Mohon tunggu...
Maya A. Pujiati
Maya A. Pujiati Mohon Tunggu... Penulis -

Penulis yang masih perlu terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Eceng Gondok di Danau Cirata

27 Juli 2015   07:07 Diperbarui: 27 Juli 2015   09:02 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eceng Gondok di Danau Cirata

Menjelang lebaran, 16 Juli 2015, kami melakukan perjalanan mudik ke daerah perbatasan Cianjur-Purwakarta. Karena kami menempuh jalur Timur, mau tak mau kami melewati bendungan PLTA Cirata. Selain terlihat ramai oleh para pengunjung lokal yang menikmati sore terakhir Ramadhan, pemandangan lain yang mengejutkan adalah hamparan eceng gondok yang memenuhi hampir separuh danau di dekat dam.

[caption caption="Hamparan Eceng Gondok Di Dekat Bendungan Cirata (Foto: Koleksi Pribadi)"][/caption]

Saya jadi teringat kata-kata seorang bapak, yang mengendarai mobil sewaan, sekitar tahun 2005. Ia bilang, jika perairan Cirata tidak dijaga dengan baik, apalagi makin banyak kolam-kolam terapung bermunculan, lama kelamaan akan terjadi sedimentasi (pendangkalan) di dasar danau dan airnya pun menyusut. Kalau itu terjadi, maka usaha yang cocok di sini bukan lagi perikanan, tapi memelihara bebek. Si bapak terkekeh saat mengakhiri ceritanya.

Waktu itu saya menyimak tanpa benar-benar peduli. Melihat air yang masih begitu melimpah, rasanya mustahil “ramalannya” akan terjadi. Akan tetapi, melihat lautan eceng gondok saat ini, dan nampaknya petugas kesulitan mengendalikannya, rasanya “ramalan” si bapak cukup logis dan tidak ada salahnya untuk dicermati, sehingga bisa dicegah.

 

[caption caption="Hamparan Eceng Gondok ke Arah Barat (Foto: Koleksi Pribadi)"]

[/caption]

Eceng gondok sendiri, menurut beberapa sumber, akan menyebar dengan cepat jika air banyak mengandung tiga unsur ini: potasium, fosfat, dan natrium. Ketiganya sangat mungkin dihasilkan dari sisa-sisa pembuangan ternak ikan, baik dari kotorannya, maupun sisa pakan yang terkadang lolos keluar jaring. Nutrien dari sisa buangan itu kemudian melarut dalam air. Selama satu atau dua tahun, dampaknya mungkin tidak terlalu kentara, namun dalam jangka panjang, tumpukan sisa buangan sangat mungkin mencemari air secara meluas. Akibatnya, menjadi suburlah spesies tanaman tertentu yang memang cocok dengan keadaan air.

 

Dampak bagi Danau

Lalu apa dampak eceng gondok bagi habitatnya (danau tempat ia tumbuh)? Salah satu sumber menyebutkan, ketika penyebaran tumbuhan ini makin meluas dan tidak dikendalikan, oksigen dan cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan terhambat. Hal itu bisa menyebabkan kualitas air memburuk dan mengandung penyakit karena banyak tumbuhan dan mikroorganisme berguna di bawah air tidak bisa bertahan hidup.

Selain itu, eceng gondok yang sudah layu dan busuk akan tenggelam ke dasar danau dan mempercepat pendangkalan, dan daun eceng yang lebar, merupakan salah satu ciri bahwa tumbuhan ini menyerap air cukup banyak untuk melakukan fotosintesis. Akibatnya, volume air danau bisa saja mengalami penyusutan yang cepat jika tumbuhan tidak diangkat ke darat.

Dampak lainnya, jika tumbuhan ini lolos masuk ke area turbin, dan ikut dalam putaran turbin-turbin raksasa, bisa dipastikan kerja turbin akan terganggu dan mungkin juga mengalami kerusakan. Jelas hal itu akan merugikan dan menghambat produksi listrik yang dilakukan PLTA.

Akan tetapi, dibalik dampak negatifnya, ternyata ada satu hal yang menarik dari tumbuhan ini. Ia memiliki kemampuan untuk menyerap kandungan logam berat yang larut di dalam air. Hal itu berarti, kandungan racun berbahaya di dalam air bisa ditekan jika eceng tumbuh di atasnya. Bagi saya, hal ini menunjukkan kemurahan Allah SWT. Sistem keseimbangan di alam telah diatur sedemikan rupa oleh Pencipta alam semesta ini. Ketika satu kerusakan alam terjadi, maka sunatullah (hukum alam) bekerja untuk menyeimbangkannya kembali. Kehadiran gulma yang nampak tak berguna seperti eceng gondok merupakan salah satunya.

Memanfaatkan Eceng Secara Berkelanjutan
Solusi untuk mengenyahkan eceng gondok dari perairan bisa jadi tidaklah rumit. Seluruh tumbuhan ini diangkat ke darat, dan selesai. Jika muncul lagi, ya dilakukan hal yang sama. Akan tetapi, kembali kepada keseimbangan alam yang akan senantiasa perlu dipertimbangkan, bagaimana dengan kualitas air di perairan tersebut? Bagaimana mengatasinya?

Selama kolam-kolam terapung di sisi Barat masih diandalkan sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat sekitar, maka penumpukan nutrien hasil buangan ternak ikan akan tetap berlangsung. Jika hal itu terjadi, hanya dua kemungkinan yang bisa dipilih: mengatasi buruknya kualitas air (dengan cara apapun yang mungkin) atau membiarkan air sebagaimana adanya, dengan risiko, air bahkan tak bisa digunakan lagi untuk menanam ikan karena ikan-ikan tidak tahan dengan kandungan racun yang larut di dalamnya.

[caption caption="Eceng gondok dalam jumlah lebih sedikit, di lokasi yang berjarak kurang lebih 1 kilo dari bendungan."]

[/caption]

Jika pilihan pertama yang diambil, bisa jadi eceng gondok merupakan salah satu solusinya. Tapi supaya ia bisa menjadi solusi yang tepat (dampak negatifnya bisa ditekan), maka jumlahnya haruslah dikendalikan dalam ambang batas yang aman. Bagaimana caranya?

Seperti kita ketahui bersama, eceng gondok sebenarnya sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan di beberapa daerah. Harga jualnya juga cukup tinggi. Akan tetapi, dibandingkan pertumbuhan eceng yang sangat cepat,  produk kerajinan biasanya tidak terjual dengan mudah. Ditambah lagi, karakter masyarakat di setiap daerah bisa jadi memang berbeda-beda. Ada masyarakat yang memang kuat dalam hal kriya dan seni, namun masyarakat lainnya lebih kuat dalam tata kelola pertanian.

Jika masyarakat sekitar danau lebih cenderung kepada pertanian, eceng gondok yang “dipanen” melalui proses pengangkatan oleh petugas, bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos. Penelitian tentang kandungan nutrisi dalam kompos dari eceng gondok pernah dilakukan, dan hasilnya sangat baik. Artikel lebih lengkap tentang pengomposan eceng gondok, bisa dilihat di sini. Bukankah saat ini pertanian kita sudah kembali mengusung tema-tema organik? Selama pertanian organik membutuhkan pupuk, maka produksi kompos akan senantiasa diperlukan. Karena itu, eceng gondok tetap bisa dibiarkan hidup di perairan, namun dikendalikan jumlahnya melalui proses pemanenan sebagai bahan kompos. Barangkali ada yang berminat membuka “pabrik” kompos di sana? :D

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun