun penguasa Republik ini sepertinya tidak mampu merubahnya atau mencabutnya, walau secara fatual keadaan pendidikan saat ini sudah jauh berbeda dengan pendidikan pada tahun 1950-an.

PENDIDIKAN DAN OTONOMI DAERAH

Konsep otonomi daerah mulai diimplementasikan di negara kita mulai awal tahun 2001. Setiap daerah wajib menyusun program pembangunan daerah (Propeda) sekarang RPJMD yang di dalamnya terdapat program pembangunan pendidikan. 

Berbagai program pembangunan yang tercantum dalam RPJMD berjalan secara simultan dengan konsentrasi utama pada pembangunan ekonomi. Program pendidikan yang dirancang dalam RPJMD terkesan sangat konvensional mengikuti kondisi obyektif yang sudah ada  dengan sedikit sentuhan pada beberapa elemen untuk diperbaiki dan ditingkatkan.   

Amanat konstitusional tentang anggaran pendidikan yang diagihkan dalam  APBD sebesar 20% belum maksimal terealisir. Dapat  kita bayangkan  betapa sulit dan beratnya beban yang ditanggung oleh Pemda. Dari pendapat umum yang berkembang dimas media, terkesan bahwa anggaran  pendidikan  yang ditetapkan dalam APBD kurang lebih hanya 20 % dari total APBD. 

Yang mengejutkan masyarakat adalah  naiknya penghasilan anggota DPRD kurang lebih 100% dari penghasilan semula. Bahkan ada daerah  yang  anggaran transportasi DPRD nya lebih besar dari biaya operasional pendidikan. Kenyataan ini sebenarnya membuktikan bahwa politicalwill penguasa relatif rendah dalam memajukan pendidikan. Pembangunan pendidikan terkesan kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah dan DPRD.

Kondisi obyektif di atas  makin menggelisahkan   masyarakat dan pemerhati pendidikan di daerah, lantaran pejabat Kepala Dinas Pendidikan daerah dijabat oleh orang yang tidak mengerti pendidikan baik secara makro maupun mikro. Rasa-rasanya lengkaplah sudah carut marut wajah pendidikan kita yang dirintis dan dibangun dengan susah payah oleh Kihajar Dewantara. 

Kita sering mengeluh tentang kurikulum yang over loaded, kurangnya fasilitas pembelajaran, kurangnya tenaga guru yang berkompeten. Tapi kita lupa membicarakan tentang penentu kebijakan pendidikan yang dikomandoi oleh orang yang tidak kompeten dalam bidang pendidikan.

PERENCANAAN PENDIDIKAN

Para pemerhati pendidikan mencoba menerjemahkan otonomi dalam pendidikan sebagai desentralisasi pendidikan. Penerjemahan ini sebenarnya tidak mengandung distorsi manakala kewenangan pengelolaannya secara substantif diserahkan pada daerah. Desentralisasi pendidikan sebenarnya ingin menampilkan sosok baru dari pemerintah yang sangat etatisme dalam pengelolaan pendidikan.

Pembicaraan tentang desentralisasi pendidikan hanya sebatas diskursus atau wacana. Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, kita masih melihat dan mendengar tentang campur tangan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan. Seakan-akan pemerintah tidak rela kalau pendidikan dikelola oleh tehnokrat pendidikan di daerah.

Terlepas dari itu semua, tulisan ini hendak dipumpunkan pada aras bagaimana merancang pembangunan pendidikan di daerah. Pembangunan pendidikan mestinya diletakkan pada bingkai pembangunan daerah, lantaran posisi strategis pendidikan sebagai penghasil sumber daya manusia berkualitas memiliki titik singgung yang mantap dengan keberhasilan pembangunan. Beberapa hal yang menjadi masukan dalam merancang pendidikan adalah; (1) analisis demografik, (2) analisis geografis, (3) analisis ekonomi, (4) analisis sosial budaya, (5) analisis politik.

Masukan dari kelima komponen di atas, akan sangat membantu tehnokrat pendidikan di daerah untuk menentukan jumlah (lembaga dan SDM), jenis dan aras pendidikan yang sinergik dan dibutuhkan dalam kerangka pembangunan daerah secara menyeluruh dan terpadu.  Karakteristik daerah yang satu berbeda dengan karakteristik daerah lain. 

Kebutuhan akan lembaga,pendidikan, jenis pendidikan, macamnya kualitas SDM pun berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Hal itu semua mesti dirajut dalam suatu bingkai pembangunan daerah. Dengan begitu rate of return dapat diwujudkan secara bertanggungjawab. 

KESIMPULAN

Untuk mewujudkan ideal-ideal tersebut di atas, kita butuh manpower planning yang baik. Kita butuh tenaga-tenaga pendidikan yang professional. Untuk menduduki jabatan di pemerintahan saja dilakukan fit and proper test, mengapa untuk menduduki jabatan professional dalam bidang pendidikan  tidak dilakukan fit and proper test?

Pendidikan merupakan entry point bagi keberhasilan pembangunan, seperti ditunjukkan oleh Jepang, Korea, Taiwan, Singapura dan Cina. Mestinya posisi strategis pendidikan ini menjadikan  masukan bagi pemerintah untuk memanage pendidikan secara professional. Jika tidak, maka cita-cita Kihajar Dewantara hanya akan menjadi kenangan manis yang sulit untuk diwujudkan.

                                               

                                                           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun