Oleh: Maylina Safitri, Ratna Juwita Salensehe, dan Fikri Surahman (Politeknik Statistika STIS)
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan dengan tingkat ekonomi rendah. Hal ini berdampak langsung pada pola konsumsi masyarakat, di mana mereka seringkali mengonsumsi makanan yang kurang bergizi karena keterbatasan ekonomi. Tantangan gizi buruk dan stunting masih menjadi hambatan serius di Indonesia. Meskipun sudah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6%, padahal pemerintah menargetkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 14% pada 2024. Masalah kekurangan gizi ini dapat menyebabkan berbagai dampak jangka panjang, seperti pertumbuhan fisik yang terganggu, penurunan konsentrasi belajar pada anak, hingga potensi penyakit kronis di masa depan.
Dalam upaya menekan angka stunting, memperbaiki gizi anak, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Pemerintah Indonesia resmi meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025, sebuah inisiatif yang diusung oleh presiden terpilih Prabowo Subianto, sejalan dengan visi Indonesia 2045 yang menargetkan terciptanya generasi emas. Program makanan bergizi gratis menjadi salah satu solusi strategis yang patut mendapat perhatian lebih. Program ini sebagai langkah konkret untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tujuan utama dari program makanan bergizi gratis yaitu memberikan akses makanan sehat dan bernutrisi kepada masyarakat yang membutuhkan, khususnya anak-anak, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya. Program MBG dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi kelompok rentan, termasuk: (1) peserta didik dari PAUD hingga SMA, (2) anak usia di bawah lima tahun, (3) ibu hamil dan menyusui. Sasaran ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah gizi buruk yang masih menjadi tantangan di Indonesia.
Program MBG diharapkan dapat menjangkau hingga 82,9 juta penerima manfaat dalam lima tahun ke depan, dengan target awal sekitar 3 juta orang pada kuartal pertama tahun 2025. Pelaksanaan program ini dimulai di 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 26 provinsi. Provinsi tersebut diantaranya Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua Selatan.
Makanan yang disediakan mengikuti standar gizi yang ketat dengan biaya pengolahan sekitar Rp10.000 per porsi. Setiap SPPG diharapkan dapat memproduksi hingga 3.000 porsi makanan. Pada tahap awal, program ini menyasar sekitar 600.000 orang di wilayah perkotaan dan kabupaten yang telah menjalankan uji coba sebelumnya. Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menekankan pentingnya evaluasi harian untuk memastikan program berjalan sesuai rencana dan mencapai target yang ditetapkan.
Dengan alokasi dana sebesar Rp71 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah berharap program ini tidak hanya akan meningkatkan kesehatan anak-anak tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter seperti disiplin dan tanggung jawab melalui kebiasaan baik saat makan. Namun, tantangan tetap ada, termasuk memastikan keberlanjutan pasokan makanan dan pengawasan terhadap kualitas serta distribusi. Beberapa langkah strategis dalam pelaksanaan program makanan bergizi gratis meliputi:
1. Penyediaan Dapur Umum di Setiap Wilayah
Dapur umum berfungsi untuk memasak makanan bergizi yang kemudian didistribusikan secara terjadwal kepada masyarakat. Menu makanan disusun oleh ahli gizi untuk memastikan kecukupan nutrisi.
2. Kolaborasi dengan Lembaga Pendidikan
Sekolah dapat menjadi mitra strategis dalam mendistribusikan makanan bergizi kepada siswa. Dengan begitu, anak-anak tidak hanya mendapatkan pendidikan, tetapi juga asupan nutrisi yang cukup.
3. Pendekatan Berbasis Teknologi
Sistem aplikasi atau platform digital dapat digunakan untuk memantau distribusi makanan, memastikan bahwa program ini menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan.
4. Dukungan dari Sektor Swasta
Peran Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan swasta sangat penting dalam mendukung pendanaan dan penyediaan bahan makanan.
Program makanan bergizi gratis adalah investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Program makanan bergizi gratis tidak hanya memberikan manfaat langsung berupa peningkatan kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak positif pada aspek sosial dan ekonomi. Dengan memberikan perhatian khusus pada gizi masyarakat, anak-anak akan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik, produktivitas masyarakat meningkat, dan biaya kesehatan nasional dapat ditekan. Hal ini berarti kita tidak hanya membangun generasi yang sehat, tetapi juga menciptakan bangsa yang kuat dan berdaya saing.
Keberhasilan program ini memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga non-pemerintah. Dukungan anggaran, regulasi yang memadai, serta pengawasan yang transparan menjadi kunci untuk memastikan bahwa program ini berjalan efektif dan tepat sasaran. Mari bersama-sama mendukung inisiatif ini demi Indonesia yang lebih sejahtera.
Sumber tulisan ini merujuk pada laman resmi Republik Indonesia (Indonesia.go.id).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H