Mohon tunggu...
Mayang NCD
Mayang NCD Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mencoba menuangkan isi pikiran dengan tulisan, berharap pembaca memiliki pandangan yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apakah NKRI Siap Menerapkan Sistem PSBB?

27 April 2020   12:00 Diperbarui: 5 Mei 2020   21:58 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus corona atau covid-19 telah menjadi pandemik di hampir seluruh negara di dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar virus covid-19. Diketahui virus ini terdeteksi masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 yang menimpa dua warga Depok, Jawa Barat. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mencegah dan mengurangi penyebaran virus ini. Namun kebijakan pemerintah yang di keluarkan tersebut tidak berhasil menekan angka korban virus corona di Indonesia. Pemerintah merasa bahwa masyarakat kurang mentaati himbauan untuk melakukan social distancing. Berdasarkan data pemeringkatan negara-negara terinfeksi virus corona yang dihimpun oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE) John Hopkins University, pada tanggal 6 Maret 2020 Indonesia berada di peringkat ke 66 sebagai negara yang terdampak virus corona, namun pada tanggal 26 April 2020 Indonesia melesat berada di peringkat 36 dengan jumlah korban 8.882 kasus positif korona. Untuk itu pemerintah memberlakukan PSBB atau Pembatasan Sosial Bersekala Besar.

Sistem PSBB ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020. Kemudian, detail teknis dan syarat-syarat mengenai PSBB dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto. Tujuan utama PSBB adalah untuk mencegah penyebaran virus corona covid-19 dengan cara membatasi aktivitas orang-orang dalam suatu kegiatan yang menimbulkan suatu kerumunan atau yang melibatkan orang banyak. PSBB diterapkan pertama kali di daerah yang menjadi episenter penyebaran virus covid-19 yaitu Jakarta. Yang diberlakukan sejak tanggal 10 April 2020 hingga tanggal 23 April 2020, yang berlangsung selama 2 minggu. Saat ini telah ada dua provinsi dan 18 kabupaten/kota yang mendapat persetujuan untuk menerapkan PSBB di derahnya.

Lalu, apakah penerapan sistem PSSB di Indonesia berjalan efektif?

Perlu kita ketahui bagaimana suatu daerah dapat menetapkan kebijakan PSBB di daerahnya. Dilansir dari situs fh.unpad.ac.id yang menuliskan mekasisme penerapan PSBB yaitu:

Mekanisme penerapan PSBB disuatu daerah ternyata memerlukan beberapa syarat, dimana syarat ini disinggung dalam PP No. 21 Tahun 2018 dan dipertegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu daerah untuk mendapat ketetapan PSBB sesuai Pasal 2 Permenkes No. 9 Tahun 2020, yakni adanya peningkatan jumlah kasus, dan atau jumlah kematian secara signifikan di wilayahnya, serta terdapat kaitan epidemilogis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Kemudian, syarat tersebut harus diajukan oleh kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dengan mengajukan data adanya peningkatan jumlah kasus, adanya peningkatan jumlah penyebaran menurut waktu, serta adanya kejadian transmisi lokal. Data tersebut kemudian harus disertai dengan adanya kurva epidemiologi yang menyatakan telah terjadinya penularan di wilayah tersebut. Selain itu, dalam mengajukan permohonan PSBB, kepala daerah perlu menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.

Kemudian, setelah diajukan permohonan tersebut, Menteri Kesehatan akan membentuk tim khusus yang bekerjasama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona, dalam rangka melakukan kajian epidemiologis, dengan mempertimbangkan aspek kesiapan daerah tersebut. Nantinya, tim khusus ini memberikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan untuk memberlakukan PSBB. Tetapi rekomendasi tersebut dapat ditolak, ataupun diterima oleh Menteri Kesehatan. (Aulia, April 12, 2020)

Adanya syarat-syarat dan teknis yang cenderung rumit untuk penetapan status PSBB dalam suatu wilayah perlu dipermasalahkan. Mengapa demikian? Karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah tersebut dikhawatirkan akan menghambat proses penanganan Covid-19 di daerah.

Kemudian yang perlu kita cermati adalah regulasi Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 pasal 4 yang menyatakan :

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:

  • Peliburan sekolah dan tempat kerja;
  • Pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
  • Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. (3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Dalam point (1) menjelaskan adanya peliburan dalam rangka mengantisipasi penularan Covid-19, namun pada kenyataannya sekolah maupun tempat kerja tidak diliburkan, melainkan belajar dari jarak jauh untuk sekolah, dan untuk sebagian tempat kerja memberlakukan Work From Home (WFH). Maka, ketentuan tersebut tidaklah tepat, meskipun dalam ayat (2) terdapat keterangan lebih lanjut terkait Pasal 4 ayat (1). Namun, tetap saja ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) tidaklah mengandung mengenai mekanisme pelaksanaan Pasal 4 ayat (1) secara praktis.

Dari hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan diksi pada instrumen hukum sangatlah penting, terlebih lagi dalam penggunaan kata “libur” untuk para pekerja. Sebab, hal tersebut akan memiliki implikasi terhadap pemberian gaji ataupun upah yang merupakan hak bagi para pekerja setelah dilakukannya suatu pekerjaan. Sedangkan, ketika karyawan diliburkan tidak ada pemberian gaji ataupun upah. (Aulia, April 12, 2020)

Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajrin Nursyamsi, menilai bahwa kebijakan Jokowi memberlakukan PSBB itu secara tak langsung mengakui bahwa pemerintah ingin melakukan karantina wilayah. Dimana kita ketahui bahwa saat negara memberlakukan karantina wilayah maka kebutuhan masyarakat di tanggung oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam pasal 55 UU.No 6 tahun 2018 yang menjelaskan bahwa:

(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Hal tersebut tentunya memantik persepsi publik bahwa pemerintah bahwa pemerintah ingin lepas dari tanggung jawab tersebut. Jika kita melihat jumlah penduduk Indonesia yang banyak, maka akan semakin besar pula biaya yang akan di tanggung oleh pemerintah untuk menanggung kebutuhan dasar semua masyarakatnya. Ditambah dengan penutupan beberapa perusahaan dan tempat-tempat umum seperti toko, mall, hotel, dan lain sebagainya, maka hal tersebut akan meruntuhkan sistem perekonomian di Indonesia.

Saat penerapan sistem PSBB hanya ada beberapa sektor usaha yang diizinkan untuk terus beroprasi yaitu sektor kesehatan, sektor bahan pangan atau makanan atau minuman, sektor energi, sektor komunikasi dan teknologi informasi, sektor keuangan, sektor logistik, sektor perhotelan, sektor konstruksi, sektor industri strategis, sektor pelayanan dasar dan sektor kebutuhan sehari-hari. Namun untuk daerah DKI Jakarta hanya ada 8 sektor yang diperbolehkan beroprasi di antaranya sektor kesehatan, sektor pangan (makan dan minum), sektor energi, sektor komunikasi, sektor keuangan, sektor logistik, sektor kebutuhan sehari-hari dan sektor industri strategis.

Jika kita cermati, implikasi dari penutupan beberapa sektor usaha selama PSBB tentunya akan membuat “kemerosotan” pendapatan dan dapat menimbulkan beberapa sektor usaha melakukan PHK (Pemutusahan Hubungan Kerja) para pegawainya. Salah satunya pada sektor industri non strategis, Banyak perusahaan yang melakukan PHK secara massal para pegawainya, karena mengalami penurunan omset yang drastis. Hal ini terjadi pada perusahaan Ramayana City Plaza Depok, yang melakukan PHK terhadap 87 pegawainya dan sempat viral karena videonya tersebar di media sosial. Hal tersebut tentunya membuat para pegawai tidak memilki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selanjutnya, pada sektor transportasi baik angkutan umum, bus dan ojek online mengalami penurunan pendapatan semenjak sistem PSBB diberlakukan. Peraturan PSBB membuat kebijakan bahwa transportasi kendaraan roda empat hanya boleh mengangkut penumpang 50% dari kapasitas angkut, sedangkan bagi kendaraan roda dua dilarang berboncengan (hanya bagi pengemudinya). Hal tersebut membuat ojek online dilarang mengangkut penumpang dan hanya diperbolehkan mengangkut barang dan makanan. Sehingga banyak diantara mereka yang mengeluhkan hal tersebut karena penghasilan yang mereka dapatkan saat ini menurun bahkan tidak berpenghasilan.

“Ada penumpang aja udah dikit penghasilannya. Karena corona gini banyak yang kerja dari rumah juga kan. Lagian, kalau untuk (pesanan) food kan harus ada modalnya juga, enggak semua punya modal buat ngambil,” tutur Tama, salah satu pengemudi ojek online. (Tribunnews.com, April 8, 2020)

Sehingga para pengemudi ojek online meminta kepada pemerintah untuk memberikan bantuan dan keringanan kredit motor selama satu tahun. Melihat hal tersebut, pemerintah akan memberikan bantuan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan keringanan kredit motor. Namun bantuan tersebut belum di rasakan oleh semua pengemudi ojek online secara merata.

Kemudian, sudahkah bantuan yang diberikan oleh pemerintah berjalan efektif dan tepat sasaran?

Mengenai bantuan sembako, tidak dipungkuri banyak bantuan yang datang dari masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi mampu untuk membantu masyarakat yang terkena dampak dari pandemik virus covid-19. Banyak diantara kalangan selebritis, influencer, pengusaha dan pejabat yang menggalang dana atau mengeluarkan bantuan secara personal untuk membantu persedian alat-alat medis seperti APD serta masker dan bantuan terhadap masyarakat yang kurang mampu. Namun, bantuan yang berasal dari pemerintah langsung baru diberikan kepada masyarakat saat penerapan PSBB dan hanya baru sebagian daerah yang mendapatkan bantuan tersebut.

Postingan Kementrian Sosial mengenai peresmian Bansos Sembako kepada masyarakat Jakarta dan Bodetabek (22/4/2020). Sumber: Instagram (@kemensosri)
Postingan Kementrian Sosial mengenai peresmian Bansos Sembako kepada masyarakat Jakarta dan Bodetabek (22/4/2020). Sumber: Instagram (@kemensosri)

Dilansir dari akun Instagram (@kemensosri) bantuan sosial sembako baru resmi diluncurkan  untuk daerah Jakarta dan Bodetabek pada tanggal 22 April 2020.  Namun jika melihat komentar dari postingan tersebut banyak sekali keluhan, pertanyaan dan protes dari masyarakat mengenai bantuan sembako tersebut. Beberapa masyarakat merasa bantuan tak kunjung mereka terima, adapula beberapa masyarakat yang mencurahkan isi hatinya dibalik kondisi saat ini dan beberapa masyarakat yang mengungkapkan protes atas bansos yang dirasa tidak tepat sasaran. Masyarakat meminta pemerintah untuk dapat mendata ulang kondisi dari masyarakat yang menerima bansos tersebut. Tidak hanya itu, masyarakatpun mengharapkan adanya bantuan bagi mereka yang tidak berstatus penduduk tetap suatu daerah karena merekapun membutuhkan bantuan sosial tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa bantuan sosial yang diberikan pemerintah belum berjalan secara efektif dan tepat sasaran.

Komentar-komentar masyarakat dari postingan akun Instagram Kementrian Sosial. Sumber: Instagram (@kemensosri)
Komentar-komentar masyarakat dari postingan akun Instagram Kementrian Sosial. Sumber: Instagram (@kemensosri)

Kemudian, hal yang tak kalah penting adalah bantuan langsung tunai, bantuan ini menjadi salah satu harapan masyarakat kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, semenjak wabah virus covid-19 dan pemberlakuan PSBB tentunya masyarakat kecil mengalami penurunan pengahasilan yang drastis. Karena dampak pemberlakuan PSBB ini tidak hanya dirasakan oleh para pekerja kantoran saja, tetapi sangat dirasakan dampaknya oleh para pekerja yang menggantungkan diri pada penghasilan sehari-hari seperti ojek online, supir angkot, supir bus dll. yang kini mengalami krisis ekonomi karena adanya kebijakan PSBB. Untuk itu, pemberian bantuan tunai sangat perlu direalisasikan untuk masyarakat yang membutuhkan.

Namun beberapa minggu lalu, publik dibuat miris dan pilu atas berita yang datang dari Kota Serang, Banten. Dimana ada seorang ibu yang meninggal akibat kelaparan akibat dari pandemik covid-19. Ibu Yuli Nurmelia (43) meninggal akibat kelaparan selama 2 hari, Ibu Yuli dan keluarga sempat ramai diberitakan kelaparan dan mereka hanya mampu meminum air galon dan singkong yang mereka miliki. Menurut informasi daerah tempat tinggal Ibu Yuli belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Dilansir dari situs news.okezone.com mengenai keadaan tempat tinggal Ibu Yuli yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah:

Menurut Kolid (suami dari Ibu Yuli) ia dan Yuli sempat meminta bantuan kepada pihak rukun tetangga (RT) setempat. Namun, pengurus mengatakan belum ada bantuan sembako dari pemerintah yang tiba di Kota Serang. Akibatnya, mereka harus kembali menahan lapar. Selama masa pandemi corona, Kolid yang bekerja sebagai pencari barang rongsok mengaku terkena dampaknya. Uang yang didapatnya hanya Rp25 sampai 30 ribu dan dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup selama satu minggu keluarganya. Sebelum adanya pandemi virus corona, kehidupan keluarga Kolid dan Yuli terbantu oleh anak sulungnya yang telah bekerja. Namun, saat ini harapan itu musnah dikarenakan anaknya tersebut tidak bekerja lagi setelah dirumahkan pihak perusahaan. (INews.id, Jurnalis, April 22, 2020)

Dari beberapa pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa Indonesia belum benar-benar siap untuk menjalankan sistem PSBB. Kebijakan PSBB yang dipilih oleh pemerintah untuk "melawan" penyebaran virus covid-19, dirasa tidak dibarengi oleh kesiapan pemerintah untuk menanggung kebutuhan hidup masyarakat. Tidak dapat di pungkuri kondisi wilayah Indonesia yang begitu luas dan angka penduduk Indonesia yang banyak menyebabkan pemerintah kurang sigap dalam memberlakukan sistem PSBB ini.

Selain itu, perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam memberikan bantuan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dari masyarakat kepada pemerintah. Untuk itu pemerintah daerah sendiri hendaknya dapat lebih selektif dalam menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan di daerahnya, jangan sampai bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran.

Kemudian, pemerintah pusatpun hendaknya tidak hanya berfokus pada daerah Ibu Kota saja dalam pemberian bantuan ataupun dalam kebijakan lain, jangan sampai peristiwa yang di alami oleh Ibu Yuli terulang kembali. Dari peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa sikap Nasionalisme dalam diri masyarakat sendiri masih rendah. Hal yang perlu kita ingat bersama bahwa segala upaya dan kebijakan pemerintah tidak dapat berjalan secara optimal jika masyarakat sendiri tidak mau membantu kebijakan tersebut. Hendaknya disaat kondisi NKRI di guncang oleh pandemik ini, kita dapat bersatu padu untuk saling bahu-membahu membantu ketimpangan ekonomi yang saat ini kita alami di tengah pademik covid-19 di Indonesia.

Sumber rujukan:

Aulia, S. (2020, April 12). Diskursus Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Efektifkah Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Diterapkan. Dari http://fh.unpad.ac.id/diskursus-penanganan-covid-19-oleh-pemerintah-pusat-dan-daerah-efektifkah-kebijakan-pembatasan-sosial-berskala-besar-psbb-diterapkan/#_ftn18 

TRIBUNNOEWS.COM. (2020, April 08). Bakal Kena Imbas PSBB di Jakarta, Ini yang Dikeluhkan Pengemudi Ojol. Dari https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/04/08/bakal-kena-imbas-psbb-di-jakarta-ini-yang-dikeluhkan-pengemudi-ojol 

INews.id, Jurnalis. (2020, April 22). Seorang Ibu di Serang Meninggal Diduga Kelaparan Dampak Pandemi Corona. Dari https://news.okezone.com/read/2020/04/22/340/2202934/seorang-ibu-di-serang-meninggal-diduga-kelaparan-dampak-pandemi-corona?page=1 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun