Nama  : Maya Angelia Lydiana Tarigan
NIM Â Â : 201010550804
Kelas  : 03SMJE001
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Corona viruses (Cov) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID19. Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Sampai saat ini terdapat 188 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa dampak pada perekonomian Indonsia, baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.
Pada akhir Tahun 2019 manusia di seluruh belahan dunia dikagetkan dengan munculnya pandemi Virus Corona-Covid-19 yang mempengaruhi berbagai sektor kehidupan manusia dan menimbulkan berbagai sektor terjadi krisis. Sampai saat ini jutaan manusia yang terinfeksi virus dan bahkan mengakibatkan ratusan ribu manusia yang meninggal dunia di Indonesia akibat dari virus tersebut. Dengan demikian pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19 ini. Pemerintah Indonesia telah melakukan larangan kepada masyarakat untuk tidak berkerumun dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Masyarakat diharuskan tetap di rumah masing-masing. Dengan adanya peraturan ini maka membuat aktivitas masyarakat, karyawan, pekerja, buruh pabrik terpaksa harus di rumahkan atau pengurangan waktu untuk bekerja dan hingga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sehingga menyebabkan terjadinya pengangguran. Dengan demikian dampak Covid-19 mengakibatkan terganggunya perekonomian, dan tenaga kerja di negeri ini.
Pengangguran atau tunakarya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Setiap pemerintahan dari suatu negara pasti menginginkan agar jumlah pengangguran di negaranya dapat ditekan seminimal mungkin. Bahkan jika memungkinkan, negara tersebut dapat mencapai penggunaan tenaga kerja secara penuh (full employment), yaitu kondisi pengangguran yang jumlahnya cukup sedikit pada kisaran 4% dari jumlah angkatan kerja. Indonesia termasuk negara yang menginginkan agar pengangguran dapat ditekan serendah mungkin. Tetapi perlu diingat, pengangguran tidak mungkin dihapuskan sama sekali karena adanya waktu yang dibutuhkan para pencari kerja untuk mencari pekerjaan baru atau pindah dari pekerjaan lama sehingga para pekerja harus menganggur untuk sementara waktu.
Siklus ekonomi yang terus terjadi terkadang menjurus munculnya perubahan secara drastis atas faktor-faktor ekonomi makro yang mengarah kepada krisis ekonomi. Sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Krisis keuangan yang masih sering terjadi mengindikasikan bahwa penyelesaian belum menyentuh dasar dari krisis tersebut. Pengulangan krisis juga menunjukkan rentang waktu yang semakin pendek sehingga krisis semakin sering terjadi. Apabila akar permasalahan belum ditangani secara tuntas, dikhawatirkan krisis yang timbul akan semakin berat dengan dampak yang semakin kompleks (Hariyanto, 2018).
Krisis ekonomi biasanya ditandai dengan memburuknya faktor-faktor ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, depresiasi mata uang, melemahnya daya beli, dan sebagainya. Indonesia telah memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi krisis. Namun terkadang krisis terjadi dalam waktu yang tidak diduga dengan penyebab yang berbeda dari krisis sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan para pembuat kebijakan terkejut karena kurangnya antisipasi.
Berdasarkan jenis pekerjaan, sektor non-pertanian mengalami kehilangan pekerja paling besar sepanjang tahun 2020. AS merupakan negara yang mengalami kehilangan paling banyak pekerja baik di sektor non-pertanian maupun sektor jasa. Sementara di sektor industri meskipun pandemi menyebabkan kehilangan jumlah pekerja, tetapi sektor tersebut masih menjadi penopang ekonomi di sebagian besar negara. Kehilangan pekerja di sektor industri relatif lebih kecil dibandingkan sektor-sektor lainnya. Dari sisi pertumbuhan jumlah perkerja, dampak COVID-19 relatif kecil terjadi di sektor pertanian yang masih tumbuh positif, sementara sektor lainnya (non-pertanian, industri, dan jasa) mengalami kontraksi. Korea Selatan berkontribusi terhadap pertumbuhan positif jumlah pekerja di sektor pertanian sepanjang tahun 2020. Sementara di Australia, meskipun sempat terkontraksi pada Q1-2020 tetapi sepanjang tiga kuartal terakhir tahun 2020 mengalami pertumbuhan jumlah pekerja yang positif.
Negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik telah melakukan berbagai upaya untuk memitigasi dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap perekonomian maupun pasar tenaga kerja. Negara-negara maju di kawasan dengan kapasitas fiskal yang besar mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk tanggapan kebijakan terhadap pandemi COVID-19. Di antara 12 negara yang dianalisis, paket kebijakan fiskal terbesar dikeluarkan oleh pemerintah AS. Sementara pengeluaran terkecil untuk pembiayaan paket stimulus COVID-19 dikeluarkan oleh Viet Nam. Di ekonomi berpenghasilan tinggi seperti Australia, AS, Singapura, dan Jepang alokasi stimulus fiskal melebihi dari 25 persen dari total PDB. Jepang merupakan negara dengan total share bantuan stimulus tertinggi mencapai 68,8 persen dari PDB. Sebaliknya, untuk negara berkembang seperti Philipina dan Viet Nam, alokasi paket stimulus COVID-19 kurang dari 15 persen PDB untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Dampak pandemic Covid 19 terhadap kondisi makro Indonesia bisa dilihat dari beberapa kejadian yaitu : Pertama, Pada bulan April 2020, sekitar 1,5 juta karyawan dirumahkan atau di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di mana 1,2 juta pekerja itu berasal dari sektor formal, 265.000 dari sektor informal. Kedua, Sektor pelayannan udara kehilangan pendapatan sekitar Rp 207 miliar kehilangan pendapatan, dimana sekitar Rp. 48 milyar pendapatan yang hilang berasal dari penerbangan China. Ketiga, jumlah wisatawan menurun sebanyak 6.800 per hari, khususnya wisatawan dari China. Keempat, Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bahwa terjadi penurunan tingkat okupansi hotel di Indonesia sebanyak 50%. Sehingga terjadi penurunan jumlah devisa pariwisata lebih dari setengah dibandingakan tahun lalu. Keenam, Hotel, restoran maupun pengusaha retail yang juga merupakan penunjang sektor wisata pun juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami penurunan akan mempengaruhi kelangsungan bisnis hotel dalam jangka panjang. Sepinya wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar konsumennya adalah para wisatawan. Sektor pariwisata yang melemah juga berdampak pada industri retail. Ketujuh, Penyebaran Covid 19 juga berdampak pada sektor investasi, perdagangan,usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena ketika para wisatawan berkunjung ke tempat wisata, para wisatawan tersebut akan melakukan permintaan atau pembelian oleh-oleh. Kedelapan, terjadi inflasi pada bulan Maret 2020 sebesar 2,96% year on year (yoy), dengan naiknya harga emas perhiasan serta beberapa harga pangan yang mengalami kenaikan yang cukup drastis. Namun di sisi lain terjadi deflasi pada komoditas cabe dan tarif angkutan udara Kesembilan, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, terjadi penurunan pada penerimaan sektor pajak sektor perdagangan, padahal sektor pajak mememberikan kontribusi kedua terbesar pada penerimaan pajak, ditambah lagi ekspor migas dan non migas juga mengalami penurunan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar dan terjadi penurunan output hasil produksi di China padahal China merupakan pusat produksi terbesar di dunia, sehingga Indonesia dan negaranegara lain bergantung sekali pada produksi-produksi China. Kesepuluh, Virus Corona juga berdampak pada investasi, karena adanya ketakutan para investor untuk melakukan kegiatan investasi, di sisi lain para investor menunda investasi karena kurangnya demand.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefenisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat berambah. Masalah makro ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang Untuk mengukur besarnya pertumbuhan ekonomi pada suatu negara/daerah dapat digunakan suatu indikator penting, yaitu nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atau nilai Produk Domestik Regional Bruto. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam masa satu tahun. Pengukuran PDB atau PDRB dapat diinterpretasikan melalui tiga pendekatan, yaitu dengan metode produksi, pendapatan dan metode pengeluaran. Hal ini dapat dijelaskan antara lain : 1. Menurut Pendekatan Produksi. PDB atau PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Dalam menghitung PDB atau PDRB dengan pendekatan produksi yang dihitung adalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. Dengan cara ini dapat dihindarkan berlakunya perhitungan ganda. 2. Menurut Pendekatan Pendapatan. PDB atau PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah gaji dan upah, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan sebelum dipotong pajak langsung. 3. Menurut Pendekatan Pengeluaran. PDB atau PDRB adalah semua komponen pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga dalam bentuk Konsumsi (C), perusahaan dalam bentuk Investasi (I), Pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri dalam bentuk Net Ekspor (X-M) biasanya dalam jangka waktu satu tahun.
Kebijakan pemerintah yang harus ditempuh dalam upaya mengatasi masalah-masalah ekonomi makro selama pandemi Covid yaitu terbagi dalam 2 jaring pengaman yaitu, Jaring Pengaman Sosial dengan cara penambahan dan dukungan dari pembiayaan APBN dan Jaring Pengaman Ekonomi dengan cara pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Stimulasi-stimulasi lain yang juga dilakukan untuk meningkatkan perekonomian adalah Pertama, dikeluarkan, Perppu 1 Tahun 2020. Kedua, dikeluarkan kebijakan perpajakan Ketiga, dikeluarkan Kebijakan di Sektor Keuangan.