Mohon tunggu...
Maya Kurnia Sari
Maya Kurnia Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Belum Bekerja / Fresh Graduate

Komunitas/LSM terkait pendidikan, Cooking and Travelling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Renungan Malam untuk Menjadi Manusia Apa Adanya, Anak Kecil dan Perkelahian

3 September 2023   06:08 Diperbarui: 3 September 2023   06:11 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi dari kisah nyata

Pada waktu yang lalu, saya menemukan kumpulan anak kecil yang sedang berkelahi. Keduanya sebenarnya bersahabat dan sedang bermain, namun mereka saling memperebutkan tempat terbaik, dimana salah satunya yang paling baik adalah yang memiliki dosa paling sedikit terhadap orang tuanya dan jarang berkata kasar. Anak yang paling baik akan memerankan karakter baik.

Sedangkan anak yang kalah, harus berperan sebagai orang jahat.  Tidak mau kalah keduanya bersungut dan berdebat keras.

Anak yang satu berkata, "aku jarang membentak orang tua, memangnya kamu sering bentak bentak orang tua, kalau kamu dapat hadiah uang lebaran, kamu minta uang jajannya sambil kasar sama ibu kamu." Katanya polos.

Sedangkan anak yang satunya menimpali, "kamu yang jahat dan banyak dosa, kamu pernah berantem sambil nangis terus nyiram kepala ibumu dengan air" ujarnya membela diri.

Keduanya terus berkelahi, sampai akhirnya ada salah seorang anak lain yang menengahi, namun tidak digubris oleh mereka. Menengahinya pun sambil menjelaskan masalah dosa dan pahala dalam agama yang diterapkan Tuhan dalam bentuk hukum agama. Sebenernya tidak ada manusia yang tahu pahala mana yang dicatat sebagai kebaikan dan dosa apa saja yang dicatat sehingga manusia itu lebih baik dari manusia lainnya.

Karena tidak digubris, bahkan kedua anak kecil tersebut malah menyalahkan dan memfitnah balik anak yang menengahi tersebut sebagai orang yang tidak baik, anak yang menengahi tersebut akhirnya terpancing dan jadi ikutan berkelahi. Hanya karena dianggap stress dan sok tahu. 

Orang tua mereka yang berkelahi ini berada disekitar mereka menganggap anak menengahi hanya buang-buang waktu saja, bahkan menuduh anak yang menengahi tersebut sebagai dalang utama dari awal mereka berkelahi. Saking kesalnya, orang tua anak anak yang berkelahi menyalahkan kembali si anak yang menengahi, karena dia yang awalnya terlihat menyebabkan perkelahian.

Sesuatu hal yang jelas dalam kisah nyata anak kecil diatas, membuktikan bahwa, anak dengan kapasitas bersahabat juga masih saling bersaing ingin menjadi yang terbaik. Namun terdapat kesalahan dalam bagaimana cara mereka menunjukan hal tersebut.

Saya juga berpikir, dalam hal kebaikan dan ketulusan, bahkan bersikap baik juga bisa menjadi boomerang. Akhirnya karena ketulusan, malah dicap sebagai dalang utama dari sebuah peristiwa berkelahi yang terjadi seperti kisah anak yang menengahi diatas.

Gambaran perilaku seperti anak kecil tersebut biasa terjadi juga dalam kehidupan orang orang dewasa yang berpikir bahwa dirinya yang merasa benar. Orang yang merasa benar ini menganggap dirinya paling sempurna dan paling benar. 

Padahal manusia merupakan mahluk sempurna yang diciptakan Tuhan dengan kapasitasnya yang memiliki hasrat, hati nurani serta insting seperti hewan, namun dilengkapi dengan akal pikiran. 

Sehingga tindak tanduknya serta perilakunya merupakan sebuah bentuk manifestasi ketika insting dan naluri berkata, namun dikontrol dan dikendalikan dalam pikiran. Pada akhirnya manusia bersikap merupakan bentuk keputusan pemunculan identitas terbaik dan kebijakan dari segi pengetahuan disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Sebagai contoh, manusia memiliki insting untuk bertahan hidup dan melanjutkan kehidupannya. Namun kondisi yang ada manusia diciptakan hanya untuk hidup beberapa tahun saja. 100 Tahun hitunglah paling lama, itupun juga sudah diusahakan dengan obat obatan penunjang dan gaya hidup sehat. Namun bagaimana caranya manusia tetap eksis dan ada hingga sekarang. Ya hanya dengan cara menikah dan memilki keturunan.

Insting manusia untuk melakukan perkawinan agar dapat menajga keturunannya dan menjadi penghuni bumi yang tetap ada hingga sekarang, sebenarnya sudah muncul dari sejak manusia mengalami pubertas. Usia manusia saat pubertas muncul di angka 8-17 tahun, rata rata. Namun kondisi manusia untuk memiliki keturunan dan melanjutkan kehidupan di Bumi ini tidak selalu mulus jalannya.

Sumber : Google.com
Sumber : Google.com

Ketika memasuki usia dewasa, kemudian manusia mengalami perubahan dari dirinya, misalnya bertumbuhnya payudara pada wanita dan terjadinya proses ereksi pada laki laki, ada banyak sekali factor yang menyebabkan mereka tidak dapat melanjutkan keturunan. Misalnya belum dapat memiliki pasangan yang baik, belum lagi dengan kondisi psikologis tertentu seperti trauma pada kehidupan masa lalu. Atau adanya perceraian ditambah kondisi penyakit bawaan juga dari segi kesehatan. Sehingga menyebabkan orang tersebut tidak dapat melakukan perkawinan.

 Akhirnya orang yang belum dapat melakukan perkawinan tersebut menunda dan tidak memiliki keturunan. Namun bagaimana caranya mereka melampiaskan hasrat yang ada dan alami secara muncul dalam diri mereka.

Dalam keputusan terbaik manusia sesuai dengan kebijakan dan pengetahuan, pengalaman serta kesadaran yang mereka miliki. Beberapa orang akan memilih melampiaskan hasrat yang memuncak itu dengan masturbasi saja, yaitu melepaskan hasrat seksual hanya dengan diri sendiri, tidak melakukan hubungan intim.

Ada yang kurang puas hanya dengan masturbasi dan memilih menggunakan alat bantu seks, namun dilakukan diam diam. Dan yang terakhir, ada juga beberapa manusia yang melampiaskannya ke pasangan yang bukan halal, misalnya menyewa pekerja seks. Sedangkan beberapa yang tidak memiliki uang, memilih melakukan pelecehan dan pemerkosaan kepada orang orang yang mudah ditipu daya. Ada yang memilih juga melakukan steril supaya hasratnya tidak kembali muncul dan pada akhirnya tidak menikah seumur hidupnya. Bentuk manusia bersikap inilah yang disebut sebagai manifestasi hasil pikiran dan pengetahuan yang dimilikinya. Namun lagi lagi, manusia dengan sikap egoisnya bertindak seperti anak kecil yang tadi berkelahi, yaitu dengan pembenaran perilakunya sesuai dengan kondisi yang ada pada mereka.

Lalu dengan pilihan dan keputusan terbaik manusia versi dirinya masing-masing, apakah kita masih perlu saling menyalahkan dan berkelahi untuk menentukan siapa yang paling terbaik dan yang terburuk. Supaya kita dapat peran terbaik dan tidak menjadi orang yang menjalankan peran buruk. Padahal dilihat secara kondisi dan situasi yang terjadi, bisa saja beberapa pemerkosaan terjadi karena adanya ketidaksadaran dari pihak pemerkosa. Ada bahkan kasus dimana pemerkosa dan yang diperkosa melakukan hal keji tersebut karena sama sama suka. Atau bahkan orang yang menggunakan alat bantu seks diam diam karena sebelumnya pernah menikah dan sudah melakukan aktivitas seksual, sehingga tidak cukup jika hanya bermasturbasi. Atau orang yang melampiaskan hasratnya kepada pekerja seks, tidak serta merta mereka menjadi pelaku utama, tentu pastinya hal ini tidak akan terjadi jika tidak ditawari jasa pekerja seks yang berupaya memenuhi kebutuhan keluarga dengan terpaksa.

Sumber : Google.com
Sumber : Google.com

Sisi lain manusia sudah diatur dengan tegas oleh hukum agama yang berlaku. Manusia dapat memilih untuk menahan segala hasaratnya dengan cara berpuasa. Dalam islam tentunya menikah merupakan jalan utama, namun memilih melakukan hidup tanpa menikah juga tidak ada masalah yang penting manusia bisa menahan hasratnya dan tidak menjadi boomerang dikemudian hari. Lalu bagaimana dengan manusia yang belum mampu menikah atau memilih hidup sendiri.

Agama dengan jelas mempertegas bahwa dengan berpuasa manusia dapat mengalahkan hawa nafsunya. Jika manusia tersebut dengan berpuasa tidak cukup, maka jalan lain terbaik adalah dengan cara bermasturbasi. Hal yang kedua ini haram hukumnya. Namun hal ini diperbolehkan dilakukan karena dosa nya paling sedikit diantara dosa yang lain, misalnya menyewa pekerja seks dan memperkosa wanita. Masturbasi tentunya menjadi pilihan terakhir. Kondisi istri yang melahirkan (masih dalam masa nifas) kemudian menstruasi, dan sang suami tidak bisa menahan hasrat juga diperbolehkan. Bahkan hukumnya halal selama pasangan yang membantu masturbasi dan sepengetahuan pasangan.

Jika manusia sadar dengan hal tersebut, bahkan dengan dipayungi hukum agama yang absolut, sedangkan dalam hukum nyata dunia manusia dalam KUHP dan KUHHP tidak dijelaskan secara detail mengenai hukum manusia yang bermasturbasi, hanya dijelaskan manusia yang melakukan tindak pidana pemerkosaan, perselingkuhan dan berzina dengan menyewa pekerja seks saja yang masuk pidana hukum. Tentu hal ini harusnya menjadi sebuah kesadaran penting dan pengetahuan yang umum diketahui banyak orang bahwasannya, memilih berkesadaran dan memutuskan perilaku untuk bertindak sesuai dengan kondisi yang ada merupakan hal yang terbaik yang bisa dilakukan seorang individu.

Sumber : Google.com
Sumber : Google.com

Jadilah manusia apa adanya, versi terbaik dari diri sendiri dengan pengetahuan serta kesadaran yang Anda miliki. Anda bukan anak kecil yang perlu dilerai seperti contoh diatas, dengan sikap egois saya menyimpulkan bahwa manusia bisa mendengarkan dan menyimpulkan sesuai sudut pandang saya.

Hahaha lagi lagi saya menjadi manusia apa adanya, buat apa saya tulis hal hal yang tidak bisa saya kontrol. Mungkin saya yang naif dan egois bertindak seperti anak yang menengahi, bahwa semua hal yang terjadi di sekitar kita bisa di kontrol oleh diri sendiri, namun saya terpancing menjadi pelaku yang menyebabkan perkelahian yang lebih besar. Padahal sejatinya semua hal yang terjadi disekitar kita, tidak dapat sepenuhnya dikontrol dan dikendalikan oleh satu manusia saja. Dan satu lagi, sejatinya semua yang menjadi keputusan adalah pilihan yang akan membuat identitas diri pribadi. Pilihanmu, menggambarkan pribadi dirimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun