Johanes Herlijanto sebagai ketua forum sinologi Indonesia mengevaluasi bahwa politikus etnis Tionghoa, tetap memiliki keyakinan dan semangat untuk berkontribusi dalam politik di tanah air.
Hal itu disampaikan saat seminar luring yaitu tentang "Tionghoa dan Politik Indonesia: Pandangan dan Harapan" di Jakarta, Jumat (14/4).
"Biarpun Tionghoa merupakan bagian dari 15 kelompok etnik terbesar di negeri ini, akan tetapi mereka menjadi target dari beberapa peraturan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah otoritarian Orde Baru," ucap Johanes. Berdasarkan pemikiran Johanes, mereka mengarungi berbagai pengekangan, baik dalam ekspresi identitas ataupun budaya, serta didorong untuk mengambil jarak dari partisipasi politik. Kokohnya iklim demokrasi di Indonesia di era reformasi menjadi berkah tersendiri bagi kelompok Tionghoa Indonesia.
"Kembalinya mereka yakni untuk mendapatkan hak beserta ruang agar dapat mengekspresikan suatu budaya, identitas, dan meningkatkan partisipasi politiknya," ungkapnya.
Politikus Tionghoa, berhasil memperoleh jabatan politik penting. Basuki Tjahaja Purnama (BTP) memiliki karir mulus selain itu dianggap sebagai simbol dari penerimaan masyarakat terhadap politikus berdasarkan latar belakang etnik Tionghoa.Â
"Adanya keyakinan terhadap penerimaan yang semakin meningkat tersebut, kekuatan terhadap kepemimpinan BTP justru meningkat, khususnya pada pertengahan hingga akhir 2016," ujar dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan itu.Â
Beberapa hal yang penting untuk dicatat menurutnya yaitu terkait etnisitas BTP sebagai Tionghoa yang diangkat dalam gelombang penolakan. Munculnya kembali sebuah isu identitas dalam gelombang intensitas terhadap BTP menjelang/sepanjang pilkada pada 2017 tentu mendatangkan dampak tertentu bagi masyarakat Tionghoa, termasuk para politikus dan pemimpin komunitas Tionghoa.
Johanes, dalam pengamatannya yaitu meski sebagian dari para politikus dan tokoh tersebut memiliki kekecewaan dan kekhawatiran terhadap kembalinya isu etnisitas, mereka tetap mempunyai sikap percaya diri dan bersemangat untuk selalu berpartisipasi bagi negeri ini melalui partisipasi politik.
"Tak sedikit para etnis Tionghoa berpartisipasi pada pemilihan umum 2019 sebagai calon anggota legislatif, di pusat maupun di daerah," ujar Johanes.Â
Meskipun di tengah kekecewaan akibat kembalinya isu identitas pada pemilu 2017, nasionalisme dari politkus dan tokoh komunitas Tionghoa tidak luntur, justru akan semakin tinggi.
Johanes menganggap bahwasannya masih terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi baik oleh para politikus maupun masyarakat Tionghoa secara keseluruhan. Di antaranya masih terdapat kurangnya kepercayaan terhadap mereka. "Diperkirakan mereka masih mempunyai kesetiaan pada Beijing," tuturnya.
Berdasarkan survei berskala nasional mereka di 2017, 47% responden masih memiliki kecurigaan di atas, sedangkan 64,4 % masih kurang nyaman apabila Tionghoa menjadi pemimpin politik.
"Aksi Tiongkok dalam satu waktu terakhir, menunjukan keinginan untuk memeluk Tionghoa seberang lautan serta menjadi sebuah tantangan yang penting untuk disikapi," ungkap Johanes.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H