Mohon tunggu...
Maylana SakuraZulva
Maylana SakuraZulva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Saya adalah seorang Mahasiswa yang sedang menempuh program studi Hukum di Universitas Mulawarman.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Elektabilitas Ganjar Menurun. Apakah Harapan Kemenangan PDIP di Tangan Gibran?

3 Desember 2023   22:36 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:35 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasib Bangsa Indonesia untuk kedepannya sendiri terikat dengan siapa yang menjadi pemimpinnya. Tentu saja hal ini juga menyangkut mengenai pemilu yang akan terjadi pada 2024 mendatang, yang kini tengah diwarnai dengan berbagai persoalan, seperti mengenai elektabilitas.

Dalam pemaknaan politik, elektabilitas adalah tingkat terpilihnya suatu partai atau kandidat, yang berhubungan dengan proses pemilihan umum dengan jenis jabatan yang diinginkan. Hal ini juga dapat berlaku untuk barang, jasa, atau orang, badan, atau partai politik. 

Mendekati pemilu 2024, pasangan capres-cawapres terus menerus didesak oleh berbagai permasalahan di setiap langkahnya yang mengakibatkan terjadinya naik turun elektabilitas pada masing-masing pasangan. Bahkan hal ini tengah di anggap seagai sebuah tren pada dunia politik di media sosial saat ini.

Bagaimana tidak, contohnya tengah ramai dipublik mengenai hasil survey LSI Denny JA yang menunjukkan bahwa adanya pemerosotan elektabilitas pada pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang sangat tajam.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa elektabilitas yang didapatkan oleh pasangan Ganjar-Mahfud menurun hingga 8,3 persen yakni dari bulan Oktober 2023 sebesar 36,9 persen hingga akhir November 2023 lalu, menjadi sebesar 28,6 persen saja.

Sebaliknya, tren elektabilitas pada Prabowo dan Anies, mengalami kenaikan. Pada elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran, mengalami elektabilitas sebesar 2,7 persen. Sedangkan pada elektabilitas pasangan Anies-Muhaimin, mengalami pelonjakan yang mengejutkan sebesar 20,3 persen.

Penyebab penurunan elektabilitas Ganjar sangat beragam, mulai dari adanya reaksi Ganjar yang menolak kedatangan timnas Israel yang akan bertanding pada gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada bulan Maret 2023 lalu, hingga adanya pernyataan blunder yang dilakukan oleh Ganjar. Pada bulan September lalu, beredar cepat video acara Mata Najwa yang berlangsung di Universitas Gajah Mada, mengenai pernyataan Ganjar yang dianggap meremehkan pekerjaan jurnalis kala diwawancara oleh Najwa Shihab.

"Sepuluh besar lulusan terbaik itu jadi dosen, iya dong, masa jadi MC?" Ucap capres Ganjar Pranowo kala itu yang sedang membahas mengenai penerapan tenaga kerja. Sontak pernyataan tersebut membuat para pendengar memanas, terutama para warganet.

"Sebagai calon pemimpin seharusnya kata-katanya lebih bijak...." Ujar salah satu warganet pada kolom komentar salah satu akun YouTube berita terkini.

Ditambah dengan cepatnya internet dan arus-arus media kini, banyak masyarakat dan para remaja yang berpindah haluan dari pendukung Ganjar menjadi pendukung Prabowo dan Anies. Apalagi berdasarkan beberapa survey yang telah dilakukan, diketahui bahwa peningkatan suara pasangan Prabowo-Gibran kebanyakan berasal dari perpindahan suara milik pasangan Ganjar-Mahfud itu tadi.

Lembaga Survey and Polling Indonesia (SPIN) juga turut memberikan pernyataan mengenai persentase potensi terpilihnya capres-cawapres yang digolongkan sesuai dengan generasinya. 

  • Gen Z (1995-2010)

Generasi ini lebih cenderung memilih Prabowo-Gibran dengan skor 48,4 persen, Ganjar-Mahfud 21,1 persen, dan Anies-Muhaimin 20 persen, dan golongan putih 10,5 persen.

  • Gen Y (1977-1994)

Generasi ini lebih cenderung memilih Prabowo-Gibran dengan skor 48,5 persen, Ganjar-Mahfud 20,8 persen, dan Anies-Muhaimin 24,9 persen, dan golongan putih 5,7 persen.

  • Gen X (1965-1976)

Generasi ini lebih cenderung memilih Prabowo-Gibran dengan skor 40,7 persen, Ganjar-Mahfud 24,2 persen, dan Anies-Muhaimin 24,2 persen, dan golongan putih 10,9 persen.

  • Gen Baby Boomers (1946-1964)

Generasi ini lebih cenderung memilih Ganjar-Mahfud 38,5 persen, Prabowo-Gibran dengan skor 28,5 persen, dan Anies-Muhaimin 12,2 persen, dan golongan putih 20,8 persen.

  • Gen Pre Baby Boomers (sebelum 1945)

Generasi ini lebih cenderung memilih Ganjar-Mahfud 43 persen, Prabowo-Gibran dengan skor 25 persen, dan Anies-Muhaimin 22 persen, dan golongan putih 10 persen

Berdasarkan data tersebut, mulai dari era Gen X hingga Gen Z (1965 - 2010), yang dimana mereka lah yang paling aktif pada dunia media sosial dan internet, lebih cenderung memilih pasangan Prabowo-Gibran.

Selain itu, Direktur Eksekutif SPIN, Igor Dirgantara, mewanti-wanti bahwa masyarakat yang dulunya bersuara untuk Jokowi kala Pilpres 2019 lalu, cenderung memiliki kemungkinan untuk memilih pasangan Prabowo-Gibran. Para masyarakat menganggap bahwasanya keberadaan Gibran pada Koalisi Indonesia Maju bersama dengan Prabowo dapat dilihat sebagai sosok seorang Jokowi kedepannya.

Ia juga berpendapat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, bahwa elektabilitas yang dimiliki oleh Prabowo semakin mempumpuni dengan adanya Gibran sebagai pasangannya. Ia juga berpendapat bahwa kontribusi yang diberikan Gibran adalah yang terbesar jika dibandingan dengan dua cawapres lainnya, dimana Gibran berhasil memberikan kontribusinya sebesar 2,7 persen, sedangkan Mahfud dan Muhaimin hanya memberikan kontribusi sebesar 0,4 persen dan 0,2 persen saja. Dijelaskan juga bahwa Gibran memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk dapat terus menaikan jumlah itu yang kini sedang berada dalam elektabilitas mencapai 43 persen.

Namun, menurut Ketua DPP PDIP  Bidang Luar Negeri, Ahmad Basarah, menyatakan bahwa saat Gibran memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai calon wakil presiden, menurut etika politik, Gibran telah "dianggap" keluar dari PDIP sendiri padahal belum diterbitkan surat resminya.

"Jadi tanpa adanya surat resmi pemberhentian Mas Gibran dari DPP, maka sesungguhnya secara etika politik dari dalam hatinya dan dari penilaian publik, Mas Gibran sudah keluar dari PDIP itu sendiri," lanjutnya.

Namun jika dilihat kembali dengan jumlah suara dari berbagai hasil survei saat ini, jika PDIP menganggap Gibran keluar, hal ini tentu akan menjadi kesempatan emas yang disia-siakan

Sementara Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Keamanan, Puan Maharani, ia tidak memberikan pendapat apapun mengenai hal itu, ia hanya berpendapat bahwa turunnya elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud ini akan dijadikan sebagai bahan evaluasi pada partainya. Namun ia  meyakini bahwa pernyataan yang diberikan oleh Ganjar belakangan ini telah sesuai berdasarkan data.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan bahwa apa yang dipaparkan dari hasil survei saat ini juga belum dapat menjadi suatu acuan pasti terkait hasil pemilu 2024 mendatang. "Toh survei akan berlangsung terus menerus untuk mengecek pergerakan suara. Siapa yang mengira termasuk saya, saya sendiri tidak mengira setelah pendaftaran  Prabowo-Gibran, ternyata suara Pak Prabowo malah naik" tambahnya di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (29/11/2023)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun