Mohon tunggu...
Susanti
Susanti Mohon Tunggu... -

Anak Magang di BPS (Badan Pusat Statistik) RI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup yang Penuh "Clickbait"

3 Desember 2017   19:26 Diperbarui: 3 Desember 2017   20:39 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah riset yang telah dilakukan, dikatakan bahwa warganet (netizen) paling lama bertahan membaca suatu tulisan dalam beberapa kali scroll/swipe. Tak heran, kebanyakan dari kita disuguhi oleh berita-berita online yang cepat dan ringan. Judul-judul dibuat sedemikian rupa, supaya banyak orang tertarik untuk meng-kliknya dan membacanya. Isi dan judul tak nyambung sama sekali.

Kita hidup di era dimana status facebook, cuitan di twitter, ataupun postingan di foto bisa menjadi berita. Kita berada di zaman dimana orang-orang merasa perlu untuk mendokumentasikan acara makan mereka dan berlomba-lomba menyebarkannya. Kita merasa senang dan bangga bisa mengekspos kegiatan kita secara real time dan live juga tak lupa memantau kehidupan orang lain melalui berbagai sosial media. Kita begitu lihai mem-viralkan berbagai hal yang ada, tak terkecuali hoax dan berita yang direkayasa. Kita dicekoki oleh putaran kabar yang berubah dalam sekejap. Segala sesuatu menjadi kadaluarsa, usang, dan obsolet dengan cepat.

Saya baru tahu istilah baby boomers, generasi X,Y, dan Z, juga alpha yang dibedakan menurut tahun kelahirannya. Perkembangan zaman memetakan ruang dan dimensi berpikir, yang sedikit banyak terpengaruh oleh teknologi. Begitu masifnya era internet dan big data, yang pasti akan disusul oleh inovasi-inovasi lain, membuat saya berpikir, "Bisakah saya mengimbanginya? Apakah saya bisa menyesuaikan diri dengan semuanya tanpa terkena arus 'anxiety' karena merasa tertinggal dan ketinggalan zaman?"

Now, we are living in a world which has so many insistment for everything. We seek for happiness by exposing happiness. We fake smile and laugh, just to impress people that we are having a lot of fun. We create persona that we want people see from us. We are demanding for everyone to look at us.

We are living in a virtual world and so proud of it.

Jakarta, 3 Desember 2017

Baca juga :

Perbedaan Lima Generasi di Zaman Now

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun