Mohon tunggu...
maylaff khoiru agra
maylaff khoiru agra Mohon Tunggu... -

gw pengen mengeluarkan mahluk2 yang saling berbicara di kepala gw!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ku Biarkan Anakku Mengemis

15 April 2011   19:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:45 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu ada lagi satu mbah, biasa ku panggil mbah Deny, karena anak 3 tahun yang selalu di bawanya itu bernama Deny. Ku tanyakan asal usulnya, ternyata dia adalah cucunya si mbah.
Sebelumnya mbah punya satu anak laki - laki yang tinggal di Kalimantan, suami si mbah sudah meninggal. Suatu hari anak laki - lakinya itu pulang ke Jawa dan membawa istrinya yang sudah hamil 5 bulan. Betapa senangnya si mbah, berkumpul kembali dengan anak kebanggaannya.
Tapi sayang, untung tak dapat di raih dan malang pun tak dapat di tolak. 2 bulan di kampung halaman, sang anak lelakinya tiba - tiba meninggal karena kecelakaan. Saat itu kandungan istrinya sudah menginjak bulan ketujuh.
Belum lagi lewat masa berduka, tiba - tiba si istri, menantu barunya itu, melahirkan..pendarahan..dan akhirnya..meninggal.
Bisa di bayangkan..apa yang di hadapi oleh si mbah saat itu? dua kematian berturut - turut, dan kewajiban mengurus satu bayi yang di tinggalkan. Ia yang tidak muda lagi.

Setelah dua tahun umur si bayi, mbah merasa bahwa ia takkan mampu lagi untuk merawatnya, maka terpikirlah ia untuk membawa si bayi pada kerabat ibunya di Kalimantan.Di sertai harapan si anak akan memiliki kehidupan yang layak dan masa depan yang cerah.
Dengan bekal yang di bawa hasil penjualan rumah satu - satunya, berangkatlah ia menumpang kapal ke Kalimantan.Sayangnya..mbah tak pernah ke Kalimantan sebelumnya, dan kota yang ia datangi pun hanya ia tahu sebatas cerita dari menantunya.
Ketika sampai, ia tak pernah berpikir tempatnya akan seluas itu, dan alamat yang di punyanya tidak mengantarkannya pada siapa pun. Tak ada kerabat menantunya, tak ada yang bisa menunjukkan kemana dia harus mencari.  Ia benar - benar buta tak tahu arah, dengan anak kecil berumur dua tahun saat itu.
Ia mengontrak rumah kecil untuk berhemat, ia membeli alat seadanya untuk bertahan hidup, selain itu ia tak memiliki apa - apa. Bahkan kasur untuk tidur sekali pun. (aku tau karena aku pernah ke kontrakannya si mbah).
Perlahan tapi pasti..uang simpanannya pun habis, tak mengerti harus bekerja apa dan tak bisa meninggalkan cucunya pula, akhirnya ia terdampar dan berkenalan di dunia mengemis. Membawa Deny kemana - mana, mengajarkannya menadahkan tangan.
Pulang kembali ke kampung halaman tak mungkin, karena ia sudah tak memiliki apa - apa lagi.

Semua cerita - cerita di atas, tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Sebuah pelajaran hidup yang membuatku tak bisa melepaskan diri dari mereka. Aku terpesona.
Kehadiranku kemudian menjadi rutin bagi mereka. Setiap pulang mengajar aku selalu menyempatkan diri untuk mampir dan menyapa mereka. Bertanya apa saja yang mereka alami hari itu. Bertanya apakah mereka sudah makan atau belum. Dan mengingatkan mereka untuk tetap menjaga kesehatan, karena cuaca sering tak bersahabat.
Soal makan, mereka tak masalah. Jika malam tiba selalu ada saja orang - orang yang lewat dan iba membawakan mbah - mbah itu makanan atau nasi bungkus. Lebih banyak lagi jika malam jumat, makanan akan berlimpah ruah hasil pembagian orang - orang yang mengadakan yasinan atau pengajian di rumahnya.

Tetapi yang membuatku khawatir adalah, jika hujan turun malam hari. emperan toko tak cukup luas untuk menampung mereka dari tempias derasnya hujan. Walaupun sudah berkurung plastik, tetap saja mereka akan basah kuyup.
Alhasil..Deny lah korban paling sering dari buruknya cuaca. Kalo sudah begitu, esoknya Deny akan nangkring di motorku untuk "jalan - jalan" ke puskesmas.

Kedekatanku dengan Deny menjadi spesial dan berbeda ketika ia sakit. Pernah suatu malam, jam 3 dini hari aku di telepon si mbah yang mengabarkan Deny sakit panas dan tak bisa tidur. Ia selalu memanggil ibu..ibu..ibu..
Ku minta pada mbah untuk berbicara langsung pada Deny, dan memintanya sabar malam itu, aku janji untuk datang secepatnya esok hari.
Mungkin karena aku yang berbicara langsung, perlahan Deny bisa tidur dan menyambutku dengan ceria esok paginya.
Senang rasanya bisa membuat diri ini berarti di mata seorang anak kecil tak beribu seperti Deny.

Bicara tentang "tak beribu", suatu kali aku pernah iseng bertanya pada mbah, bolehkah aku merawat Deny ketika besar nanti. Dan tentu saja tawaran itu tak di tampik dan di terima dengan senang hati oleh mbah.

Deny? Jangan di tanya..kemana - mana ia selalu bercerita bahwa ia punya ibu kini.
Ia tak akan tidur, sebelum aku lewat dan menyapanya.
Aku pun berbunga - bunga menikmati di panggil ibu oleh anak kecil yang tulus dan lucu ini.

Pertanyaan kalian dan teman - temanku pasti sama sekarang. Kenapa harus menunggu dia besar? Kenapa tidak mengambilnya sekarang dan merawatnya sendiri,  bukankah lebih cepat lebih baik? Lagi pula umur 3 tahun kan terlalu kecil di biarkan kehujanan di emperan toko.

waduuuhh..andaikata semudah itu, aku tak kan menolaknya.
Tetapi situasinya kan berbeda, aku masih single, belum pernah menikah. Tinggal sendirian jauh dari keluarga. Belum mapan pula, kalau uang gajiku cukup.. manalah mungkin aku jadi guru privat dan ambil kerjaan malam - malam.
Membawa Deny ke rumahku, harus di pikirkan siapa yang akan menjaganya? si mbah?Pastilah! karena otomatis mereka tak kan bisa di pisahkan kan, secara..Deny kan cucu satu - satunya si mbah dan garis keturunannya yang terakhir.
Jadii..tak mungkin memisahkan mereka, ambil satu harus membawa semua.
Daaann membawa mereka semua, artinya harus kembali lagi ke point gajiku yang tak cukup tadi. Pusing kaaann?
Belum lagi jika berpikir, adakah laki - laki yang mau berbagi beban seperti itu bersamaku. Bagaimana jika tidak ada, haruskah aku memilih dan melepaskan salah satu di antara mereka?
Rumiiitt..!!
Lalu, bagaimana juga tanggapan ibuku nanti jika ku utarakan akan mengangkat anak ?anaknya saja sih tak masalah karena anak yatim piatu, beramal itu bagus, kata ibuku.
Tetapiii..bukan anaknya saja bu, mbahnya juga..
hhsshhhrrgh.. ibuku pasti akan bilang, lebih baik kamu pulang ke Jakarta dan merawat ibu tunggalmu ini, daripada merawat orang lain.Nah loh??

Panjang lebar kan pertimbangannya??

Akhiirrnya..dengan berat hati, melihatnya berpanas - panas ria dan tidur di emperan toko. aku tak bisa berbuat banyak kecuali membiarkannya tetap bersama mbah untuk mengemis dan menadahkan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun