Mohon tunggu...
Maya Selawati Dewi
Maya Selawati Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika Penerbitan, Program Studi Jurnalistik/Penerbitan

Teruslah Bergerak, Berdampak, dan Menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Standar Kesuksesan yang Fana

18 Mei 2020   21:09 Diperbarui: 18 Mei 2020   21:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika seseorang telah mengusahakan yang terbaik yang dia bisa, maka apapun hasilnya itulah kesuksesan yang ia raih. Kuncinya adalah lakukan yang terbaik, lakukan semaksimal yang kita bisa. Tidak perlu melihat pencapaian orang lain sebagai acuan kesuksesan yang akan kita raih.

Ketika kita memiliki ambisi, tempatkan ambisi itu dalam posisi yang tepat. Jangan sampai ambisi itu membuat kita terlena. Lupa akan segala hal. Lalai akan kewajiban kita. Disaat kita mencapai titik kesuksesan yang dimaksud orang lain, akankah semua orang merasa puas? Tidak sama sekali. 

Tetap akan ada orang yang menganggap itu kurang dan belum maksimal. Akan ada orang yang tetap mencelanya, menganggap remeh pencapaian kita. Seberapa banyak kita mencoba, sekeras apapun kita berusaha, mereka akan menuntut lebih, meminta lagi dan lagi. Lalu untuk apa kita tetap mengikuti standar kesuksesan yang mereka tetapkan?

Akhirnya saya tersadar, ternyata tujuan yang saya tetapkan selama ini salah. Niat yang saya tetapkan telah melenceng. Jauh dari niat dan tujuan yang baik. 

Terlalu fokus pada perkataan orang lain ternyata bisa membuat kita lupa. Lupa bahwa kesuksesan bukanlah standar yang bisa disamaratakan. Lupa bahwa yang terpenting adalah menjadi versi terbaik diri kita. Lupa bahwa menjadi bahagia dimulai dengan tidak terlalu fokus pada perkataan mereka.

Kita pun lupa dengan mereka. Keluarga yang selama ini kita tinggalkan hanya karena fokus mengejar ambisi fana kita. Kerabat yang tetap bahagia melihat kita yang apa adanya. Teman dan sahabat yang setia mendukung apapun pencapaian dan target kita.

Parahnya lagi, kita juga lupa dengan-Nya. Lalai melaksanakan kewajiban kita sebagai hamba-Nya. Lupa menyapa, berdoa, dan bersujud pada-Nya. Lupa akan nikmat yang telah Dia beri kepada kita. Yang kemudian membuat kita kufur, dan lupa bersyukur.

Bagaimanapun, usaha semaksimal apapun yang kita lakukan akan menjadi sia-sia jika tidak melibatkan Dia. Akan menjadi sia-sia jika tidak diiringi doa dan tawakal. Jangan sampai kefanaan dunia membuat kita lupa akan akhirat. Karena sesungguhnya itulah tujuan akhir kita. Kejarlah akhirat, maka dunia akan ditempatkan di belakangmu, mengikuti kemanapun engkau pergi.

Semoga saya, kamu, dan siapapun itu selalu mau belajar memperbaiki diri, meluruskan niat. Tidak terpengaruh dengan perkataan orang lain yang membawa dampak negatif kepada diri kita. Tidak terpaku pada standar mainstream yang fana. Karena kita berhak memilih jalan kesuksesan seperti apa yang akan kita jalani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun