Mohon tunggu...
Mayda Dewinta Putri
Mayda Dewinta Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA

| s e r e n e m i n d |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Januari dan Luka Hati yang Abadi

30 November 2020   14:08 Diperbarui: 30 November 2020   18:32 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikenal sebagai pribadi  ceria yang menebarkan kebahagian menjadi beban sendiri bagi seorang Valerie. Menangis bukanlah hal yang ingin ia perlihatkan kepada orang lain, bahkan jika orang lain itu Anna, sahabat karibnya.

“Kau tak akan pernah mengerti penyesalanku, Ann. Bahkan jika itu sudah lewat 5 tahun, 25 tahun, 50 tahun atau sepanjang hidupku, keegoisanku bukanlah hal yang patut kumaafkan.”

Anna melepas mantelnya, membiarkan sahabatnya merasakan kehangatan, setidaknya sedikit untuk saat ini. Valerie mengigit bibir bawahnya, berusaha keras agar kristal bening itu tak keluar dari pelupuk matanya.

“Hari itu, aku bersikap kekanakkan dan egois, memaksanya untuk memahamiku, tak sadar jika aku tak pernah memahaminya sedikitpun, aku terlalu sibuk dengan duniaku sampai lupa siapa yang ada dibalik semua itu mendukungku.” Hembusan nafas terdengar bersamaan kristal bening yang tak dapat ia bendung lagi.

“Ann, tak ada mimpi buruk yang kuinginkan selain hal yang diucapkan pamanku setelah penampilanku sore itu. K-kau tahu perasaanku? Hancur, aku tak lagi mengenal diriku. Semua hilang … bersama ayahku.” isakkan gadis itu terdengar pilu.

3 tahun lalu, yang Valerie anggap hari berbahagianya karena ia berhasil dipilih menjadi pemeran utama pentas drama yang sudah dari dahulu digelar sekolahnya setiap tahun, berakhir dengan berita pahit.

Kecelakaan beruntun di jalan menuju sekolah disebabkan jalanan licin, memakan 5 korban jiwa, salah satunya adalah ayahnya. Valerie yang telah kehilangan ibunya sejak ia bayi menjadikan ayahnya sosok satu-satunya yang ia punya, dan kini sosok itu kembali hilang, meninggalkan Valerie sendiri bersama kerasnya kehidupan yang akan ia hadapi nantinya.

Anna kembali mengusap pelan pundak sahabatnya, “Kau bisa berhenti jika itu menyakiti hatimu, Ri.” Valerie menatap jendela yang memburam karena air hujan, pikirannya masih melalang buana ke hari itu, titik terendah dalam hidupnya.

“Kau tahu tidak, apa penyesalan terbesar dalam hidupku?” Valerie menoleh dengan mata sayu, pandangannya beradu dengan Anna yang menggeleng pelan.

“Fakta bahwa kalimat terakhir yang didengar ayah dariku, bukanlah kalimat yang menyatakan seberapa besar cintaku padanya,” Bola mata hitam itu masih berkaca-kaca, “hal yang kusesali seumur hidupku, Ann.”

Lagu The Greatest Man I Never Knew dari Reba Mcentire mengalun indah, menemani suasana sunyi di antara mereka berdua, tak ada kalimat yang kembali terucap sejak 10 menit lalu, cokelat panas yang mulai dingin tak mendapat atensi dari sang pemilik yang dilanda gundah gulana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun