Mohon tunggu...
Maya Puspitasari
Maya Puspitasari Mohon Tunggu... Dosen - Profil

Ibu dari dua orang anak, pegiat homeschooling, penyuka film, penikmat musik dan pemerhati pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Puzzle" Dunia Pendidikan Indonesia

6 Maret 2018   18:45 Diperbarui: 6 Maret 2018   18:51 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejatinya jika di dalam satu kelas, terdapat dua guru yang mengajar, mungkin saja Indonesia bisa mengejar ketertinggalan. Tapi tentu, hal ini juga tergantung pada kualitas guru yang dimiliki. Sertifikasi yang dijanjikan di UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memang mensyaratkan agar guru sekurang-kurangnya merupakan lulusan S1. Tetapi UU tersebut belum menggambarkan secara jelas lulusan S1 seperti apa yang dianggap mampu mengajar di kelas.

Kedua, beban mengajar guru. Bagi guru yang sudah menjadi PNS atau memperoleh sertifikasi, 24 jam adalah jumlah minimal jam wajib mengajar bagi mereka setiap minggunya. Itu berarti setidaknya mereka harus mengajar lima jam setiap harinya. Beban mereka pun ditambah dengan keharusan menghadiri rapat sekolah, memeriksa tugas siswa, membuat soal ujian sekolah yang juga membuat hari-hari mereka dipenuhi dengan urusan 'sekolah'. Guru honorer bisa lebih parah keadaannya. Kewajiban untuk mengajar selama 24 jam bisa jadi mengharuskan ia mengajar di beberapa sekolah yang berbeda. Maka tak heran, ketidakhadiran guru saat jam mengajar masih dianggap tinggi di Indonesia.

Ketiga, Continuous Professional Development. Jika Anda ingin menjadi guru di Finlandia, paling tidak Anda harus memegang ijazah pascasarjana (S2). Tidak mudah jika ingin menjadi guru di Finlandia. Anda harus melewati penilaian yang sangat kompetitif. Tapi hasilnya tentu dapat menggembirakan. Pemerintah terbukti berhasil memperkerjakan para guru profesional yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negaranya. Bahkan pemerintah pun menyediakan berbagai pelatihan dalam menunjang performa guru di dalam kelas.

Keempat, formative assessment. Dylan William dan Paul Black yang dikenal sebagai ahli asesmen dalam bidang pendidikan menyebutkan bahwa penilaian tes formatif di sekolah di Eropa berupa masukan yang diberikan guru pada siswanya. Dalam tes formatif tersebut, siswa diberikan komentar tentang kekurangan dan kelebihan yang ia miliki dalam mengerjakan tes tersebut. 

Tidak ada angka yang diberikan. Hasilnya siswa bisa mendapatkan masukan tentang pencapaian tahap belajarnya dan secara tidak langsung motivasi internal tumbuh dalam dirinya. Jika prosedur ini diterapkan, siswa tidak akan lagi membandingkan hasil tes dengan yang lain dan berarti juga siswa yang memiliki kemampuan rendah bisa meningkatkan kepercayaan dirinya karena tak ada nilai yang tertera di kertas ulangannya.

Di Indonesia, tes formatif hasilnya tidak terlalu jauh berbeda seperti apa yang dilakukan dalam tes sumatif. Bagi sebagian guru, tes formatif hanya berisi ulangan harian yang tetap dinilai dengan angka. Angka-angka inilah yang nantinya akan diakumulasikan sebagai nilai rata-rata mata pelajaran siswa dalam satu semester. 

Inilah yang diharapkan sebagai hasil dari pendidikan di Indonesia. Masih banyak yang menganggap bahwa nilai ujian yang didapat itu sebagai sebuah tujuan utama dan mengenyampingkan kemampuan yang seharusnya diperoleh oleh siswa. Hal tersebut berdampak pada aktivitas belajar mengajar khususnya di akhir tahun yang didominasi dengan persiapan untuk menghadapi ujian kelas.

Agar bisa memperoleh nilai ujian yang diinginkan, guru cenderung terjebak dalam teaching to the test daripada teaching to the material atau teaching to the students. Mereka lebih mengedepankan mengajarkan cara menjawab soal ujian daripada mengajarkan materi yang seharusnya menjadi inti dari silabus yang disusun berdasarkan kurikulum yang sudah ditetapkan. 

Alasannya karena soal ujian nasional tidak hanya diambil dari materi untuk semester dua kelas sembilan atau kelas dua belas saja tetapi materi secara keseluruhan. Tidak sedikit akhirnya guru diharuskan mengadakan kelas pemantapan di luar jam sekolah agar bisa mempersiapkan siswa untuk menghadapi ujian nasional dengan lebih matang. Jika ada siswa yang nilainya rendah, guru akan menganggap itu sebagai sebuah aib dan karenanya ia telah merusak image dari sekolah tempat ia mengajar.

Orangtua yang berkecukupan juga sudah mulai cemas ketika anaknya menginjak kelas akhir. Mereka khawatir nilai ujian anaknya tidak cukup tinggi sebagaimana disyaratkan oleh sekolah favorit yang menjadi incaran. Bimbingan belajar ternama akan menjadi tempat para siswa menghabiskan waktu di luar sekolah yang materi bimbingannya pun tidak jauh dari teaching to the test.

Kelima, manajemen dan supervisi. Populasi yang menempati wilayah Indonesia tentu suatu kekurangan yang lain. Sebagaimana diketahui Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan lebih dari 240 juta jiwa penduduknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun