Mohon tunggu...
Maya Puspitasari
Maya Puspitasari Mohon Tunggu... Dosen - Profil

Ibu dari dua orang anak, pegiat homeschooling, penyuka film, penikmat musik dan pemerhati pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Home Schooling", Sebuah Alternatif Memperbaiki Kualitas Pendidikan

2 Maret 2018   17:19 Diperbarui: 2 Maret 2018   17:34 4399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah itu menyenangkan bagi anak jika guru tidak ada di kelas atau hari libur sebentar lagi tiba. Sisanya, anak lebih banyak mengeluh karena banyak PR, tugas atau ulangan. Ditambah dengan les tambahan atau ekstrakurikuler yang harus mereka ikuti setelah jam sekolah selesai. Situasi ini tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh para siswa di Korea Selatan, Singapura ataupun Jepang. Sebenarnya sistem 'belajar rodi' yang diterapkan oleh ketiga negara tersebut terbukti mampu mengantarkan mereka ke posisi tertinggi dalam peraihan nilai PISA. Namun, depresi atau kasus bunuh diri sering terjadi dikarenakan siswa mengalami beban belajar yang sangat tinggi.

Jika ingin mendapatkan nilai akademik yang tinggi dengan lingkungan belajar yang menyenangkan, homeschooling bisa menjadi tempat dimana anak memperoleh pengetahuan secara kondusif. Kurikulum dan model belajar yang ada bisa dimodifikasi disesuaikan dengan potensi dan minat anak untuk setiap anak.

3. Dengan homeschooling, anak-anak dilatih untuk mengembangkan kapasitas anak

Brian D. Ray (2015) dalam hasil penelitiannya di Amerika Serikat yang berjudul 'Research Facts on Homeschooling' menyebutkan bahwa:

  • Anak yang belajar di rumah biasanya meraih nilai 15 hingga 30% lebih tinggi dibanding anak yang belajar di sekolah negeri dalam ujian;
  • Nilai siswa homeschooling di atas rata-rata tes tanpa memandang level pendidikan dan penghasilan keluarga;
  • Tidak ada kaitan antara kemampuan akademik anak dengan orangtua memiliki kualifikasi untuk mengajar atau tidak;
  • Peraturan tentang homeschooling dan tingkat pengawasan negara tidak berhubungan dengan pencapaian akademik siswa;
  • Anak yang belajar di rumah biasanya mendapat nilai di atas rata-rata dalam test SAT dan ACT sebagai persyaratan untuk masuk perguruan tinggi;
  • Semakin banyak siswa homeschooling yang diterima oleh perguruan tinggi     

Jika selama ini sekolah hanya melahirkan generasi robot, homeschooling bisa mencetak anak yang memiliki kreativitas dan kemampuan berpikir kritis tinggi. Pendidikan seyogyanya lingkungan yang mendukung manusia menjadi manusia. Misalnya, ketika anak ingin diajarkan tentang hewan. Jika di sekolah formal, anak mungkin hanya diberi gambar bagian tubuh seekor hewan ketika guru ingin mengajarkan tentang anatomi hewan. 

Gambar tersebut kemudian dijelaskan secara detil mulai dari nama bagian tubuh, nama latinnya hingga fungsi dari masing-masing anggota tubuh tersebut. Pada saat ujian atau ulangan, anak dituntut untuk hafal setiap nama bagian anggota tubuh hewan lengkap dengan nama latinnya beserta fungsinya. Dalam homeschooling, anak bisa diperlihatkan langsung hewan yang dikehendaki. Orangtua bisa mengajak anak ke peternakan, kebun binatang atau museum hewan misalnya untuk mengenalkan tentang anatomi hewan. Belajar akan lebih menyenangkan dan anak akan lebih ingin mencaritahu lebih banyak tanpa adanya tekanan.

4. Menyeimbangkan antara teori dan life-skills  

Banyak kasus atau keluhan yang disampaikan para orangtua atau lulusan sekolah yang menganggap mereka tidak 'siap' untuk menjadi generasi penggerak ketika terjun ke tengah-tengah masyarakat. Model belajar yang bertumpu pada hafalan terbukti gagal mempersiapkan anak dalam menghadapi tantangan  global yang semakin kompetitif saat ini. 

Homeschooling bisa mengenalkan anak pada 'dunia nyata' bahkan ketika mereka masih belajar. Karena teori yang mereka dapat dibarengi oleh pembelajaran life-skills yang mengajarkan mereka untuk mengaplikasikan apa yang mereka dapat ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sudah saatnya pemerintah lebih memfokuskan pada pembelajaran materi yang benar-benar diperlukan di tengah masyarakat dan bukan hanya sekedar teori 'pepesan kosong' yang menjadikan lulusan tidak siap.

5. Mengurangi 'juvenile delinquency'

Tawuran, seks bebas, narkoba atau kekerasan terhadap guru kerap mewarnai halaman-halaman media berita di Indonesia. Fenomena ini membuktikan pendidikan di Indonesia gagal melahirkan pribadi yang memiliki 'akhlakul karimah'. Pengawasan yang kendor menjadi salahsatu sebab mengapa kenakalan remaja makin hari makin meningkat. Bahkan banyak kasus terjadi di lingkungan sekolah saat jam belajar masih berlangsung. Guru disibukkan untuk mengejar sertifikasi atau mengerjakan administrasi yang pada hakikatnya tidak menyumbang apapun terhadap perbaikan siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun