Jakarta, 18 Desember 2024 – Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia terus menjadi perhatian, baik di kalangan pelaku bisnis maupun regulator. Sebagai kerangka tata kelola perusahaan yang menjunjung transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran, GCG memainkan peran kunci dalam menjaga integritas bisnis dan membangun kepercayaan publik. Namun, pelaksanaan GCG di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kasus pelanggaran yang mencuat hingga kesenjangan dalam implementasi di berbagai sektor.
Kasus PT Jiwasraya: Cermin Buruk Tata Kelola Perusahaan
Kasus PT Asuransi Jiwasraya menjadi contoh nyata bagaimana lemahnya penerapan prinsip-prinsip GCG dapat berdampak buruk pada perusahaan dan sektor ekonomi yang lebih luas. Dalam kasus ini, praktik investasi yang tidak sehat dan manipulasi laporan keuangan menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp16 triliun. Skandal ini tidak hanya menghancurkan reputasi Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi negara, tetapi juga memicu krisis kepercayaan publik terhadap industri asuransi di Indonesia.
Menurut penyelidikan, penyimpangan yang terjadi di Jiwasraya melibatkan pengelolaan dana investasi yang tidak sesuai dengan aturan, kurangnya pengawasan internal, dan konflik kepentingan. "Kasus ini adalah bukti nyata bahwa pengabaian prinsip-prinsip GCG bisa membawa kehancuran yang sistemik," ujar Dr. Indra Wijaya, pakar ekonomi dari Universitas Indonesia. Ia menambahkan bahwa penguatan pengawasan oleh otoritas dan penerapan sanksi tegas menjadi langkah penting untuk mencegah kasus serupa.
PT PAL Indonesia: Komitmen terhadap GCG melalui Sistem Anti Penyuapan
Sebaliknya, ada perusahaan yang telah menunjukkan komitmen kuat dalam menerapkan GCG, salah satunya adalah PT PAL Indonesia (Persero). Perusahaan ini telah mengadopsi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) berdasarkan standar internasional ISO 37001:2016. Melalui sistem ini, PT PAL membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan Whistle Blowing System (WBS) untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran secara anonim.
“Kami ingin menciptakan budaya transparansi dan menolak segala bentuk korupsi,” kata Kuntoro Mangkusubroto, Direktur Utama PT PAL. Langkah ini telah diakui oleh Kementerian BUMN sebagai praktik terbaik dalam upaya memberantas penyuapan di lingkungan perusahaan negara.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Ujian Tata Kelola Proyek Strategis
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menjadi salah satu contoh penerapan GCG dalam proyek infrastruktur strategis. Dengan nilai investasi besar dan melibatkan banyak pihak, proyek ini menghadapi tantangan besar dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan independensi. PT KCIC mengklaim telah menerapkan prinsip keterbukaan dalam pengelolaan proyek, termasuk pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran dan kepatuhan terhadap regulasi.
Namun, proyek ini juga mendapat kritik dari berbagai kalangan terkait keterlambatan pelaksanaan, pembengkakan biaya, dan dugaan ketidaksesuaian prosedur. "Proyek strategis seperti ini membutuhkan penerapan GCG yang lebih ketat untuk memastikan tidak ada penyimpangan dan kerugian negara," ujar Dr. Indra Wijaya.
PT Telkom Indonesia: Bukti Nyata Keberhasilan GCG
Tidak semua cerita tentang GCG di Indonesia bernuansa negatif. PT Telkom Indonesia menjadi salah satu perusahaan yang konsisten menerapkan GCG secara optimal. Perusahaan ini berhasil meraih penghargaan Most Excellence Good Corporate Governance Implementation pada ajang CNBC Indonesia Award 2023. Pengakuan ini didasarkan pada keberhasilan Telkom dalam membangun sistem tata kelola yang transparan, efisien, dan berbasis teknologi.
“Kami percaya bahwa penerapan GCG yang konsisten adalah kunci untuk meningkatkan daya saing perusahaan di tingkat global,” kata Ririek Adriansyah, Direktur Utama Telkom Indonesia. Prestasi ini menjadi bukti bahwa tata kelola yang baik tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan, tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi pemangku kepentingan.
Tantangan dalam Implementasi GCG
Meski ada kemajuan, penerapan GCG di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya adalah:
- Budaya Korupsi: Kasus korupsi yang melibatkan proyek infrastruktur dan BUMN menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan yang mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
- Kurangnya Kesadaran: Banyak perusahaan, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), belum sepenuhnya memahami pentingnya GCG.
- Pengawasan yang Lemah: Beberapa regulator belum memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan pengawasan efektif terhadap implementasi GCG.
- Konflik Kepentingan: Banyak kasus pelanggaran GCG yang berakar dari konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham.
Harapan untuk Masa Depan
Ke depan, penerapan GCG yang efektif memerlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan penegakan hukum untuk memastikan perusahaan mematuhi prinsip-prinsip tata kelola. Sementara itu, perusahaan perlu membangun budaya organisasi yang mendukung transparansi dan akuntabilitas.
“Tata kelola yang baik bukan hanya kewajiban, tetapi juga investasi untuk masa depan perusahaan. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan iklim bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan,” pungkas Dr. Indra Wijaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H