Mohon tunggu...
Maya Rosita
Maya Rosita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang memiliki minat menulis artikel ataupun jurnal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pengaruh Neraca Dagang Indonesia terhadap Kemiskinan

10 Juli 2024   00:55 Diperbarui: 10 Juli 2024   01:07 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Neraca dagang merupakan perbedaan atau selisih antara nominal transaksi ekspor dan impor suatu negara pada jangka waktu atau periode tertentu. Neraca perdagangan dikatakan defisit atau menunjukkan nilai yang negatif apabila nilai ekspornya lebih kecil daripada nilai impornya. Sedangkan neraca perdagangan dikatakan surplus atau menunjukkan nilai yang positif apabila nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impornya. Akan tetapi, neraca perdagangan dapat juga dikatakan seimbang apabila nilai ekspor dan impornya sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pendapatan luar negeri, pendapatan domestik, dan nilai tukar rill.

           Ekspor merupakan kegiatan perdagangan internasional dengan cara mengeluarkan barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Pada bulan November 2022 nilai ekspor Indonesia mencapai US$24,12 miliar atau mengalami penurunan sebesar 2,46 persen jika dibandingkan dengan ekspor bulan Oktober yang mencapai US$24,81 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan bulan November 2021 nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar 5,58 persen atau mencapai US$22,85 miliar. Dari nilai ekspor tersebut mengakibatkan ekspor dari sektor nonmigas pada bulan November 2022 mengalami penurunan 1,94 persen atau mencapai US$22,99 miliar jika dibandingkan dengan bulan Oktober 2022 yang mencapai US$23,43 miliar.  Sedangkan dari sektor migas bulan November 2022 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan bulan Oktober 2022.

            Ekspor sangat diminati oleh para pengusaha di Indonesia. Namun, ekspor juga memiliki berbagai macam kendala karena banyak pengusaha yang lebih memilih mengirim barang mentah daripada barang jadi. Hal itu disebabkan karena harga barang ekspor mentah sudah cukup tinggi. Ekspor di Indonesia hampir setiap tahunnya menunjukkan nilai surplus.  Kenaikan nilai ekspor selain dari sektor migas meningkat secara cepat karena kenaikan volume dan harga eskpor di pasar global. Namun demikian, ekspor dari sektor nonmigas juga memiliki permasalahan karena peminat ekspor dari sektor ini yang melemah di Indonesia.

            Seiring dengan turunnya harga minyak dan gas serta menurunnya kapasitas sumber daya alam berupa minyak dan gas, permasalah yang dihadapi negara Indonesia adalah keterbatasan dana untuk pengembangunan. Oleh karena itu, solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan nilai ekspor nonmigas yang meliputi usaha mencari dan mengambil bahan tambang yang mengandung unsur kimia, mineral, dan segala jenis batuan yang terdapat secara alami, meningkatkan nilai tukar, dan meningkatkan lapangan pekerjaan, serta investasi.

            Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan adanya perjanjian kerjasama antara dua negara yang bersangkutan atau lebih. Nilai impor negara Indonesia pada bulan November 2022 mencapai US$18,96 miliar mengalami penurunan sebesar 0,91 persen jika dibandingkan dengan bulan Oktober 2022 yang mencapai US$19,13 miliar. Sedangkan jika dibandingkan dengan nilai impor November 2021 juga mengalami penurunan sebesar 1,89 persen. Dari sektor nonmigas nilai impor pada bulan November 2022 mencapai nilai US$16,16 miliar mengalami kenaikan 2,45 persen jika dibandingkan dengan impor bulan Oktober 2022 yang hanya mencapai US$15,77 miliar. Sedangkan dari sektor migas nilai impor pada bulan November 2022 mencapai US$2,80 miliar mengalami penurunan 16,64 persen jika dibandingkan bulan Oktober 2022  yang mencapai 3,36 miliar.  

            Permasalahan impor yang dihadapi oleh pemerintah adalah tarif. Tarif pada dasarnya merupakan salah satu jenis pajak yang bersifat diskriminatif karena hanya barang yang memasuki daerah pabean tertentu yang dikenakan pajak. Pemerintah mengeluarkan kebijakan perdagangan internasional baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kebijakan tersebut sebagai tindakan atau peraturan yang mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong dan melindungi usaha yang ada di dalam negeri. Terdapat dua kebijakan impor yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu hambatan tarif dan hambatan nontarif. 

Hambatan tarif menyebabkan harga barang di negara pengimpor meningkat , sehingga konsumen di negara pengimpor relatif mengalami kerugian. Oleh karena itu, tarif cenderung menaikkan produksi domestik, menaikkan harga, serta menurunkan jumlah barang yang dikonsumsi dan di impor. Pada kebijakan hambatan nontarif hal yang paling umum dilakukan adalah kuota impor. Hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara membatasi jumlah total barang yang di impor di suatu negara setiap tahunnya, pemerintah yang bersangkutan menerbitkan surat izin untuk membatasi impor barang yang sah, serta melarang semua barang yang di impor tanpa izin.

            Badan Pusat Statistik atau BPS merilis berita resmi statistik neraca perdagangan Indonesia. Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan neraca perdagangan mengalami surplus secara beruntun selama 23 bulan terakhir. Hal itu menandakan nilai ekspor Indonesia dari bulan Mei 2020 sampai bulan April 2022 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai impor disetiap bulannya.

            Neraca perdagangan Indonesia pada bulan April 2022 menunjukkan surplus sebesar US$7,56 miliar. Surplus tersebut berasal dari sektor nonmigas yaitu sebesar US$9,94 miliar. Pada saat yang sama dari sektor minyak dan gas atau migas mengalami defisit sebesar US$2,38 miliar. BPS juga menunjukkan nilai ekspor Indonesia pada bulan April 2022 yang mengalami kenaikan 3,11 persen atau mencapai nilai US$27,32 miliar. Jika dibandingkan dengan ekspor April 2021 nilainya naik sebesar 47,76 persen.

            Margo Yuwono, seorang kepala BPS mengatakan ekspor nonmigas pada bulan April 2022 merupakan peningkatan terbesar terhadap ekspor nonmigas bulan Maret 2022. Peningkatan tersebut menunjukkan nilai sebesar US$642,8 juta atau 13,88 persen yang terjadi pada sektor bahan bakar mineral. Sedangkan penurunan terbesar menunjukkan nilai sebesar US$525,0 juta atau 47,84 persen terjadi pada barang logam mulia dan perhiasan atau emas. Kepala BPS juga mengatakan ekspor nonmigas terbesar Indonesia masih ke Negara Tiongkok sebesar US$5,49 miliar atau 21,21 persen. Sementara itu, nilai impor Indonesia pada bulan April 2022 mengalami penurunan 10,01 persen atau mencapai US$19,76 miliar dibandingkan dengan nilai impor pada bulan Maret 2022.

            Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memanfaatkan sumber daya yang ada baik secara fisik ataupun sosial yang ada didalam kelompoknya. Selain itu kemiskinan juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan taraf hidupnya sesuai dengan strandar hidup yang ditentukan. Kemiskinan menjadi salah satu masalah makro ekonomi yang menjadi fokus dinegara maju ataupun negara berkembang. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi menjadi fokus Indonesia untuk mengatasi masalah kemiskinan yang kompleks.

            Garis kemiskinan menunjukkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang dibutuhkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, baik kebutuhan untuk makanan ataupun untuk non-makanan. Untuk mengukur tingkat kemiskinan, dibutuhkan garis atau batas kemiskinan. Pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin di Indonesia menunjukkan angka 26,16 juta jiwa (9,54 persen), mengalami penurunan disbanding Maret 2021 yang menunjukkan angka 27,54 juta jiwa (10,14 persen). Sementara itu, untuk periode Maret 2021-Maret 2022, di daerah perkotaan jumlah penduduk miskin menurun sebesar 0,35 juta jiwa. Sedangkan, di daerah pedesaan menurun sebesar 0,81 juta jiwa.

            Menurut data yang sudah dijabarkan diatas dapat diketahui atau disimpulkan bahwa keadaan neraca perdagangan Indonesia saat ini mengalami surplus selama beberapa tahun terakhir. Hal itu dikarenakan ekspor dari sektor nonmigas mengalami lonjakan nilai yang cukup tinggi yang berdampak pada kemiskinan yang saat ini sedang terjadi di Indonesia. Mengapa demikian? Peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi berdampak pada pendapatan nasional Indonesia yang dapat membantu memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin yang berhak mendapatkan haknya. 

Saat ini pemerintah sedang melakukan banyak mitigasi untuk menekan angka kemiskinan di Indonesia agar semakin menurun dan terkendali. Beberapa bantuan sosial yang disalurkan pemerintah yaitu melalui pemberian BPNT, PIP, PKH, dan KKS yang dapat menunjang perekonomian, pelayanan kesehatan, serta pendidikan bagi masyarakat miskin. Dengan adanya bantuan tersebut secara perlahan akan menurunkan tingkat kemiskinan yang sedang terjadi. Oleh karena itu, pengaruh neraca perdagangan terhadap kemiskinan di Indonesia cukup besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun